Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: Naif
Kab/Kota: Tanah Abang, Bogor
Tokoh Terkait
Eks Pimpinan KPK Nilai Perppu Cipta Kerja Lecehkan Kehormatan MK
Jawapos.com Jenis Media: Nasional
JawaPos.com – Penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dinilai menantang Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020. Musababnya, putusan MK telah menyatakan UU Cipta Kerja sebagai Inkonstitusional Bersyarat dan harus diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun.
“Penerbitan Perppu juga dapat dikualifikasi sebagai suatu sikap dan perilaku yang bersifat melecehkan, menyepelekan dan mendekonstruksi marwah dan kehormatan Mahkamah Konstitusi,” ucap mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, dalam siaran pers yang diterima JawaPos.com, Senin (2/1).
Menurut pria yang karib sapa BW ini, pernyataan berupa klaim berupa adanya kegentingan memaksa untuk menjustifikasi diperlukannya Perppu seperti dikemukakan oleh Menko Perekonomian dan Menko Polhukham atas nama Presiden Jokowi, a sangat prematur dan tidak materiil. Oleh karena itu, pengundangan Perppu itu justru mempertontonkan, bukan penggunaan kewenangan kekuasaan tapi justru indikasi tindak kesewenangan dimana ada keponggahan, kedegilan dan kebrutalan yang mengatasnamakan kewenangan.
“Ada memanipulasi argumentasi yang sangat fundamental dalam Perppu di atas dengan mengajukan alasan seolah adanya kegentingan memaksa dan terjadinya kekosongan hukum,” cetus BW.
Lebih lanjut BW mengatakan, dengan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja di akhir tahun 2022 kemarin, ada indikasi kuat, kekuasaan telah melakukan “subversi” dengan cara “menyabotase” pelaksanaan Putusan MK melalui penerbitan Perppu. Padahal Putusan MK memerintahkan dilakukannya Revisi UU Ciptaker yang dinyatakan sebagai inkonstitusional bersyarat dan mewajibkan dilakukannya meaningfull public participation.
“Apa lacur, Perppu ini tidak sekalipun melaksanakan pelibatan partisipasi publik dan membuat justifikasi sudah berkomunikasi dengan “Ketua” DPR saja dan bukan pada seluruh wakil rakyat yang ada di DPR,” sesal BW.
BW menjelaskan, ada dampak kegentingan yang memaksa akibat perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia, sehingga dijadikan dasar penerbitan Perppu, dinilai kontradiktif dengan kenyataan yang ada. Sebab, pernyataan Menteri Keuangan pada tanggal (21/12) di dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, menegaskan kondisi Indonesia dalam keadaan bai-baik saja.
Menkeu menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini berada dalam posisi yang stabil, baik itu dari sisi makro ekonomi, fiscal-moneter, dan sektor keuangan secara umum. Menkeu kata BW, menyebut bahwa penerimaan negara dalam kondisi yang bagus dan neraca perdagangan Indonesia dalam posisi yang baik. Hal itu dikonfirmasi dengan kondisi makro ekonomi berupa: neraca pembayaran, APBN, moneter, dan sektor riil pertumbuhannya baik dan dicoba terus perbaiki untuk memasuki tahun 2023. Begitu juga dengan kinerja ekspor Indonesia yang pertumbuhannya terjaga.
“Kewaspadaan yang dikemukakan oleh Menkeu atas kondisi global tidak menjelaskan dan menegaskan apapun adanya indikator suatu kegentingan memaksa. Labih dari itu, ketidakpastian geo-politik, tidak serta dapat dikualifiasi sebagai adanya kegentingan memaksa. Hal ini terlalu prematur dan berlebihan atau over claiming,” tukas Dosen Pasca Sarjan Universitas Djuanda Bogor itu.
BW mengatakan, apa yang dilakukan kekuasaan yang belum merevisi UU Cipta Kerja, tapi terus membuat peraturan pelaksanaan dengan tetap membiarkan ketiadaan partisipasi publik, tidak dapat dibenturkan dengan ada ketidakpastian geo-politik, serta dijadikan justifikasi terjadinya kekosongan hukum sebagai dasar pembuatan Perppu, tindakan yang naif dan berlebihan atau over claiming adalah tindakan kesewenang-wenangan.
“Ketidakpastian geo politik tidak dapat dijadikan dasar kewarasan untuk menyatakan adanya kegentingan memaksa, sehingga tidak dapat dijadikan dasar bahwa Perpu ini resmi mengugurkan status inkonstitusional bersyarat tersebut. Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009 yang dirujuk Menko Polhukham untuk mengeluarkan Perppu tidak menjelaskan sama sekali fakta material yang relevan, untuk dapat dijadikan dasar dari suatu kegentingan yang memaksa itu,” jelas BW.
Lebih lanjut kata BW, penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 dapat dituding sebagai salah satu perilaku koruptif dari kekuasaan yang menegaskan wajah otoritarianismenya. Musababnya, tindakan ini tidak berpijak sepenuh-penuhnya pada kewarasan yang berpucuk pada kehendak kuat untuk melindungi kepentingan kemasalahatan.
“Perppu ini sangat sombong dan menantang Putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional Bersyarat yang mensyaratkan dilakukannya pelibatan partisipasi publik penuh,” tandas BW.
Terpisah, terkaita banyak kritikan terhadap Perppu Cipta Kerja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa hal yang biasa dan wajar.
“Ya, biasa dalam setiap kebijakan, dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra,” kata Jokowi di sela-sela kunjungan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (2/1).
Kepala negara menegaskan, terpenting dalam setiap kebijakan dan regulasi yang diterbitkan bisa dijelaskan. “Tapi semua kita bisa jelaskan,” ucap Jokowi.
Sentimen: negatif (99.2%)