Alasan penerbitan Perppu Cipta Kerja dianggap omong kosong
Alinea.id Jenis Media: News
Political Economy and Policy Studies (PEPS) memandang alasan penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Cipta Kerja adalah omong kosong. Pemerintah sempat mengklaim, kondisi dinamika ekonomi global adalah kegentingan untuk mengeluarkan Perppu.
Managing Director PEPS, Anthony Budiawan mengatakan, alasan itu terlalu dibuat-buat dan manipulatif. Banyaknya harga komoditas yang naik justru memberikan laba tersendiri bagi Indonesia, alhasil kondisi ini tidak dapat dianggap sebagai kegentingan.
“Tentu saja alasan ini mengada-ada dan manipulatif. Sejauh ini, kenaikan harga energi, harga pangan dan harga komoditas lainnya seperti mineral, batu bara, minyak sawit, dan lain-lainnya malah menguntungkan Indonesia, membuat ekonomi Indonesia membaik,” kata Anthony dalam keterangan, Sabtu (7/1).
Hal itu terlihat dari neraca perdagangan hingga November 2022 mencatat surplus 50,6 miliar dolar AS, tertinggi sepanjang sejarah. Sementara, dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang diperkirakan antara 5%-5,3%, kini dipatok minimal 5% pada tahun 2023.
“Selain itu, harga minyak mentah dunia juga sudah turun, bahkan pemerintah sudah merespons dengan menurunkan harga BBM (non subsidi). Semua ini jelas menunjukkan tidak ada “kegentingan memaksa” untuk dapat diterbitkan Perppu Cipta Kerja,” ujarnya.
Prasyarat kedua bahwa undang-undang yang dibutuhkan untuk mengatasi “kegentingan memaksa” belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, juga tidak terpenuhi. Karena, Indonesia sejauh ini sudah mempunyai berbagai macam undang-undang yang sangat memadai untuk mengatasi kondisi krisis, antara lain UU No 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, yang baru saja dibuat di masa pemerintahan Jokowi.
UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan tersebut sangat memadai mengatasi potensi krisis ekonomi dan keuangan. Sebagai bukti, undang-undang ini tidak ikut diubah di dalam Perppu Cipta Kerja.
“Artinya, tidak ada kekosongan hukum, sehingga prasyarat ketiga juga tidak terpenuhi,” ucapnya.
Sentimen: negatif (98.4%)