Sentimen
Positif (100%)
23 Des 2022 : 20.15
Informasi Tambahan

Event: vaksinasi

Kab/Kota: Yogyakarta, Sleman, Bantul, Gunungkidul

Kasus: covid-19

Dampak Pandemi, Kenaikan Insiden dan Tantangan Eliminasi TBC tahun 2030

23 Des 2022 : 20.15 Views 1

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Dampak Pandemi, Kenaikan Insiden dan Tantangan Eliminasi TBC tahun 2030

Krjogja.com - PANDEMI Covid-19 di Indonesia yang terjadi sejak bulan Maret 2020 saat ini sudah memasuki penghujung tahun ketiga. Berbagai upaya pengendalian yang aktif, masif dan terstruktur telah dilakukan dan berhasil mengendalikan pandemi, dan tinggal menunggu waktu untuk keluar dari status pandemi menjadi endemi. Salah satu dampak pandemi yang sangat terasa di bidang kesehatan adalah menurunnya pencapaian penemuan kasus Tuberkulosis (TBC) secara nasional pada tahun 2020 dan 2021.

Seiring menurunnya kasus Covid-19 sepanjang tahun 2022, penemuan kasus TBC di Indonesia sudah meningkat kembali, bahkan sudah melampaui capaian tahun 2019, sebelum pandemi terjadi. Namun, Indonesia dikejutkan dengan keluarnya Global TB Report (GTB) 2022 dari WHO yang berisi situasi TBC dunia tahun 2021, mempublikasikan perubahan insiden TBC di seluruh dunia. Lantas, bagaimana dengan situasi TBC di Indonesia dan DIY?

Insidensi TBC Indonesia dan DIY

Menurut GTB 2022, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbesar kedua setelah India, menggeser China yang sebelumnya berada di posisi kedua. Estimasi insiden TBC di Indonesia naik menjadi sebesar 969.000 kasus (354/100.000 penduduk), naik dari estimasi sebelumnya sebesar 824.000 (301/100.000 penduduk). Sedangkan India masih tetap menjadi negara dengan estimasi jumlah kasus TBC terbesar yaitu 2.950.000 kasus (210/100.000 penduduk) dan China menjadi negara ketiga penyumbang kasus TBC dengan estimasi sebesar 780.000 kasus (55/100.000 penduduk). Namun jika kita melihat rerata jumlah kasus TBC per 100.000 penduduk, maka sebenarnya Indonesia (354) lebih tinggi dari India (210) maupun China (55).

Kondisi di DIY tidak jauh berbeda dengan kondisi di level nasional. Estimasi insiden TBC di DIY sebelumnya sebesar 9.064 kasus pertahun, naik menjadi 10.530 kasus pertahun. Estimasi masing-masing kabupaten/kota sebagai berikut: Kota Yogyakarta 1.570 kasus, Kabupaten Bantul 2.824 kasus, Kabupaten Kulonprogo 1.091 kasus, Kabupaten Gunungkidul 1.700 kasus dan Kabupaten Sleman 3.345 kasus.

Eliminasi TBC 2030

Komitmen Indonesia dalam menanggulangi TBC dituangkan dalam Peraturan Presiden No.67/2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Pada Bab II pasal empat disebutkan bahwa target eliminasi TBC pada tahun 2030 adalah penurunan angka kejadian (incidence rate) TBC menjadi 65/100.000 penduduk dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6/100.000 penduduk. Jika berdasarkan GTR 2022 estimasi insiden TBC saat ini sebesar 354/100.000 penduduk, maka dalam waktu delapan tahun harus mampu menurunkan insiden TBC menjadi 65/100.000 penduduk.

Kenaikan estimasi insiden TBC ini menunjukkan semakin banyaknya kasus baru TBC di masyarakat. Angka yang dirilis WHO tersebut berdampak pada penurunan prosentase pencapaian indikator eliminasi TBC di Indonesia, khususnya indikator Treatment Coverage (cakupan pengobatan) kasus TBC. Data kasus TBC yang tercatat di Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) sampai dengan 15 Desember 2022 sebanyak 528.269 kasus dari estimasi 843.000 kasus (62,7%). Jika menggunakan estimasi yang baru (969.000), maka cakupan pengobatan TBC nasional baru 54,5% yang artinya masih jauh dari target eliminasi sebesar 90%.

