Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Percaya Diri karena 12 Bulan Terkendali, Jokowi Beri Sinyal Pandemi Segera Berakhir
Sumutpos.co Jenis Media: News
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo menyatakan, ada kemungkinan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bisa berakhir akhir tahun ini. Hal ini dilandasi kasus Covid-19 terkendali selama 12 bulan terakhir.
Sebelumnya Jokowi bercerita, Indonesia pernah menghadapi kondisi sulit terutama ketika menghadapi pandemi Covid-19. Hingga kemudian perekonomian bisa kembali dinyatakan pulih.
“Saat (varian Covid-19) Delta masuk, kasus harian kita mencapai 56 ribu kasus. Saat itu saya ingat, hampir 80 persen menteri menyarankan saya
untuk lockdown. Termasuk masyarakat juga menyampaikan hal yang sama. Kalau itu kita lakukan saat itu, mungkin ceritanya akan lain saat ini,” kata Jokowi saat memberi sambutan dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Hotel Ritz-Charlton Jakarta, Rabu (21/12).
Kemudian, Jokowi menuturkan, setelah Delta muncul lagi Omicron. Puncaknya mencapai 64 ribu kasus harian. “Sehingga kita ingat saat itu, ada APD kurang, oksigen nggak ada, pasien numpuk di RS, untung saat itu kita masih tenang. Tidak gugup, tidak gelagapan sehingga situasi yang sangat sulit itu bisa kita kelola dengan baik,” imbuhnya.
Ia memaparkan, perjalanan sulit tersebut harus tetap diingat. Sebab hingga hari ini dengan segala kebijakan yang telah dilakukan, angka kasus Covid-19 semakin berkurang bahkan sangat mungkin PPKM akan segera dihentikan. “Kemarin kasus harian kita berada di angka 1.200. Mungkin nanti akhir tahun kita akan nyatakan berhenti PPKM,” ujar Jokowi.
Di Istana Negara, Jokowi menyatakan masih menunggu kajian dari Kementerian Kesehatan. Deadlinenya hingga akhir pekan ini. “Sehingga saya bisa siapkan Keputusan Presiden (Kepres) mengenai penghentian PPKM,” tuturnya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menyatakan, pihaknya sudah melaporkan mengenai kesiapan penghentian PPKM. “Sudah hampir satu tahun Indonesia landai,” ujarnya.
Badan kesehatan dunia (WHO) sudah memberikan syarat jika PPKM level 1 selama satu tahun maka masuk endemi. “Kementerian Kesehatan sudah mempersiapkan. Antara lain serologi survei,” ungkapnya.
Sementara, Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menilai, Indonesia sudah siap menghentikan PPKM. “Kita tinggal nunggu perintah saja dari Bapak Presiden, tapi secara persiapan insyaallah sudah siap,” kata Muhadjir di Hotel Borobudur, Rabu (21/12).
Muhadjir mengatakan, secara de facto Indonesia telah keluar dari pandemi Covid-19. Sementara itu, penetapan berakhirnya pandemi Covid-19 merupakan kewenangan WHO. “Ini sebetulnya kan selalu saya katakan, de facto kita ini sebetulnya sudah keluar dari pandemi. Ini tinggal karena untuk menetapkan kapan berakhirnya pandemi itu kan keputusan dari WHO, bukan dari kita ya,” kata Muhadjir.
“WHO itukan, tentu saja kita akan mematuhi regulasi yang ditetapkan WHO karena itu kesepakatan internasional ya. