Sentimen
27 Des 2022 : 15.34
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tiongkok
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Pemerintah Diminta Menghentikan Pemberian Konsesi ZEE ke Vietnam
27 Des 2022 : 15.34
Views 1
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Indonesia poros maritim dunia belum berjalan optimal. Namun, ada kredit positif terhadap pemerintahan saat ini, karena telah memberi perhatian yang besar pada dunia maritim.
"Hal ini sangat penting saya utarakan mengingat betapa Presiden-Presiden sebelum Presiden Jokowi seakan-akan abai pada sektor maritim. Jokowi dengan berani mencanangkan konsep Poros Maritim Dunia serta tol lautnya," kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya, Senin, 26 Desember 2022.
Saat ini, kata dia, terdapat satu situasi yang sebetulnya perlu mendapat perhatian bersama. Khususnya, terkait diplomasi maritim yang sedang berlangsung antara pemerintah Indonesia dengan Vietnam berkaitan dengan batas laut serta penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Dalam perundingan tersebut, tim diplomasi Indonesia disebut telah memberikan konsesi bagi Vietnam. Permasalahannya adalah pihak Vietnam sudah tidak lagi memakai posisi dasar single boundary line. Makanya, tim diplomasi Indonesia mempertimbangkan dari sisi positif untuk memberikan lagi tambahan konsesi kepada Vietnam.
Perundingan mengenai batas laut dan penetapan batas ZEE antara Indonesia dan Vietnam sebenarnya telah berlangsung sejak 21 Mei 2010. Namun, sampai saat ini belum mencapai kesepakatan.
Ia menyarankan pemerintah Indonesia tidak menerima usulan Vietnam. Sebab, bila menerima, Hakeng menilai justru Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar.
"Dengan memberikan konsesi sesuai keinginan Vietnam maka kita akan kehilangan potensi pendapatan dari SDA (sumber daya alam) maritim yang ada di wilayah tersebut dan kehilangan ini akan berlangsung selamanya," ujar Hakeng.
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Selatan, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di Indonesia. Selain kerugian besar dalam hal devisa negara, kata dia, hal itu akan membuat wilayah kedaulatan Indonesia berkurang.
"Dari segi kedaulatan justru perlu penegasan penetapan batas wilayah ZEE Indonesia. Jangan karena mengejar target maka menggunakan berbagai cara. Ini bukan strategi yang bijaksana," kata Hakeng.
Sebagai peserta United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Konvensi PBB tentang Hukum Laut sejak 1996, Vietnam dan Tiongkok patut diduga tidak menghormati hak berdaulat Indonesia. Ia mengatakan aktivitas nelayan-nelayan mereka di wilayah ZEE Indonesia merupakan tindakan melanggar hukum. Hal tersebut melanggar hak berdaulat sebuah negara sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 Pasal 56 ayat 1, Pasal 240, 244 dan 246.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) ini juga mempertanyakan apakah Kementeria Luar Negeri (Kemenlu) melibatkan Komisi I DPR dan kalangan akademisi, serta publik, dalam perundingan tersebut. Ia berharap pemerintah tak terkesan tidak transparan dalam hal konsesi perbatasan ZEE ini.
"Bahkan kabar yang saya terima serta adanya konfirmasi dari media, perwakilan KKP tidak dilibatkan dalam pertemuan teknis ke-14, karena memegang posisi yang berbeda. Bahkan saat pertemuan teknis ke-16, KKP juga tidak ikut pertemuan karena ketidakpuasan terhadap posisi komprominya," ungkap dia.
Ia mengungkapkan Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar dan belum dikelola secara maksimal sampai saat ini.
"Kerugian Indonesia akan semakin besar apabila konsesi ZEE diberikan oleh negara sesuai dengan keinginan Vietnam. Sumber daya ikan akan terkuras dan sumber daya alam lainnya akan beralih ke negara lain. Nelayan Indonesia pun akan semakin sulit untuk melaut dan menjaring ikan di sana karena wilayah tangkapnya dipersempit," tegasnya.
