Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Tokoh Terkait
Perppu Cipta Kerja Langgar Prinsip Negara Hukum
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) periode pertama, yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2022 tentang Cipta Kerja melanggar prinsip negara hukum. Jimly mengatakan Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK seharusnya diperbaiki melalui revisi, bukan dengan Perppu.
"Tindak lanjut putusan MK soal uji formil pembentukan UU Cipta Kerja tidak sulit untuk dikerjakan dalam waktu 2 tahun. Sekarang masih ada waktu 7 bulan sebelum tenggat waktu Nopember 2023," terang Jimly, Rabu (4/1).
Menurutnya waktu tujuh bulan cukup untuk menyusun UU Cipta Kerja yang baru sekaligus memperbaiki substansi materi pasal-pasal dan ayat yang dipersoalkan masyarakat. Dalam prosesnya, ujar Jimly, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka ruang partisipasi publik yang berarti sesuai amar putusan MK.
"Tidak perlu membangun argumen adanya kegentingan memaksa yang dibuat-buat dengan menerbitkan Perppu dalam kegemerlapan malam tahun baru yang membuat kaget semua orang," cetus Jimly.
Perppu No.2/2022 tersebut resmi diumumkan oleh pemerintah pada Jumat (30/12/2022) di Istana Negara, Jakarta. Jimly mengingatkan bahwa pembentuk UU menurut konstitusi adalah DPR, bukan presiden. Apalagi, ujarnya, sudah ada putusan MK yang memerintahkan perbaikan UU No. 11/2020 tersebut.
"Bukan dengan Perppu tapi dengan UU dan dengan proses pembentukan yang diperbaiki sesuai putusan MK," ujarnya mengingatkan.
Ia menilai terbitnya Perppu itu telah melanggar prinsip negara hukum. Peran MK sebagai penjaga konstitusi dan DPR sebagai pembuat undang-undang menurutnya diabaikan. Penerbitan Perppu No.2/2022 untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, imbuhnya, bukan contoh penerapan hukum yang baik.
"Contoh rule by law yang kasar dan sombong," sesalnya.
PemakzulanSetelah ditandatangani oleh Presiden Jokowi, Perppu tersebut harus dikirimkan pada DPR RI untuk disetujui. Jimly mengatakan DPR bisa mengambil sikap tegas terhadap Perppu tersebut. Delapan fraksi di DPR menyatakan menolak tegas upaya agar sistem pemilihan umum (pemilu) dikembalikan pada sistem proporsional tertutup. Hanya Fraksi PDI Perjuangan yang setuju pada wacana itu.
"Kalau sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap mereka terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment (pemakzulan)," terang Jimly.
Apabila mayoritas anggota DPR siap, menurutnya sangat mudah untuk mengkonsolidasikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam forum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menyetujui langkah impeachment tersebut.
"Atau, bisa juga usul Perppu Cipta Kerja memang sengaja untuk menjeruskan presiden Jokowi untuk pemberhentian di tengah jalan. Kalau ada sarjana hukum yang ngotot memberi pembenaran pada Perppu Ciptaker ini, maka tidak sulit baginya untuk memberi pembenaran terbitnya Perppu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan," papar Jimly.
Ia menilai semua hal itu jadi puncak konsolidasi partai politik untuk mengambil jarak dan bahkan memberhentikan Jokowi dari jabatannya. Oleh karena itu, Jimly mengatakan sebaiknya baik pemerintah dan DPR berpegang pada norma tertinggi yakni Pancasila dan UUD 1945. (OL-13)
Baca Juga: Mahfud: Penerbitan Perppu Merupakan Hak Subjektif Presiden
Sentimen: netral (76.2%)