Sedangkan data kasus TBC di DIY dalam periode 2019-2022 berturut-turut sebesar 4.026 – 3.075 – 3.082 - 4.547 kasus. Pada periode 2020-2021 (pandemi Covid-19) mengalami penurunan signifikan karena ada kebijakan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) sehingga jumlah kunjungan ke fasyankes menurun serta terkonsentrasinya petugas kesehatan dalam pengendalian Covid-19 (tracing, swab dan vaksinasi). Tahun 2022 aktifitas masyarakat dan pelayanan kesehatan sudah relatif normal, sehingga penemuan kasus TBC (secara aktif dan pasif) juga meningkat menjadi 4.547 kasus (50,2% dari estimasi 9.064 kasus), bahkan sudah melampaui jumlah kasus TBC tahun 2019 (sebelum pandemi). Namun, dengan menggunakan estimasi yang baru (10.530) maka cakupan pengobatan TBC di DIY tahun 2022 baru 43,2%.

Secara epidemiologi, penurunan insiden TBC akan terjadi secara lebih cepat jika tiga syarat ini terpenuhi yaitu:
a.Semakin banyak kasus TBC yang didiagnosis dan diobati. Dalam Perpres 67/2021 ditargetkan pengobatan kasus TBC minimal sebesar 95% dari estimasi.

b.Semakin banyak kasus TBC menyelesaikan pengobatan secara tuntas (sembuh). Dalam Perpres 67/2021 ditargetkan angka keberhasilan pengobatan TBC minimal sebesar 90% dari total yang diobati.

c.Semakin banyak orang dengan infeksi laten TBC (ILTB) yang mendapatkan pengobatan pencegahan. Dalam Perpres 67/2021 ditargetkan cakupan pemberian terapi pencegahan TBC (TPT) sebesar 90% dari estimasi sasaran TPT.

Terpenuhinya ketiga syarat tersebut akan meminimalkan sumber penularan di masyarakat sehingga meminimalkan munculnya kasus baru TBC. Capaian ketiga syarat tersebut secara berturut-turut untuk periode tahun 2022 secara nasional adalah: 62,7% - 82,5% - 0,8%, sedangkan capaian DIY berturut-turut adalah 50,2% - 82,5% - 10,3%.

Strategi Eliminasi TBC

Eliminasi TBC 2030 bisa dicapai dengan upaya lebih keras dari multi sektor, bukan sektor kesehatan saja, sebagaimana pandemi Covid-19 kemarin. Enam strategi berikut ini harus dilakukan dan dievaluasi secara periodik kemajuannya:

1.Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam bentuk kebijakan, penyediaan SDM dan penganggaran yang memadai

2.Peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak pada pasien oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta

3.Intensifikasi upaya kesehatan dalam rangka penanggulangan TBC meliputi upaya promotif, pengendalian faktor risiko, penemuan dan pengobatan, pemberian kekebalan dan pemberian obat pencegahan

4.Peningkatan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang penanggulangan TBC meliputi alat diagnostik, obat, vaksin, layanan tepat guna, dan perubahan perilaku masyarakat yang mendukung eliminasi TBC

5.Peningkatan peran serta komunitas, pemangku kepentingan, dan multisektor lainnya melalui wadah kemitraan penanggulangan TBC

6.Penguatan manajemen program melalui penguatan fungsi perencanaan, pemantauan, penguatan kapasitas SDM, penguatan sistem pendanaan, penguatan sistem manajemen obat, dan peningkatan motivasi penanggulangan TBC. (Suharna, SKM, MPH, Analis Penyakit Menular Dinas Kesehatan DIY)

Sentimen: positif (100%)