Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BTN
Tokoh Terkait
Penolakan Kian Deras Terhadap Pemilu Tertutup
Republika.co.id Jenis Media: Nasional
JAKARTA – Upaya untuk mengganti sistem pemilihan umum (pemilu) dari proporsional terbuka menjadi tertutup terus mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Wakil presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) menilai sistem pemilihan proporsional terbuka yang saat ini berjalan sudah paling ideal untuk Indonesia.
“Jadi, sudah benar itu sistem yang terbuka, memang yang harus dihindari itu soal negatifnya,” kata JK dalam keterangannya, Senin (9/1).
Kendati demikian, JK mengakui, terdapat kelemahan dari sistem proporsional terbuka. JK tidak menjelaskan kelemahan itu. Namun, sistem pemilu proporsional tertutup juga ia sebut tidak terlepas dari kelemahan.
Mantan ketua umum Partai Golkar tersebut mengaku sebagai salah satu pihak yang mengusulkan pertama kalinya agar sistem pemilihan tertutup diganti ke pemilihan terbuka. “Saat itu pemilihan tertutup. Sayalah yang mengusulkan pertama kali ke sistem terbuka” kata JK.
Saat itu, kata JK, ada dua alasan yang mendasarinya mengusulkan sistem pemilihan terbuka. Pertama, agar masyarakat mengetahui siapa yang dia pilih. Kedua, lanjut JK, jika sistem terbuka, calon legislator akan berkampanye sendiri.
“Kalau tertutup, cenderung calon tidak berkampanye, tapi partai yang berkampanye. Dan yang paling sulit adalah menentukan nomor-nomor,” katanya.
Sistem proporsional tertutup diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan.
Pada Pemilu 2004, mulai diterapkan sistem proporsional semiterbuka. Sedangkan, sistem proporsional terbuka sepenuhnya mulai diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga sekarang. Dalam sistem proporsional terbuka saat ini, pemilih dapat memilih calon legislatif (caleg) yang diinginkan. Pemenang kursi parlemen ditentukan oleh jumlah suara terbanyak.
Kini, penerapan sistem proporsional terbuka itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh enam warga negara, yang dua di antaranya merupakan kader PDIP dan Nasdem. Mereka meminta hakim konstitusi memutuskan penerapan sistem proporsional terbuka melanggar UUD 1945 dan mengembalikan penggunaan sistem proporsional tertutup.
Gugatan itu menjadi bola panas seusai Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari memprediksi putusan MK. Saking panasnya polemik tentang sistem pemilihan legislatif (pileg) ini, pimpinan delapan partai parlemen selain PDIP sampai menggelar pertemuan tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, pada Ahad (8/1) siang.
Terdapat lima poin yang disepakati oleh delapan parpol parlemen dan dibacakan langsung oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Pertama, kedelapan partai menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup dinilai sebagai kemunduran bagi demokrasi.
“Di lain pihak, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur,” ujar Airlangga, di Jakarta, Ahad (8/1).
Kedua, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008. Sistem tersebut sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu, yakni 2009, 2014, dan 2014.
“Gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum kita dan tidak sejalan dengan asas ne bis in idem,” ujar Airlangga.
Ketiga, delapan partai politik tersebut meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu. Dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Keempat, mereka mengapresiasi kepada pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024. KPU didorong agar tetap menjalankan tahapan-tahapan kontestasi sesuai dengan kesepakatan bersama.
“Kelima, kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.
KPU merespons desakan delapan partai parlemen agar lembaga penyelenggara pemilu itu menjaga netralitas dalam merespons polemik sistem pileg, antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup. KPU menegaskan, mereka tidak punya kecondongan terhadap sistem tertentu.
“Kami setuju soal itu (menjaga netralitas). Dari sisi kami menjalankan saja peraturan yang ada. Jadi, kami tidak ada kecondongan ke kanan-kiri lah (terkait sistem pileg yang akan digunakan, red),” kata Komisioner KPU Mochammad Afifuddin.
