Sentimen
Netral (100%)
14 Jan 2023 : 09.31
Informasi Tambahan

BUMN: BTN

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Senayan

Kesepakatan Sistem Pemilu yang Dipaksa Sebelum Putusan MK

Republika.co.id Republika.co.id Jenis Media: Nasional

14 Jan 2023 : 09.31
Kesepakatan Sistem Pemilu yang Dipaksa Sebelum Putusan MK

JAKARTA – Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, antara terbuka atau tertutup, masih terus menjadi polemik di ruang publik. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR bersepakat membuat komitmen tertulis untuk menyelenggarakan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka di tengah gugatan yang masih berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK).

MK memang sedang memproses gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pemilihan legislatif (pileg) menggunakan sistem proporsional terbuka. Para penggugat, yang salah satu di antaranya merupakan kader PDIP, meminta hakim konstitusi memutuskan pasal tersebut melanggar UUD 1945 dan mengembalikan penggunaan sistem proporsional tertutup.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang sebelumnya memprediksi MK bakal memutuskan penggunaan kembali sistem proporsional tertutup kini menyampaikan permohonan maaf atas prediksinya yang membuat gaduh itu. Permintaan maaf itu dilontarkan seusai anggota dan pimpinan Komisi II bertubi-tubi menyalahkan Hasyim terkait prediksinya tersebut.

“Saya sebagai pribadi memohon maaf karena pernyataan saya menimbulkan diskusi yang berkepanjangan dan mungkin diskusi yang tidak perlu,” kata Hasyim ketika rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Hasyim mengaku tak pernah bermaksud ingin melahirkan polemik ketika mengomentari gugatan uji materi yang sedang berproses di MK itu. Prediksi Hasyim bahwa MK akan memutuskan penggunaan kembali sistem proporsional tertutup itu disampaikan pada penghujung tahun lalu.

Dia mengeklaim, prediksi itu ia lontarkan dengan maksud agar para bakal caleg tidak terburu-buru mempromosikan diri karena tidak ada gunanya apabila MK memutuskan sistem proporsional tertutup alias pemilih hanya coblos partai.

Ketika prediksi Hasyim atas sistem pileg itu mencuat, Hasyim dinilai berpihak terhadap sistem proporsional tertutup. Buntutnya, delapan partai parlemen menyatakan sikap bersama menolak sistem proporsional tertutup. Hanya PDIP yang tidak ikut karena partai berlambang banteng moncong putih itu mendukung pileg kembali ke sistem proporsional tertutup.

Komitmen terbuka

Sebelum Hasyim meminta maaf atas pernyataannya, dia menyatakan KPU berkomitmen melaksanakan pileg dengan sistem proporsional terbuka. Bahkan, komitmen itu termaktub dalam kesimpulan rapat kerja.

“KPU RI berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu dan dikuatkan oleh Putusan MK RI Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008,” demikian bunyi poin 4 kesimpulan rapat tersebut.

Kesimpulan poin empat ini tak terlepas dari perdebatan sengit dalam ruang rapat kerja hingga membuat rapat molor dua jam. Komisi II awalnya mengusulkan agar poin empat itu turut menyertakan komitmen menteri dalam negeri (mendagri) terhadap sistem proporsional terbuka. Mendagri Tito Karnavian yang hadir dalam rapat kerja tersebut menolak diikutsertakan karena pemerintah tidak ingin mendahului putusan MK.

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah menilai, sistem proporsional terbuka masih sistem yang paling tepat diterapkan. Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih bisa mencoblos caleg yang diinginkan.

Menurut Hurriyah, proposional terbuka masih cocok dengan kondisi Indonesia saat ini karena pemilu menerapkan sistem pemilihan langsung. Selain itu, rakyat juga sudah terbiasa memilih caleg sejak sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pemilu 2009.

“Proporsional terbuka dengan kelemahan dan kelebihannya saya kira masih tepat untuk kondisi Indonesia saat ini. Dan sistem ini kan membawa spirit memperkuat kedaulatan rakyat sebagai pemilih,” kata Hurriyah kepada Republika, Jumat (13/1).

Lebih lanjut, Hurriyah menyebut, sistem proporsional terbuka sebenarnya tidak hanya menguntungkan pemilih, tapi juga para caleg. Sebab mereka bisa bertarung secara adil dengan caleg lain di partainya karena pemenang kursi ditentukan oleh suara terbanyak.

Persaingan setara ini, dia melanjutkan, tidak terdapat dalam sistem proporsional tertutup. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai, sedangkan pemenang kursi ditentukan lewat nomor urut caleg di dalam partai. “Nomor urut teratas biasanya didapatkan oleh caleg yang punya modal ekonomi atau modal kedekatan dengan elite partai,” ujarnya.

Terlepas dari pendapat sistem yang terbaik dan komitmen KPU, penentuan sistem yang akan digunakan dalam Pemilu 2024 tetap berada di tangan MK. MK akan menggelar sidang lanjutan atas gugatan uji materi sistem pileg ini pada Selasa (17/1) pekan depan dengan agenda pemeriksaan materi perkara.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi salah satu dari delapan ketua umum partai politik yang menolak sistem proporsional tertutup digunakan dalam Pemilu 2024. Setidaknya, ada dua alasan utama dia menolak hal tersebut. Pertama, jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas. Jika terjadi sistem proporsional tertutup, rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakilnya di parlemen.

“Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung. Dan tentu kita berharap, pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih, benar-benar bisa membawa perubahan dan perbaikan,” ujar AHY.

Alasan kedua, kata dia, secara internal partai politik juga perlu menjaga semangat yang tinggi dari seluruh kadernya. Dengan sistem proporsional terbuka, tentu diharapkan setiap kader partai politik juga punya ruang dan peluang yang adil.

“Jangan sampai mereka yang berjibaku, berusaha, dan berjuang untuk mendapatkan suara, kemudian rontok semangatnya karena sistem yang berubah secara tiba-tiba,” ujar AHY.

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mendukung komitmen KPU dan Komisi II. “Sistem proporsional terbuka memastikan masyarakat terlibat langsung secara dekat dengan calegnya. Hubungannya menjadi lebih personal dan tidak dibatasi oleh struktur dan kelembagaan partai. Tidak ada ruang gelap antara caleg dan pemilih,” ujar Eddy.

Sistem proporsional tertutup justru merupakan langkah mundur dalam perjalanan demokrasi pasca-Reformasi. Ia menilai, sistem tersebut hanya menjadikan caleg tak memiliki pertanggungjawaban langsung ke masyarakat.

“Masyarakat tidak mengenali siapa yang mereka pilih dan caleg pun merasa tidak punya pertanggungjawaban kepada pemilih. Ini kemunduran demokrasi,” ujar Eddy.

 

Nomor urut teratas biasanya didapatkan oleh caleg yang punya modal ekonomi atau modal kedekatan dengan elite partai.

Baca Selengkapnya'; ").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://platform.twitter.com/widgets.js' }).prependTo("head"); if ($(".instagram-media").length > 0) $("").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://www.tiktok.com/embed.js' }).prependTo("head"); $(document).on("click", ".ajaxContent", function(t) { var e; t.preventDefault(); Pace.restart(); var a = $(this).attr("href"); var b = $(this).attr("data-id"); $(".btn-selengkapnya-news").show(); $(".othersImage").addClass("hide"); $(this).hide(); $("." + b).removeClass("hide"); return e ? (Pace.stop(), document.getElementById("confirm_link").setAttribute("href", a), $("#modal_confirm").modal()) : ($("*").modal("hide"), void $.get(a, function(t) { $("#" + b).html(t.html); console.log("#" + b); }).done(function() { $(".collapse").fadeOut(); $("#" + b).fadeIn(); }).fail(function() { $("#modal_alert .modal-body").html(fail_alert), $("#modal_alert").appendTo("body").modal() })) }); $(".body-video").on('loadedmetadata', function() { if (this.videoWidth < this.videoHeight) this.height = 640; this.muted = true; //console.log(this.videoHeight); } ); window.onload = function() { var videos = document.getElementsByTagName("video"), fraction = 0.8; function checkScroll() { if (videos.length > 0) { for (var i = 0; i < videos.length; i++) { var video = videos[i]; var x = video.offsetLeft, y = video.offsetTop, w = video.offsetWidth, h = video.offsetHeight, r = x + w, b = y + h, visibleX, visibleY, visible; visibleX = Math.max(0, Math.min(w, window.pageXOffset + window.innerWidth - x, r - window.pageXOffset)); visibleY = Math.max(0, Math.min(h, window.pageYOffset + window.innerHeight - y, b - window.pageYOffset)); visible = visibleX * visibleY / (w * h); if (visible > fraction) { video.play(); } else { video.pause(); } } } } window.addEventListener('scroll', checkScroll, false); window.addEventListener('resize', checkScroll, false); }; window.fbAsyncInit = function() { FB.init({ appId: '700754587648257', xfbml: true, version: 'v14.0' }); }; (function(d, s, id) { var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; if (d.getElementById(id)) { return; } js = d.createElement(s); js.id = id; js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js"; fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); } (document, 'script', 'facebook-jssdk')); $(".share_it a,.share-open-fix li").on("click", function() { url = window.location.href; s = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.blog-post-actions").children("div.pull-left").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); c = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.quote-text").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); content = c + " - " + s; if ($(this).children().hasClass("fa-facebook")) { img = document.querySelector("meta[property='og:image']").getAttribute("content"); FB.ui({ method: 'share_open_graph', action_type: 'og.shares', action_properties: JSON.stringify({ object: { 'og:url': url, 'og:title': "", 'og:description': c, 'og:og:image:width': '610', 'og:image:height': '409', 'og:image': img } }) }); console.log(img); } else if ($(this).children().hasClass("fa-twitter")) { window.open("https://twitter.com/intent/tweet?text=" + content + " " + url); } else if ($(this).children().hasClass("fa-whatsapp")) { window.open("https://api.whatsapp.com/send?utm_source=whatsapp&text=" + content + " " + url + "?utm_source=whatsapp"); } return false; }); });

Sentimen: netral (100%)