Sentimen
Positif (99%)
24 Des 2022 : 08.00

Mengenal Cancel Culture yang Ramai untuk Memboikot Tokoh Publik

24 Des 2022 : 08.00 Views 1

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

Mengenal Cancel Culture yang Ramai untuk Memboikot Tokoh Publik

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa tahun terakhir media sosial diramaikan dengan istilah cancel culture. Gerakan masif di dunia maya ini sering kali dilakukan terhadap sejumlah publik figur hingga sebuah produk. Baik itu tokoh luar negeri ataupun dalam negeri.

Misalnya yang dialami aktor Hollywood, Johnny Depp, ketika masyarakat meyakini dia telah melakukan kekerasan terhadap mantan istrinya, Amber Heard. Karier Johnny Depp pun terancam, kehilangan proyek film yang dikerjakannya.

Di Indonesia juga sempat beredar gerakan meminta masyarakat untuk melakukan unfollow akun media sosial hingga tidak mendengarkan lagu-lagu karya salah satu penyanyi yaitu Pamungkas. Gerakan masif itu dikarenakan adanya aksi yang dinilai tidak senonoh yang dilakukan oleh Pamungkas di atas panggung.

Kemudian beberapa pekan terakhir warganet mengajak tidak menonton film Like & Share. Hal tersebut disebabkan adanya tudingan pelakor yang dilayangkan kepada salah satu pemainnya, Arawinda Kirana.

Sebenarnya apa itu cancel culture?

Pengamat media sosial, Abang Edwin Syarif menyatakan cancel culture merupakan sebuah tindakan yang dilakukan masyarakat ketika perilaku atau tindakan seorang tokoh publik atau perusahaan tidak sesuai dengan norma yang ada. Kata dia, setiap orang yang dianggap sebagai tokoh publik akan dihadapkan dengan standar norma yang ada.

Atau para tokoh tersebut dituntut untuk tidak memiliki celah keburukan yang melanggar norma. Ketika hal tersebut terjadi warganet akan menarik dukungannya dengan berbagai tindakan sebagai bentuk pemboikotan.

"Cancel culture tadinya tidak sebesar seperti di media sosial. Tapi begitu ada media sosial itu jadi kaya ada exposure. Jadi makin besar," kata Edwin kepada Liputan6.com.

Kata Edwin, tekanan yang diterima para korban cancel culture juga sangat besar di media sosial. Dia mengistilahkan cancel culture seperti halnya pengadilan umum yang diterima oleh para tokoh yang dianggap menyalahi aturan. Beberapa kalangan masyarakat juga menganggap gerakan cancel culture sebagai bentuk sanksi sosial.

"Ada juga yang menyebut sebagai bentuk sabotase. Itu memang bagaimana sudut pandang kita melihatnya," ucapnya.

Menurut Edwin, tindakan cancel culture di media sosial terjadi sangat sederhana dan cepat. Yakni berpatokan pada kesalahan tokoh atau perusahaan tersebut. Sehingga perubahan sentimen pada masyarakat langsung berubah dari yang positif menjadi negatif.

Lencana terverifikasi atau centang biru belakangan jadi unsur penting dalam media sosial. Sebenarnya siapa saja yang bisa mendapatkanya? Dan bagaimana cara mendapat centang biru ya?

Sentimen: positif (99.6%)