Afif pun menjelaskan pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang sempat menyinggung gugatan uji materi atas pasal yang mengatur penerapan sistem proporsional terbuka. Hasyim sebelumnya diketahui memprediksi MK bakal mengabulkan gugatan tersebut sehingga sistem pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat.
“Kan sebenarnya konteksnya Ketua itu (Hasyim, red) menjelaskan kemungkinan-kemungkinan, karena dua sistem itu juga pernah kita pakai. Itu saja,” kata Afif.
Komisioner KPU Idham Holik menegaskan, pihaknya bakal melaksanakan pemilu sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU Pemilu saat ini, yakni menggunakan sistem proporsional terbuka. Pihaknya pun memastikan bakal menjalankan apa pun putusan MK nantinya.
“Apa pun yang menjadi materi amar putusan MK nanti, sebagai penyelenggara pemilu wajib melaksanakannya,” ujar Idham. Baca Selengkapnya';
").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://platform.twitter.com/widgets.js' }).prependTo("head"); if ($(".instagram-media").length > 0) $("").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://www.tiktok.com/embed.js' }).prependTo("head"); $(document).on("click", ".ajaxContent", function(t) { var e; t.preventDefault(); Pace.restart(); var a = $(this).attr("href"); var b = $(this).attr("data-id"); $(".btn-selengkapnya-news").show(); $(".othersImage").addClass("hide"); $(this).hide(); $("." + b).removeClass("hide"); return e ? (Pace.stop(), document.getElementById("confirm_link").setAttribute("href", a), $("#modal_confirm").modal()) : ($("*").modal("hide"), void $.get(a, function(t) { $("#" + b).html(t.html); console.log("#" + b); }).done(function() { $(".collapse").fadeOut(); $("#" + b).fadeIn(); }).fail(function() { $("#modal_alert .modal-body").html(fail_alert), $("#modal_alert").appendTo("body").modal() })) }); $(".body-video").on('loadedmetadata', function() { if (this.videoWidth < this.videoHeight) this.height = 640; this.muted = true; //console.log(this.videoHeight); } ); window.onload = function() { var videos = document.getElementsByTagName("video"), fraction = 0.8; function checkScroll() { if (videos.length > 0) { for (var i = 0; i < videos.length; i++) { var video = videos[i]; var x = video.offsetLeft, y = video.offsetTop, w = video.offsetWidth, h = video.offsetHeight, r = x + w, b = y + h, visibleX, visibleY, visible; visibleX = Math.max(0, Math.min(w, window.pageXOffset + window.innerWidth - x, r - window.pageXOffset)); visibleY = Math.max(0, Math.min(h, window.pageYOffset + window.innerHeight - y, b - window.pageYOffset)); visible = visibleX * visibleY / (w * h); if (visible > fraction) { video.play(); } else { video.pause(); } } } } window.addEventListener('scroll', checkScroll, false); window.addEventListener('resize', checkScroll, false); }; window.fbAsyncInit = function() { FB.init({ appId: '700754587648257', xfbml: true, version: 'v14.0' }); }; (function(d, s, id) { var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; if (d.getElementById(id)) { return; } js = d.createElement(s); js.id = id; js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js"; fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); } (document, 'script', 'facebook-jssdk')); $(".share_it a,.share-open-fix li").on("click", function() { url = window.location.href; s = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.blog-post-actions").children("div.pull-left").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); c = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.quote-text").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); content = c + " - " + s; if ($(this).children().hasClass("fa-facebook")) { img = document.querySelector("meta[property='og:image']").getAttribute("content"); FB.ui({ method: 'share_open_graph', action_type: 'og.shares', action_properties: JSON.stringify({ object: { 'og:url': url, 'og:title': "", 'og:description': c, 'og:og:image:width': '610', 'og:image:height': '409', 'og:image': img } }) }); console.log(img); } else if ($(this).children().hasClass("fa-twitter")) { window.open("https://twitter.com/intent/tweet?text=" + content + " " + url); } else if ($(this).children().hasClass("fa-whatsapp")) { window.open("https://api.whatsapp.com/send?utm_source=whatsapp&text=" + content + " " + url + "?utm_source=whatsapp"); } return false; }); });Sentimen: netral (100%)