Sentimen
1 Jan 2023 : 10.49
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Banyuwangi, Wamena
Kasus: HAM, pembunuhan, penembakan
Tokoh Terkait
Rekomendasi Tim PPHAM Harus Berujung pada Permintaan Maaf Negara
Medcom.id Jenis Media: News
1 Jan 2023 : 10.49
Jakarta: Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) telah menyelesaikan tugasnya untuk menyusun laporan dan menyerahkannya kepada pemerintah. Negara diharapkan dapat mengakui dan meminta maaf terhadap korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM berat.
Kendati demikian, dua hal itu tidak bisa berdiri sendiri. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar mengatakan, harus ada rencana yang jelas dari negara untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM.
"Pengakuan dan permintaan maaf harus ditindaklanjuti dengan serangakaian action plans atau rencana tindakan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM secara keseluruhan," ujar Rivanlee di Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022.
Setidaknya, ada tiga bentuk pemulihan yang bisa diberikan negara kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, yakni kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Dalam hal kompensasi, negara di antaranya wajib membayarkan penghasilan terhadap korban yang dihilangkan secara paksa hingga saat ini dan hingga masa depan atau hingga dapat kejelasan, mengganti biaya membesarkan anak-anak ahli waris, dan membayarkan biaya pendidikan para ahli waris atau tanggungan para korban.
Untuk restitusi, negara diminta memulihkan mata pencarian dari korban atau keluarga korban yang ditinggalkan. Selain itu, negara juga wajib memberikan kepastian status atas kondisi akhir korban untuk memastikan hak keperdataan korban.
Adapun pemulihan dalam bentuk rehabilitasi antara lain kewajiban negara untuk menjamin perlindungan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan, termasuk bantuan psikologis bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Negara juga wajib memastikan adanya kemampuan kerja guna mendapatkan penghasilan bagi keluarga korban serta mengembalikan nama baik korban dan keluarganya.
Ketua Tim Pelaksana PPHAM Makarim Wibisono enggan mengungkap hasil rekomendasi pihaknya. Ia tidak menyangkal sekaligus tidak membenarkan saat dikonfirmasi terkait adanya rekomendasi tim kepada negara untuk mengakui dan meminta maaf terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.
"Saya diminta untuk tidak membicarakan isi laporan kepada media sampai Presiden membacanya," singat Makarim.
Diketahui, ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang berupaya diselesaikan melalui mekanisme nonyudisial, di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong 1989 Aceh, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Berikutnya Peristiwa Trisakti 1998, Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II 1998, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Banyuwangi 1999, Peristiwa Wasior 2001, Peristiwa Wamena 2003, dan Peristiwa Jambu Keupok Aceh 2003.
Kendati demikian, dua hal itu tidak bisa berdiri sendiri. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar mengatakan, harus ada rencana yang jelas dari negara untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM.
"Pengakuan dan permintaan maaf harus ditindaklanjuti dengan serangakaian action plans atau rencana tindakan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM secara keseluruhan," ujar Rivanlee di Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022.
-?
- - - -Setidaknya, ada tiga bentuk pemulihan yang bisa diberikan negara kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, yakni kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Dalam hal kompensasi, negara di antaranya wajib membayarkan penghasilan terhadap korban yang dihilangkan secara paksa hingga saat ini dan hingga masa depan atau hingga dapat kejelasan, mengganti biaya membesarkan anak-anak ahli waris, dan membayarkan biaya pendidikan para ahli waris atau tanggungan para korban.
Untuk restitusi, negara diminta memulihkan mata pencarian dari korban atau keluarga korban yang ditinggalkan. Selain itu, negara juga wajib memberikan kepastian status atas kondisi akhir korban untuk memastikan hak keperdataan korban.
Adapun pemulihan dalam bentuk rehabilitasi antara lain kewajiban negara untuk menjamin perlindungan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan, termasuk bantuan psikologis bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Negara juga wajib memastikan adanya kemampuan kerja guna mendapatkan penghasilan bagi keluarga korban serta mengembalikan nama baik korban dan keluarganya.
Ketua Tim Pelaksana PPHAM Makarim Wibisono enggan mengungkap hasil rekomendasi pihaknya. Ia tidak menyangkal sekaligus tidak membenarkan saat dikonfirmasi terkait adanya rekomendasi tim kepada negara untuk mengakui dan meminta maaf terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.
"Saya diminta untuk tidak membicarakan isi laporan kepada media sampai Presiden membacanya," singat Makarim.
Diketahui, ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang berupaya diselesaikan melalui mekanisme nonyudisial, di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong 1989 Aceh, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Berikutnya Peristiwa Trisakti 1998, Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II 1998, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Banyuwangi 1999, Peristiwa Wasior 2001, Peristiwa Wamena 2003, dan Peristiwa Jambu Keupok Aceh 2003.
(AGA)
Sentimen: negatif (100%)