Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BTN
Kab/Kota: Tangerang, Bogor, Jati, Rio De Janeiro
Kasus: kecelakaan
Tokoh Terkait
Jangan Mati karena Konten
Republika.co.id Jenis Media: Nasional
OLEH SHABRINA ZAKARIA, EVA RIANTI
Aksi sekelompok remaja dan anak-anak yang menghentikan paksa dan menumpang truk kembali marak di Kota Bogor. Sejumlah ruas jalan pun menjadi titik rawan aksi berbahaya ini.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bimo Teguh Prakoso menjelaskan, kelompok remaja ini menamakan dirinya sebagai Rojali atau Rombongan Jamaah Lieur (bingung dalam bahasa Sunda--Red).
“Mereka membuat konten untuk diunggah melalui media sosial, dengan mempertaruhkan nyawa dengan menghentikan truk yang sedang melaju secara tiba-tiba,” kata Bismo, Kamis (12/1).
Lebih lanjut, Bismo menyebutkan, sejumlah ruas jalan baik jalan kota maupun jalan nasional menjadi titik rawan maraknya Rojali. Di antaranya, Jalan Sholeh Iskandar Kecamatan Tanah Sareal, Jalan KS Tubun Kecamatan Bogor Utara, Jalan Pahlawan Kecamatan Bogor Selatan, Jalan Abdullah bin Nuh, dan Jalan TB M. Falak Kecamatan Bogor Barat.
Sejumlah ruas jalan baik jalan kota maupun jalan nasional menjadi titik rawan maraknya Rojali.
Sementara itu, berdasarkan data dari Satuan Lalu Lintas Polresta Bogor Kota, sejak 2020 belasan remaja telah menjadi korban kecelakaan lalu lintas setelah aksi penghentian paksa truk. Bismo memaparkan, pada 2020 ada tiga orang meninggal dunia, dua orang luka berat, dan tiga orang luka ringan.
Kemudian, dia melanjutkan, pada 2021 terdapat tiga orang meninggal dunia. Pada 2022, terdapat dua orang mengalami luka berat.
Oleh karena itu, Bismo mengimbau orang tua dan masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi lingkungan sosial anak. Yakni dengan tidak membiarkan anak bergabung dengan kelompok yang melakukan kegiatan yang membahayakan keselamatan.
Bismo juga meminta orang tua dan masyarakat untuk mengawasi penggunaan media sosial pada anak-anak. Terutama terhadap grup yang diikuti di media sosial. “Karena fenomena ini dimulai dari media sosial. Pengawasan terhadap saluran yang diikuti, terutama yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, dan konten negatif lainnya,” katanya menegaskan.
Menurut Bismo, orang tua dan masyarakat juga sebaiknya memberikan pemahaman tentang norma hukum yang berkaitan dengan lalu lintas, norma agama, dan norma kesopanan. Baik dalam lalu lintas maupun sosial.
“Diharapkan masyarakat memberikan informasi kepada aparatur daerah dan petugas Polri jika mereka menemukan kegiatan remaja atau anak-anak yang nekat berhenti dan menumpang paksa di atas truk,” ujarnya.
Termasuk untuk pengemudi, Bismo mengimbau untuk lebih waspada dan tidak memberikan tumpangan yang dapat berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas atau gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa ada orang yang rela melakukan apa pun demi membuat konten yang dianggapnya bakal menarik perhatian warganet.
Terkini, seorang remaja tewas akibat menyetop truk demi konten di media sosial di Jalan Sholeh Iskandar, Kota Bogor. Korban tewas akibat sopir inisial AR (38 tahun) tidak menghentikan kendaraannya pada Kamis (5/1) malam.
Mengapa mengejar konten?
Menurut penelitian Suely Ferreira Deslandes dkk dari lembaga penelitian Ozvaldo Cruz Foundation di Rio de Janeiro, Brasil, ketertarikan pada hal-hal berisiko dan pencarian rasa di luar kebiasaan adalah praktik standar di budaya remaja.
