Sentimen
Positif (80%)
5 Jan 2023 : 17.50
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Udayana

Kab/Kota: Tanah Bumbu

Kasus: penganiayaan

Alasan Pakar Sebut Pemilu Sistem Proporsional Terbuka Rawan Konflik

5 Jan 2023 : 17.50 Views 2

Jawapos.com Jawapos.com Jenis Media: Nasional

Alasan Pakar Sebut Pemilu Sistem Proporsional Terbuka Rawan Konflik

JawaPos.com – Munculnya isu Pemilu digelar dengan sistem proporsional tertutup terus menuai polemik. Banyak pihak menilai sistem tersebut akan mengembalikan Pemilu ke sistem lama. Di satu sisi, sistem proporsional terbuka yang telah diterapkan selama ini juga memiliki kelemahan.

Hal tersebut disampaikan pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan. Dia mengatakan, sistem proporsional terbuka bisa menimbulkan beberapa persoalan yang memicu keresahan sosial masyarakat apabila tidak diantisipasi. Salah satu keresahan sosial tersebut yakni tingginya surat suara tidak sah. Seperti pada 2019 lalu tercatat suara tidak sah mencapai 17.503.953 untuk pemilihan DPR RI.

“Dengan fenomena ini, maka akan memunculkan sikap apatisme masyarakat nantinya dalam memilih pada Pemilu tahun 2024 yang akan datang, karena khawatir sudah menggunakan hak pilih, namun suaranya menjadi suara yang terbuang,” ujar Jimmy kepada wartawan, Kamis (5/1).

Menurut Jimmy, dengan modal besar yang dikeluarkan masing-masing Caleg, akan meningkatkan ketegangan kompetisi. Kondisi ini bisa berujung konflik dengan teman 1 Partai. Seperti yang terjadi pada 2019 lalu, adanya penganiayaan terhadap sesama calon Partai, dalam Pemilihan anggota DPR RI satu Dapil di Provinsi Jawa Timur, begitu juga penganiayaan caleg Kabupaten Tanah Bumbu.

“Bayangkan saja, jika konflik itu melibatkan para pendukung, bukankah maka akan menimbulkan konflik sosial yang besar di masyarakat? Sementara saat ini, Indonesia memiliki 514 kabupaten/Kota dan 38 Provinsi, tentunya ini bisa jadi masalah besar nantinya,” tambah Jimmy.

Keresahan sosial lainnya yang terjadi, akibat sistem proporsional terbuka ini, yaitu banyak lagi calon legislatif yang gagal mengalami depresi, gangguan jiwa bahkan bunuh diri seperti yang terjadi di tahun 2019,” sebut Jimmy.

“Apalagi besarnya modal yang digunakan, dengan asumsi yang besar menjadi pemenang, sementara caleg yang lain juga berani melakukan adu modal, akibatnya cost politic menjadi makin besar, menjadikan para calon akhirnya rela berhutang atau bahkan menggadaikan rumah dan barang-barang berharga lainnya demi kemenangan” jelas Jimmy.

Jimmy menuturkan, secara faktual jika ditelusuri banyak anggota DPRD Kabupaten/Kota, anggota DPRD Provinsi atau bahkan anggota DPR RI telah menggadaikan SK jabatannya ke Bank pasca dilantik. “Coba saja dikonfirmasi para anggota DPR dan DPRD, hal ini dilakukan demi membayar hutang dari biaya yang telah dikeluarkan,” tandasnya.

Diketahui, sebanyak delapan fraksi di DPR RI kompak menyatakan sikap, ingin tetap sistem pemilu proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten terkait sistem pemilu proporsional tertutup.

Kedelapan fraksi di DPR RI yang menolak diberlakukannya proporsional tertutup yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Hanya fraksi PDIP yang tidak ada dalam pernyataan sikap bersama tersebut

Delapan fraksi itu tetap ingin mengacu pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7/2017 sebagai wujud menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

Editor : Edy Pramana

Reporter : Sabik Aji Taufan

Sentimen: positif (80%)