Sentimen
Positif (100%)
8 Jan 2023 : 21.53
Informasi Tambahan

Agama: Katolik

Kab/Kota: Brebes, Jember, Sumenep

Pembela Wong Cilik: Jose Rizal, MH Thamrin, dan Abdurrahman Wahid

Rmol.id Rmol.id Jenis Media: Nasional

8 Jan 2023 : 21.53
Pembela Wong Cilik: Jose Rizal, MH Thamrin, dan Abdurrahman Wahid

Entah bagaimana, nama Rizal membawa ingatan penulis ke nama pahlawan tertinggi Filipina, Jose Rizal yang meninggal 30 Desember. Hari peringatan kematian José Rizal ini merupakan hari libur di Filipina. Filipina menyebutnya sebagai hari Rizal.

Jose Rizal bukan hanya patriot tertinggi bangsa Filipina, ia juga disebut mesias (juru selamat) revolusi dan mesias penebusan. Sebutan lain Rizal ialah "Kebanggaan Ras Melayu" dan "Tokoh Besar Malaya."


Kebanyakan orang menyebut, Rizal lebih merupakan pelopor sebuah masyarakat yang terbuka, daripada seorang pejuang revolusioner yang menuntut kemerdekaan politik. Rizal juga disebut penganjur sistem perwakilan rakyat untuk menghasilkan pembaruan institusional dengan cara-cara damai, dan bukan melalui kekerasan.

Dalam hal ini Rizal adalah penganjur pembaruan politik anti-kekerasan pertama di Asia yang kemudian diikuti oleh Mahatma Gandhi. Bagi penulis Rizal adalah pejuang rakyat jelata Filipina di era penjajahan.

Di Indonesia, salah satu pejuang seperti itu di masa penjajahan adalah Mohammad Husni (MH) Thamrin. Entah sengaja atau tidak, nama kedua pejuang berbeda negara yang sama-sama lahir di abad 19 ini dipertemukan di sebuah perempatan jalan utama di pusat kota Medan. Itu membuat kota Medan menjadi satu-satunya kota di dunia yang mengabadikan pahlawan nasional Indonesia asal Betawi dan pahlawan nasional Filipina itu.

Bagi orang Sumatera Utara, utamanya Sumatera Timur, nama MH Thamrin mendapat tempat khusus di hati sanubari masyarakat. Di luar Jakarta, mungkin hanya Sumatera Utara saja yang mengabadikan nama pahlawan nasional ini sebagai nama jalan utama.

Di Medan, Pematangsiantar, Tebingtinggi, Kisaran, Tanjung Balai, Rantauprapat, dan Binjai nama Jalan MH Thamrin terletak di jalan utama di 7 kota Sumatera Utara itu. Berbeda dengan Sumatera Utara, di sejumlah tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur nama MH Thamrin (Husni Thamrin) menjadi nama gang, seperti di Brebes, Grobogan, Sumenep, dan Jember.

Sejarawan mencatat, MH Thamrin merupakan orang yang betul-betul merakyat dan gigih memperjuangkan nasib rakyat kecil, termasuk para kuli di Sumatera Timur. Dari sejarawan Belanda, Bob Hering, seperti yang ditulis oleh Arief Gunawan di RMOL pada 17 September 2022 berjudul "Ketua Umum JMSI Mengapresiasi Anugerah Jurnalistik M.H Thamrin" (klik link), kita tahu Thamrin berjasa membela nasib para kuli kontrak di perkebunan tembakau Deli.

Saat menjadi anggota Volksraad (DPR di zaman Hindia Belanda) tahun 1927-1929, Thamrin pernah berkunjung ke tanah Deli. Tidak heran, setelah era kemerdekaan Sultan Deli menjadikan nama MH Thamrin menjadi nama jalan di Medan, yang kemudian diikuti oleh sejumlah kota lain di Sumatera Utara, termasuk Binjai.

Di Binjai, Jalan KH Wahid Hasyim dan Jalan Husni Thamrin adalah sebuah jalan terusan. Sebagaimana diketahui, KH Wahid Hasyim adalah ayah KH Abdurrahman Wahid (Presiden RI IV).

Bila di era prakemerdekaan, salah satu pejuang yang dekat di hati rakyat Betawi dan Sumatera Utara dan hidupnya benar-benar merakyat (bukan demi pencitraan) adalah MH Thamrin, di era kemerdekaan antara lain adalah Bung Karno dan Bung Hatta. Keduanya, hingga akhir hayat diketahui tidak menumpuk harta.

