Eks Wakil Ketua DPR Kecewa dengan Buzzer: Membahayakan, Menimbulkan Perpecahan
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pemilihan Umum di tahun 2024 merupakan pemilu terbesar sepanjang sejarah sebab pemilihan presiden dan legislatif digelar bersamaan, satu bulan kemudian, dilanjut dengan pemilihan kepala daerah secara serentak.
Dana penyelenggaraan pemilupun semikian besar mencapai Rp110 triliun, dana yang juga paling besar untuk penyelenggaraan pemilu.
Hal tersebut disampaikan politisi nasional yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI 2009-2014 Priyo Budi Santoso usai memberikan seminar dengan tema Aktualisasi Paradigma Administrasi Publik dan Implementasinya pada Pemilu dan Pemilihan di Indonesia Tahun 2024 di Universitas Majalengka, Kamis 5 Januari 2023.
Menurut Priyo Budi Santoso, yang menjadi pertanyaan adalah dengan anggaran sebesar Rp110 triliun, pemilu ini akan seperti apa dan bagaimana, diharapkan tidak sampai gagal.
Baca Juga: Benarkah Mahfud MD Desak KPK Ringkus Semua Buzzer? Begini Faktanya
“Jika gagal, maka akan rontok semua,” katanya.
Dia berharap tidak mengulang kejadian pada pemilu sebelumnya yang mengakibatkan banyak korban penyelenggara pemilu meninggal dunia.
“Banyak petugas penyelenggara pemilu yang meninggal, anggota KPU, anak buahnya di KPPS, Bawaslu, semua berduka, itu cost-nya sangat mahal, kita tidak ingin mengulang hal itu,” ujar Priyo.
Pada pembicaraan antara KPU dengan DPR, katanya, KPU telah diperintahkan agar bekerja secara maksimal, benar-benar bekerja secara serius tapi tidak boleh ada korban saat bertugas akibat kelelahan atau apapun. Untuk itu, aspek keamanan dan aspek kesehatan bagi para penyelenggaran pemilu harus benar-benar terjamin.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Bentuk Polisi Internet, 7x24 Jam Nonstop Siap Amankan Pemilu 2024
“KPU Pusat sudah diwanti-wanti agar memastikan seluruh aparatnya hingga di tingkat paling ujung yaitu KPPS harus tetap jaga kesehatan,” katanya.
Adapun yang menjadi PR sekarang pada penyelenggaraan demokrasi yang belum selesai, ujarnya, adalah lahirnya fenomena baru yang disebutnya varian penyakit demokrasi, lahirnya buzzer.
Menurut Priyo, buzzer-buzzer ini menjadi penyakit demokrasi yang akut yang membahayakan karena mereka dianggap menipu opini publik seolah mereka berdengung dan bersuara atas nama publik.
“Padahal keberadaannya membahayakan karena mereka membentuk opini publik seolah suara publik, padahal sebenarnya mereka hanya menimbulkan efek perpecahan dan efek sosial,” ujarnya.
Baca Juga: Masyarakat Tolak Pemilu 2024 Nyoblos Gambar Partai: Ibarat Beli Kucing Dalam Karung
Priyo mengaku prihatin, karena ternyata sebagian buzzer itu ternyata dihidupi oleh para pembesar-pembesar, politisi, dan pemegang kekuasaan dan itu adalah warisan buruk bagi demokrasi dan harus harus hapus.
“Munculnya cebong dan kampret boleh berlaku sesaat tapi tidak dilestarikan yang ujungnya perpecahan. Risikonya terlalu besar. Kita dikenal majemuk tapi masih bersatu, tapi ego kampret dilestarikan, aduh kecewa berat,” kata Priyo.
Prio mendorong kampus-kampus harus sering mengadakan olah intelektual baik secara akademis maupun praktis tentang pemilihan umum.***
Sentimen: negatif (93.9%)