Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, nepotisme, korupsi
Perkuat KY, Sistem Perekrutan Hakim Agung Harus Diubah
Sindonews.com Jenis Media: Nasional
loading...
Jimly School of Law and Government (JSLG) mendorong perubahan sistem penerimaan calon hakim di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Jimly School of Law and Government (JSLG) mendorong perubahan sistem penerimaan calon hakim di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Perekrutan melibatkan Komisi Yudisial (KY) serta promosi, mutasi, dan sistem pemberhentian yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim.Direktur JSLG Muhammad Muslih menyatakan perubahan sistem perekrutan perlu dilakukan berkaca pada status tersangka dua hakim agung yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Peran KY perlu dikuatkan dalam penerimaan hakim untuk MA. Salah satu caranya membuat Komisi III sebagai stempel dari hakim yang sudah dipilih KY berdasarkan hasil seleksi," ujarnya, Sabtu (24/12/2022).
Baca juga: DPR Sepakati 2 Calon Hakim Agung dan 2 Calon Hakim Ad Hoc Tipikor
Dengan begitu, kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tinggal menetapkan dan menyetujui hakim saja, bukan memilih yang diusulkan KY.
Menurunnya, proses seleksi hakim agung di DPR RI selama ini sarat akan nepotisme dan diwarnai kepentingan. Sehingga siapa saja yang punya kedekatan dengan kekuasaan atau Komisi III bisa lebih mungkin terpilih. "Ini untuk antisipasi hakim-hakim yang punya etika kurang tidak lolos di saringan terakhir di DPR RI," tutur Muslih.
KPK menetapkan 10 tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Enam tersangka selaku penerima suap ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, empat tersangka selaku pemberi suap yaitu dua pengacara, yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana. Yakni Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Setelah dilakukan pengembangan penyidikan perkara tersebut, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Penitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Gazalba, serta Redhy Novarisza (RN) selaku staf Gazalba.
Muslih mengatakan kasus tersebut membuktikan bahwa harus ada perbaikan hukum yang komprehensif. "Operasi tangkap tangan hakim agung oleh KPK menyeret oknum pengacara, para pejabat, ASN, dan hakim agung lainnya di Mahkamah Agung, mengindikasikan bahwa hukum kian terpuruk," kata Muslih Sabtu, (25/12/2022).
Menurut Muslih, kasus tersebut berpotensi menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Pasalnya, publik bisa menilai sendiri kinerja aparat penegak hukum.
"Krisis etika dan integritas aparat penegak hukum maupun penyelenggara negara, membawa konsekuensi pada hilangnya kepercayaan publik kepada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum," ucap Muslih.
(muh)
Sentimen: positif (93.9%)