Salah satu pemimpin kita yang setara dengan keduanya dan merupakan cermin dari keduanya adalah Gus Dur. Pada Gus Dur ideologi keduanya menyatu. Meminjam istilah Clifford Geertz, Gus Dur adalah santri yang abangan. Dari orang-orang terdekatnya Gus Dur dikenal sebagai orang yang berkantong kosong. Tidak heran, untuk mendapatkan penghasilan tambahan ia rela menjual kacang dan mengantarkan es.

Meski lama di pesantren, tidak ada yang meragukan kalau Gus Dur itu seorang modernis dan pembaru. Sama seperti Jose Rizal, pemikiran Gus Dur melewati batas negaranya, bukan karena ia lulusan Universitas Baghdad, Irak dan pernah melanglang buana ke Jerman dan Perancis. Tidak aneh bila pada 1993 Gus Dur menerima “Nobel Asia” dari negerinya Jose Rizal (Ramon Magsaysay Award), sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership.

Setara dengan Jose Rizal, Gus Dur luar biasa cerdas, filsuf, dan multitelenta. Sebagai orang bertalenta ganda, keduanya sastrawan hebat, keduanya penulis artikel; Gus Dur bahkan menulis tentang sepak bola, termasuk pernah mengulas sepak bola Piala Dunia.

Keduanya pemikir dan visioner. Keduanya sama-sama patriot pejuang wong cilik. Keduanya sama-sama berdarah Tionghoa. Keduanya kebetulan meninggal 30 Desember.

Bila nama Gus Dur diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study, nama Jose Rizal diabadikan menjadi nama sebuah provinsi. Di Provinsi Rizal inilah anggota keluarga Sumulong (keluarga ibu Presiden Filipina Corazon Aquiono 1986-1992) berpengaruh luas secara politik.

Bukan tidak mungkin, nama salah satu murid Gus Dur, yakni Rizal Ramli diambil oleh salah satu orang tua beliau dari Jose Rizal. Ayah Rizal yang asisten wedana dan ibunya yang guru tentu memiliki wawasan yang luas dan sudah barang tentu mengetahui sepak terjang Jose Rizal.

Rizal, yang lebih dikenal sebagai RR ini, karena sedari kecil sudah membaca surat kabar, besar kemungkinannya antara lain mendapatkan inspirasi dari Jose Rizal, Benigno Simeon ''Ninoy'' Aquino Jr (suami Corazon Aquiono), dan Corazon Aquiono.

Kepedulian kepada rakyat kecil dan antikekerasan ala Jose Rizal dan MH Thamrin, patriotisme ala Ramon Magsaysay, nasionalisme ala Bung Karno, kesederhanaan dan antikorupsi ala Bung Hatta, pluralis ala Gus Dur, dan ketaatan pada konstitusi dan demokrasi ala Corazon Aquiono niscaya telah membentuk RR yang sekarang.

Selain RR, Gus Dur juga memiliki murid yang bernama Mahfud MD. Sebagai orang yang intelegensianya sangat superior, masuk akal jika Gus Dur kemudian menaruh kepercayaan kepada orang jenius seperti RR dan Mahfud MD.

Sebagai orang yang visioner, tentu Gus Dur berharap keduanya akan bahu-membahu membangun bangsa yang adil dan Makmur. Gus Dur mungkin membayangkan mereka itu ibarat Corazon Aquiono dan Fidel Ramos (mantan Menteri Pertahanan Corazon Aquino).

Merujuk pada kondisi kekinian kita, Penulis dengan mudah memahami “kegeraman” RR bila ada murid Gus Dur yang menurutnya melenceng. RR pastilah meneladani nilai-nilai demokrasi yang dijunjung dan diperjuangkan sampai akhir hayat oleh Corazon Aquino, sekalipun ia tidak menjabat Presiden lagi.

Seperti kita ketahui, pada 1996 Corazon Aquino juga berkampanye untuk mencegah Presiden Ramos yang bermaksud mengubah konstitusi agar bisa menduduki dua kali masa jabatan presiden.

Penulis berdoa agar kedua murid berangkulan, berjabat tangan, dan bersama-sama beserta pejuang demokrasi yang lain membangun bangsa dan negaranya, bukan menjadi alat oligarki, sarjana stempel yang tak pernah berjuang, dan kaki tangan asing.

Dosen Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Sentimen: positif (100%)