Komisi II Heran Ketentuan Pemilu 'Digoyang' Setelah Pemerintah Tak Setuju Revisi UU
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin mengaku heran mengapa muncul wacana perubahan ketentuan mengenai pemilihan umum (pemilu) setelah DPR dan pemerintah telah sepakat tidak merevisi Undang-Undang Pemilu.
Yanuar menduga, perubahan ketentuan lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) maupun judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah cara pemerintah mengubah aturan tersebut tanpa melibatkan DPR.
"Muncul pertanyaan, ini berarti kemarin waktu pemerintah menolak revisi, duduk bareng antara pemerintah dan DPR, pemerintah menolak, itu berarti bukan pemerintah tidak ingin diubah," kata Yanuar dalam acara diskusi di kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
"Mungkin pemerintah punya cara lain, 'biar saya saja yang mengubah, DPR tidak usah ikut-ikutan', itu yang negatifnya begitu," ujar politikus PKB tersebut.
Baca juga: Pesan SBY Jelang Pemilu 2024: Ingatkan Rakyat Ternyata yang Dulu Lebih Bagus
Yanuar menuturkan, awalnya Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri sudah sepakat secara informal untuk merevisi UU Pemilu.
Namun, di tengah perjalanan, pemerintah menyatakan tak mau ada revisi dan hal itu pun disetujui DPR dengan alasan waktu sudah mepet menjelang Pemilu 2024.
Akan tetapi, lanjut Yanuar, seiring waktu berjalan pula, muncul pemekaran wilayah di Papua yang berimplikasi pada penambahan daerah pemilihan dan jumlah anggota DPR.
Pemerintah pun mengeluarkan Perppu Pemilu untuk megnatur perubahan tersebut.
"Agak tenang ini suasana, normal saja soal ini karena konsekuensi logis akal sehatnya kalau ada DOB baru, tapi tiba-tiba di perjalanan kok ini belum selesai juga challenge di MK soal dapil diambil alih ke KPU," kata dia.
Baca juga: Partai Buruh Dukung Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bersyarat
Ia pun mempersoalkan ketentuan soal dapil yang tadinya ia sebut kewenangan pembentuk undang-undang menjadi kewenangan KPU meski akhirnya dikembalikan lagi ke DPR.
"Kita kira ini juga sudah selesai, ada challenge juga sistem proporsional terbuka dan tertutup, sekarang prosesnya masih berjalan di Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Politikus PKB tersebut mengaku heran karena perubahan-perubahan tersebut berkaitan langsung dengan kepentingan partai.
Ia mengatakan, penataan daerah pemilihan bukan isu sederhana bagi partai politik, begitu pula dengan penentuan sistem proporsional terbuka atau tertutup.
Yanuar pun menduga cara serupa bakal dilakukan untuk mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, Undang-Undang Partai Politik, serta Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
"Dunia persilatan saat ini sedang keluar jurus-jurus maut yang semula tidak pernah diduga. Perppu adalah andalan yang cukup diminati untuk menyelesaikan soal-soal ini," kata Yanuar.
-. - "-", -. -Sentimen: negatif (57.1%)