Pencarian pengalaman-pengalaman baru itu merupakan cara para remaja mencari tahu tentang identitas dan apa yang terjadi pada tubuh mereka pada masa-masa puber tersebut.
Artinya, secara alamiah sudah ada dorongan-dorongan pada para remaja untuk menjalani tantangan-tantangan sebagai proses pematangan diri, terutama untuk merasa diterima dan dikenali pada kelompoknya.
Pada masa lalu, proses tumbuh kembang itu biasanya dijalani para remaja secara tertutup atau dengan sekelompok kecil sahabat. Belakangan, internet dan utamanya media sosial membuat proses itu jadi hal yang dipamerkan pada khalayak. Proses pencarian jati diri itu kemudian jadi hal yang dipertontonkan.
"Misalnya, tantangan yang bisa membahayakan diri kemudian jadi sarana menunjukkan ketangguhan dan heroisme terlepas dari bahayanya," tulis laporan tersebut.
Tendensi alamiah remaja tersebut kemudian bertemu dengan mekanisme "like" dan "follow" di medsos. Jadilah kian kemarin tantangan-tantangan yang diikuti kian ekstrem karena kejiwaan para remaja sudah semacam kecanduan dengan tanggapan di media sosial terhadap video yang mereka unggah.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa motif para remaja menjalani tantangan-tantangan mematikan itu perlu diperdalam.
"Tetap saja kita harus berani merasionalisasi, kenapa mereka memiliki motivasi kuat melakukan itu, apalagi melakukannya bersama-sama. Namun, saya kira masih banyak misteri dari motif membuat konten tersebut yang harus diasesmen lebih lanjut oleh petugas di lapangan," ujar Kadivwasmonev KPAI Jasra Putra terkait fenomena ini kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Sat itu, ia menanggapi kejadian pada Jumat (3/6/2022) saat terjadi kecelakaan lalu lintas di Jalan Otista Gerendeng, Karawaci, Tangerang, yang dialami segerombolan remaja yang hendak membuat konten.
Berdasarkan video yang beredar luas, beberapa remaja tampak nekat memasang badan di tengah jalan, selang beberapa detik kendaraan truk yang melaju menghantam rombongan remaja tersebut hingga akhirnya salah satunya tewas dalam insiden itu.
Lalu, pada Selasa (7/6/2022) terjadi lagi seorang anak yang meninggal akibat tertabrak kendaraan truk setelah mencoba mengadangnya. Peristiwa tersebut terjadi di Jalan M Toha dan kondisi anak tersebut meninggal dunia dengan luka berat.
Berdasarkan penuturan Jasra, perlu pemahaman dan edukasi yang lebih terarah bagi anak atau remaja dalam memanfaatkan platform dunia digital karena mereka merupakan generasi peniru. Menurutnya, perlu ada kebijakan turunan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk mengakomodasi masalah tersebut.
Agar generasi digital native kita tidak seperti hutan rimba, diserahkan pada pasar bebas.
JASRA PUTRA, Kadivwasmonev KPAI
"Sudah bukan saatnya menstigma anak dengan gadget-nya, tetapi dengan perkembangan aplikasi platform digital yang dapat membahayakan dan mengancam anak-anak kita, perlu ada kebijakan turunan dari UU ITE dalam menyikapi hal tersebut. Agar dapat aman digunakan, masuk ke dalam sistem pendidikan, baik di keluarga, sekolah, dan lingkungan," katanya.
Dia menyebut, perlu adanya fasilitas bagi generasi muda zaman sekarang untuk teredukasi dalam menggunakan media sosial tanpa membahayakan nyawa. Lebih konkret, hal itu menjadi PR bagi lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah.
Menurut dia, sekolah harus mulai berani membuka kelas atas dasar hobi atau nama aplikasi yang digunakan mereka. Misal saja menjadi kegiatan ekstrakurikuler, tapi dalam pengawasan sekolah.