Ia menilai pemerintah tak perlu tergesa-gesa dalam mengajukan konsesi perbatasan ZEE dengan Vietnam. "Pencapaian diplomatik jangan sampai mengorbankan kesejahteraan para nelayan yang hingga saat ini hidupnya masih pas-pasan," ujar dia.
"Hal ini sangat penting saya utarakan mengingat betapa Presiden-Presiden sebelum Presiden Jokowi seakan-akan abai pada sektor maritim. Jokowi dengan berani mencanangkan konsep Poros Maritim Dunia serta tol lautnya," kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya, Senin, 26 Desember 2022.
Saat ini, kata dia, terdapat satu situasi yang sebetulnya perlu mendapat perhatian bersama. Khususnya, terkait diplomasi maritim yang sedang berlangsung antara pemerintah Indonesia dengan Vietnam berkaitan dengan batas laut serta penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
-?
- - - -Dalam perundingan tersebut, tim diplomasi Indonesia disebut telah memberikan konsesi bagi Vietnam. Permasalahannya adalah pihak Vietnam sudah tidak lagi memakai posisi dasar single boundary line. Makanya, tim diplomasi Indonesia mempertimbangkan dari sisi positif untuk memberikan lagi tambahan konsesi kepada Vietnam.
Perundingan mengenai batas laut dan penetapan batas ZEE antara Indonesia dan Vietnam sebenarnya telah berlangsung sejak 21 Mei 2010. Namun, sampai saat ini belum mencapai kesepakatan.
Ia menyarankan pemerintah Indonesia tidak menerima usulan Vietnam. Sebab, bila menerima, Hakeng menilai justru Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar.
"Dengan memberikan konsesi sesuai keinginan Vietnam maka kita akan kehilangan potensi pendapatan dari SDA (sumber daya alam) maritim yang ada di wilayah tersebut dan kehilangan ini akan berlangsung selamanya," ujar Hakeng.
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Selatan, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di Indonesia. Selain kerugian besar dalam hal devisa negara, kata dia, hal itu akan membuat wilayah kedaulatan Indonesia berkurang.
"Dari segi kedaulatan justru perlu penegasan penetapan batas wilayah ZEE Indonesia. Jangan karena mengejar target maka menggunakan berbagai cara. Ini bukan strategi yang bijaksana," kata Hakeng.
Sebagai peserta United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Konvensi PBB tentang Hukum Laut sejak 1996, Vietnam dan Tiongkok patut diduga tidak menghormati hak berdaulat Indonesia. Ia mengatakan aktivitas nelayan-nelayan mereka di wilayah ZEE Indonesia merupakan tindakan melanggar hukum. Hal tersebut melanggar hak berdaulat sebuah negara sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 Pasal 56 ayat 1, Pasal 240, 244 dan 246.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) ini juga mempertanyakan apakah Kementeria Luar Negeri (Kemenlu) melibatkan Komisi I DPR dan kalangan akademisi, serta publik, dalam perundingan tersebut. Ia berharap pemerintah tak terkesan tidak transparan dalam hal konsesi perbatasan ZEE ini.
"Bahkan kabar yang saya terima serta adanya konfirmasi dari media, perwakilan KKP tidak dilibatkan dalam pertemuan teknis ke-14, karena memegang posisi yang berbeda. Bahkan saat pertemuan teknis ke-16, KKP juga tidak ikut pertemuan karena ketidakpuasan terhadap posisi komprominya," ungkap dia.
Ia mengungkapkan Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar dan belum dikelola secara maksimal sampai saat ini.
"Kerugian Indonesia akan semakin besar apabila konsesi ZEE diberikan oleh negara sesuai dengan keinginan Vietnam. Sumber daya ikan akan terkuras dan sumber daya alam lainnya akan beralih ke negara lain. Nelayan Indonesia pun akan semakin sulit untuk melaut dan menjaring ikan di sana karena wilayah tangkapnya dipersempit," tegasnya.
Ia menilai pemerintah tak perlu tergesa-gesa dalam mengajukan konsesi perbatasan ZEE dengan Vietnam. "Pencapaian diplomatik jangan sampai mengorbankan kesejahteraan para nelayan yang hingga saat ini hidupnya masih pas-pasan," ujar dia.
(AGA)
Sentimen: negatif (84.2%)