Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Katolik
Kasus: pembunuhan, penembakan
Tokoh Terkait
Ahli Psikologi Ungkap Bharada E Memiliki Tingkat Kepatuhan dan Kejujuran yang Tinggi
Merahputih.com Jenis Media: News
MerahPutih.com - Ahli psikologi klinis, Liza Marielly Djaprie, dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi meringankan yang dihadirkan pihak terdakwa Richard Eliezer. Sidang berlangsung terbuka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atas perintah langsung Ferdy Sambo yang juga mantan Kadiv Propam Polri.
Baca Juga:
Romo Magnis hingga Reza Indragiri akan jadi Ahli Meringankan Bharada E
Dalam persidangan, Liza mengungkapkan bahwa Richard memiliki tingkat kejujuran dan kepatuhan yang tinggi.
Hal tersebut dikatakan Liza ketika penasihat hukum Richard, Ronny Talapessy, bertanya apakah Richard berkata jujur atau tidak.
“Apakah Eliezer ini berkata jujur atau tidak?” tanya Ronny ke Liza di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Liza menjelaskan, dirinya mendampingi Richard saat menjalani rangkaian tes di tahap penyidikan. Berdasarkan hasil tes, Richard memiliki kepribadian yang jujur.
Seperti dalam tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory. Dimana dalam alat tes inventori tersebut akan men-detect level kebohongan.
"Apakah bisa dipercaya? Realibitasnya bagaimana? Validitas hasil asesmen dia seperti apa? Dan semua berada pada hasil yang baik, dalam arti Richard berkata dengan jujur. Hasil-hasil asesmennya dia bisa dipertanggungjawabkan,” jawab Liza.
Liza menuturkan, kejujuran dalam Richard dapat dilihat dari gestur tubuh yang disampaikan ketika Richard berbicara, di mana gesturnya mengatakan kejujuran.
“Ada tingkat kejujuran yang cukup tinggi dalam arti ceritanya runut, kemudian gestur tubuhnya juga kita bisa membedakan mana gestur yang sedang berbohong atau tidak benar, mana gestur yang mengatakan kejujuran,” papar Liza.
Baca Juga:
Izin Senpi Bharada E dan Brigadir J Terbit karena Perintah Ferdy Sambo
Selain itu, dikatakan Liza, Richard juga memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi, sehingga mempunyai kerentanan dsn kecenderungan untuk lebih patuh dalam lingkungannya.
“Dari hasil tes tersebut, terlihat Richard punya tingkat kepatuhan tinggi, sehingga dia punya kerentanan khusus, kecenderungan tertentu untuk lebih patuh pada lingkungan,” jelas Liza.
Sementara itu, ahli filsafat yang juga saksi meringankan, Romo Magnis Suseno, menyebut keputusan suara hati yang singkat serta budaya ‘laksanakan’ mempengaruhi Richard saat menerima perintah menembak Brigadir Yosua.
Romo Magnis awalnya mengumpamakan ketika berada di sebuah tempat restoran dan melihat seseorang yang pergi. Saat itu melihat dompet yang tertinggal dan muncul suara hati yang berlawanan.
“Di situ suara hati akan mengatakan apa, ‘puji Tuhan saya dapat duit’, atau dia merasa ‘wah ini bukan hak saya, mungkin saya masih bisa mengejar’, suara hati,” ujar Magnis.
Magnis kemudian mengalihkan topik ke peristiwa penembakan di mana saat itu sang penerima perintah menembak tidak memiliki waktu. Khususnya untuk mempertimbangkan perintah dari atasannya, serta budaya ‘laksanakan’ yang membuatnya sulit menolak perintah.
“Di situ suara hati sering akan bingung. Bisa juga dia bertindak menurut suatu naluri. Misalnya naluri laksanakan perintah, itu ditanamkan di dalam dia tentu saja,” jelas pria kelahiran Jerman yang juga rohaniwan Katolik ini.
Dalam kasus ini, Richard didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (*)
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA]: Hakim Vonis Bebas Bharada E
Sentimen: positif (94.1%)