Sentimen
Positif (99%)
7 Jan 2023 : 03.17
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Hasanuddin

Tokoh Terkait

Jiwa Sosial Indonesia Diakui Dunia, Jadi Negara Paling Dermawan

7 Jan 2023 : 03.17 Views 17

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Jiwa Sosial Indonesia Diakui Dunia, Jadi Negara Paling Dermawan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kepedulian menjadi ciri khas warga Indonesia. Termasuk Sulsel. Bahkan, dinobatkan paling dermawan di dunia.

Kekuatan utama Sulsel dalam merawat kepedulian dan kedermawanan adalah faktor nilai kultur lokal. Sejak nenek moyang, gotong-royong, tolong menolong, dan senasib sepenanggungan telah diajarkan.

Tak heran, NKRI (Sulsel sebagai bagian di dalamnya) mendapat nilai tertinggi dalam World Giving Index atau indeks kedermawanan dunia versi Charities Aid Foundation (CAF). Kurun lima tahun bertutut-turut, Indonesia menjadi negara teratas dari sisi kedermawanan.

Dari sudut pandang psikologi, kedermawanan merupakan salah satu contoh dari perilaku prososial.
Biasanya diejawantahkan dalam lima bentuk dasar: menolong, berbagi, berdonasi, jujur, dan bekerja sama.

Di Sulsel, kultur daerah membuat sifat kedermawanan berangkat dari sudut pandang budaya. Masyarakat Sulsel dibesarkan dalam lingkungan yang beragam, seperti Bugis, Luwu, Makassar, Toraja, Mandar, dan suku lain.

Hal ini secara naluriah dan psikilogis seseorang membuat dirinya terbiasa dengan gotong royong, seperti berbagi makanan dan minuman kepada tetangga. Dalam konteks lebih luas, gampang membantu orang yang membutuhkan.

"Belum lagi kalau bicara dari latar belakang agama, mayoritas masyarakat Indonesia dan Sulsel memeluk agama yang secara umum mengajarkan para pemeluknya untuk berbuat kebaikan dengan sesama manusia dan lingkungan," beber Perdana Kusuma, psikolog sosial Universitas Negeri Makassar (UNM), Kamis, 5 Januari.

Keinginan untuk diapresiasi juga menjadi penguat seseorang ingin berbagi dan membantu orang lain. Meski tak dimungkiri, begitu banyak orang dermawan karena berangkat dari keikhlasan dan kebiasaan.

"Yang murni adalah ketika kedermawanan itu lahir dari dalam (internal) melalui hasil observasi dan pemaknaan terhadap apa yang terjadi di luar, tanpa mengharapkan imbalan atau balas jasa. Nah, secara spesifik ini disebut altruisme," lanjut lelaki yang kerap disapa Dana ini.

Sensitivitas Sosial

Dalam makna sepeifik, sifat dermawan muncul ketika seseorang memiliki keinginan untuk membantu orang lain dalam hal kebaikan. Biasanya ditunjukkan dengan beberapa kateristik. Misalnya, sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

Sensitivita sosial ini memunculkan keinginan untuk membantu sesama. Pada muaranya, muncul rasa puas terhadap sikap tersebut. Adanya pengalaman pendahuluan bisa menjadi indikator tambahan.

Ketika seseorang pernah dibantu dan merasakan kebahagiaan, maka muncul perasaan dari dirinya ingin membahagian orang lain juga. Lalu, afeksi atau perasaan yang membuat hadirnya pemahaman atas sikap yang ia lakukan, misal prinsip hidupnya adalah menolong sesama, inilah yang nantinya akan memunculkan sikap yang tegas dalam memutuskan menolong seseorang.

"Yang pertama karena secara kognifitif ia memiliki pengetahuan terhadap dermawan itu sendiri, baik secara agama, budaya, atau nilai yang dia ketahui akan berdampak positif terhadap sesama dan dirinya," papar Novita Maulidya Jalal, psikolog sosial dan keluarga UNM.

Selain itu, faktor budaya juga memengaruhi, apalagi di Indonesia kebudayaan kelompok masih tinggi. Tak heran, tolong-menolong dan saling bantu menjadi sangat kuat dalam kehidupan sosial.

"Belum lagi adanya keberagaman agama, yang memahami bahwa negara kita adalah negara kebertuhanan, sehingga itu memperkuat keinginan menjadi dermawan," lanjut Novita.

Sifat Dasar

Bangsa Indonesia merupakan bagian kultur masyarakat timur yang masih memegang kuat prinsip hidup secara komunal. Ini berbeda dengan masyarakat barat yang lebih individual.

Sehingga wajar nilai-nilai yang dianut tentu menekankan pada kehidupan bersama. Muncul sikap peduli terhadap orang lain yang terus terawat.
Demikian halnya dengan masyarakat Sulsel.

Banyak nilai-nilai Bugis-Makassar yang kemudian terlihat pada berbagai tradisi yang dilaksanakan secara bersama dan melibatkan orang banyak. Tentu saja ada beberapa faktor sosiologis yang memengaruhi.

Yang paling utama ialah adanya nilai kegotongroyongan yang kuat. Nilai itu tertanam sejak lahir, lalu menjadi prinsip yang dipegang berkelanjutan. Muncul kultur: menolong orang adalah sesuatu yang mulia.

"Dari awal kita sudah ditanamkan nilai dasar dan ideologi seperti itu," papar Sultan Djibe, sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas).

Struktur masyarakat turut memengaruhi. Indonesia yang masuk klasifikasi negara berkembang, belum sampai pada tahap nilai individualisme yang tinggi layaknya negara maju lain. Sehingga rasa hidup secara komunitas masih tinggi.

"Naluri dasar manusia dan masyarakat sebagai makhluk sosial menjadi faktor internal yang paling kuat memengaruhi. Di sisi lain, ada kecenderungan kedermawanan ini bersifat reaktif, yaitu muncul pada saat bencana-bencana tertentu," lanjutnya.

Memang ada korelasi. Ketika bencana sosial naik, kedermawanan seseorang juga besar. Hal ini turut dipengaruhi dari dominasi pertolongan yang dilakukan secara individu.

Efek Medsos

Sisi lain, tingginya rasa kedermawanan ini seiring dengan banyaknya penyalahgunaan rasa sosial masyarakat. Teknologi yang makin canggih juga menjadi faktor lain yang membuat kedermawanan masyarakat terpengaruh.

Dalam realisasinya, masih banyak orang yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Realitas media membuat masyarakat menjadi lebih mudah bersimpati dan empati kepada penderitaan yang dilihat melalui media.

"Sehingga pada akhirnya mereka hanya melihat yang di media sosial, padahal di sekitarnya ada yang lebih memprihatinkan," urai Idham Irwansyah Idrus, sosiolog UNM.
"Akhirnya mendorong munculnya lembaga-lembaga donasi berbasil digital yang mengeruk dana secara online. Hal ini membuat potensi dana dimanfaatkan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab," tandasnya. (fni/zuk/fajar)

Sentimen: positif (99.9%)