Sentimen
Negatif (79%)
5 Jan 2023 : 10.25
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Udayana

Kab/Kota: Tanah Bumbu

Kasus: penganiayaan

Partai Terkait

Sistem Proporsional Terbuka Timbulkan Keresahan Sosial

5 Jan 2023 : 10.25 Views 1

Merahputih.com Merahputih.com Jenis Media: News

Sistem Proporsional Terbuka Timbulkan Keresahan Sosial

MerahPutih.com - Penerapan sistem proporsional terbuka dan tertutup dalam pemilihan calon legislatif tengah menjadi perdebatan publik.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan berpendapat, sistem proporsional terbuka yang saat ini diterapkan menimbulkan beberapa persoalan yang memicu keresahan sosial di masyarakat.

Salah satu keresahan sosial tersebut terjadi lantaran tingginya surat suara tidak sah, bahkan pada 2019 lalu tercatat 17.503.953 suara tidak sah untuk pemilu DPR.

“Dengan fenomena ini, maka akan memunculkan sikap apatisme masyarakat nantinya dalam memilih pada Pemilu tahun 2024 yang akan datang, karena khawatir sudah menggunakan hak pilih, namun suaranya menjadi suara yang terbuang," kata Jimmy ketika dihubungi, Kamis (5/1).

Baca Juga:

Elite Partai Paling Diuntungkan dengan Pemilu Sistem Proporsional Tertutup

Tidak hanya itu, menurutnya, dengan modal besar yang dikeluarkan masing-masing caleg, akan meningkatkan ketegangan kompetisi, bahkan berujung konflik dengan teman satu partai.

Seperti yang terjadi pada 2019 lalu, adanya penganiayaan terhadap sesama caleg dari partai dan dapil yang sama dalam pemilihan anggota DPR di Provinsi Jawa Timur. Begitu juga penganiayaan caleg di Kabupaten Tanah Bumbu, yang juga satu partai.

“Bayangkan saja, jika konflik itu melibatkan para pendukung, bukankah akan menimbulkan konflik sosial yang besar di masyarakat? Sementara saat ini, Indonesia memiliki 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi, tentunya ini bisa jadi masalah besar nantinya," ujar Jimmy.

Menurut Jimmy, keresahan sosial lainnya akibat sistem proporsional terbuka ini, yaitu banyak calon legislatif yang gagal mengalami depresi, gangguan jiwa, bahkan bunuh diri seperti yang terjadi pada 2019.

“Apalagi besarnya modal yang digunakan, dengan asumsi yang besar menjadi pemenang, sementara caleg yang lain juga berani melakukan adu modal, akibatnya cost politik menjadi makin besar, menjadikan para calon akhirnya rela berutang atau bahkan menggadaikan rumah dan barang-barang berharga lainnya demi kemenangan," jelas dia.

Baca Juga:

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Dinilai Melemahkan Party-ID dan Demokrasi

Secara faktual jika ditelusuri, kata Jimmy, banyak anggota DPR serta anggota dewan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menggadaikan SK jabatannya ke bank pascadilantik.

“Coba saja dikonfirmasi para anggota DPR dan DPRD, hal ini dilakukan demi membayar utang dari biaya yang telah dikeluarkan," imbuhnya.

Sedangkan bagi pemilih, lanjut Jimmy, akan kembali kebingungan dalam melakukan pencoblosan, seperti pada 2019 lalu, sebab dengan adanya lima surat suara dalam waktu yang bersamaan, yakni surat suara presiden/wakil presiden, surat suara anggota DPR, surat suara anggota DPD, surat suara anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

“Belum lagi masing-masing surat suara calon DPR atau DPRD di provinsi/kabupaten/kota berisikan nama-nama calon yang begitu banyak, akhirnya pemilih tidak menggunakan rasionalitasnya dalam memilih, bisa saja. Akhirnya melihat pada foto atau karena popular, serta tidak mungkin jika pemilih nantinya bertindak yang mengakibatkan surat suara itu tidak sah,” pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

Legislator PKB Sebut Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Hasilkan Oligarki di Partai

Sentimen: negatif (79%)