"Agar generasi digital native kita tidak seperti hutan rimba, diserahkan pada pasar bebas, tanpa harus menyebutnya hanya menjadi eksploitasi ekonomi, dengan tanpa memikirkan keselamatan anak anak," ujarnya.
Dia menegaskan perlunya rasionalisasi mengenai peristiwa tersebut dengan merunut serta melihatnya secara lebih luas. "Jangan sampai justru kejadian seperti di Tangerang ini menjadi tren yang membahayakan. Karena energi besar anak, seringkali mengalahkan risiko dan ancamannya," kata dia. Baca Selengkapnya';
").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://platform.twitter.com/widgets.js' }).prependTo("head"); if ($(".instagram-media").length > 0) $("").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://www.tiktok.com/embed.js' }).prependTo("head"); $(document).on("click", ".ajaxContent", function(t) { var e; t.preventDefault(); Pace.restart(); var a = $(this).attr("href"); var b = $(this).attr("data-id"); $(".btn-selengkapnya-news").show(); $(".othersImage").addClass("hide"); $(this).hide(); $("." + b).removeClass("hide"); return e ? (Pace.stop(), document.getElementById("confirm_link").setAttribute("href", a), $("#modal_confirm").modal()) : ($("*").modal("hide"), void $.get(a, function(t) { $("#" + b).html(t.html); console.log("#" + b); }).done(function() { $(".collapse").fadeOut(); $("#" + b).fadeIn(); }).fail(function() { $("#modal_alert .modal-body").html(fail_alert), $("#modal_alert").appendTo("body").modal() })) }); $(".body-video").on('loadedmetadata', function() { if (this.videoWidth < this.videoHeight) this.height = 640; this.muted = true; //console.log(this.videoHeight); } ); window.onload = function() { var videos = document.getElementsByTagName("video"), fraction = 0.8; function checkScroll() { if (videos.length > 0) { for (var i = 0; i < videos.length; i++) { var video = videos[i]; var x = video.offsetLeft, y = video.offsetTop, w = video.offsetWidth, h = video.offsetHeight, r = x + w, b = y + h, visibleX, visibleY, visible; visibleX = Math.max(0, Math.min(w, window.pageXOffset + window.innerWidth - x, r - window.pageXOffset)); visibleY = Math.max(0, Math.min(h, window.pageYOffset + window.innerHeight - y, b - window.pageYOffset)); visible = visibleX * visibleY / (w * h); if (visible > fraction) { video.play(); } else { video.pause(); } } } } window.addEventListener('scroll', checkScroll, false); window.addEventListener('resize', checkScroll, false); }; window.fbAsyncInit = function() { FB.init({ appId: '700754587648257', xfbml: true, version: 'v14.0' }); }; (function(d, s, id) { var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; if (d.getElementById(id)) { return; } js = d.createElement(s); js.id = id; js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js"; fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); } (document, 'script', 'facebook-jssdk')); $(".share_it a,.share-open-fix li").on("click", function() { url = window.location.href; s = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.blog-post-actions").children("div.pull-left").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); c = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.quote-text").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); content = c + " - " + s; if ($(this).children().hasClass("fa-facebook")) { img = document.querySelector("meta[property='og:image']").getAttribute("content"); FB.ui({ method: 'share_open_graph', action_type: 'og.shares', action_properties: JSON.stringify({ object: { 'og:url': url, 'og:title': "", 'og:description': c, 'og:og:image:width': '610', 'og:image:height': '409', 'og:image': img } }) }); console.log(img); } else if ($(this).children().hasClass("fa-twitter")) { window.open("https://twitter.com/intent/tweet?text=" + content + " " + url); } else if ($(this).children().hasClass("fa-whatsapp")) { window.open("https://api.whatsapp.com/send?utm_source=whatsapp&text=" + content + " " + url + "?utm_source=whatsapp"); } return false; }); });Sentimen: negatif (100%)