Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: Universitas Muslim Indonesia
Tokoh Terkait
Jika Sistem Pemilu Tertutup, Rakyat Hanya Memilih Logo Parpol
Jawapos.com Jenis Media: Nasional
JawaPos.com – Sistem pemilu belakangan ini tengah menjadi perdebatan. Terlebih, delapan partai politik di parlemen yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN dan PPP, secara terbuka menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024.
Pakar hukum tata negara dan konstitusi Fahri Bachmid berpendapat, mekanisme dan sistem pemilu dengan model sistem proporsional tertutup akan menjamin derajat demokratis.
Fahri berpendapat, sistem proporsional tertutup dapat memperkuat sistem presidensialisme, serta penguatan kualitas demokrasi konstitusional Indonesia.
“Negara dapat mengorganize partai politik menjadi lebih kuat, dan aspiratif,” kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (12/1).
Fahri berpandangan, hakikatnya diskursus konstitusional berkaitan dengan pilihan-pilihan sistem atau model Pemilu secara konseptual, idelanya diarahkan kepada sistem Pemilu dan penguatan sistem presidensialisme sebagai sebuah preferensi yang telah diterima dan diatur dalam konstitusi UUD 1945.
Hal ini agar dipertimbangkan untuk merancang kembali desain sistem Pemilu, yang mampu memperkuat sistem Presidensialisme pada satu sisi dan serta kualitas demokrasi deliberatif Indonesia.
“Idelanya proposional tertutup memiliki banyak keunggulan, sistem ini mampu meminimalisasi politik uang, karena biaya Pemilu yang lebih murah jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka,” papar Fahri.
Fahri mengutarakan, proporsional tertutup juga dapat memastikan bahwa masyarakat akan hanya memilih partai dan nantinya, partai yang akan mendelegasikan kader-kader potensial terbaiknya ke parlemen.
“Sesungguhnya partai paham betul bahwa siapa kader mereka yang punya kapasitas, integritas, serta yang memahami ideologi dan konsep bernegara,” ungkap Fahri.
Terlebih, Indonesia pernah menggunakan dua sistem pemilu itu, yaitu pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu tahun 1999, dengan menggunakan daftar tertutup. Sedangkan pasca-Perubahan UUD 1945, pilihan dengan menggunakan daftar terbuka, dan di praktekan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.
“Bahkan secara khusus untuk Pemilu 1955 melalui sistem tertutup menghasilkan anggota parlemen yang berkualitas tinggi serta negarawan, hal tersebut dapat dicermati dengan pembahasan serta perdebatan akademik dan politik dalam sidang-sidang konstituante dalam pembahasan UUD definitif, yang mana perdebatan berlangsung secara cerdas dan substansial sesuai kapasitas anggota Parlemen,” ujar Fahri.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI) ini berpendapat,sesungguhnya tidak ada model sistem pemilu yang ideal di dunia ini, yang ada hanyalah sebuah sistem pemilu yang tepat, dan yang paling cocok di satu negara tertentu dengan corak politik, kultur-budaya serta keadaan demografi setempat, yang tentunya tidak sama antara negara yang satu dengan yang lainya.
“Sesungguhnya tidak ada satu pun sistem pemilu yang mampu memenuhi semua kebutuhan politik nasional atau semua kepentingan kelompok Interest Group politik tertentu, yang dapat dirancang adalah mengkonstruksikan manageable, sebuah sistem pemilu yang tepat sesuai dengan kebutuhan kondisi, baik secara historis, sosiologis, dan politis daripada suatu masyarakat beradab,” pungkas Fahri.
Editor : Eko D. Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Sentimen: positif (88.9%)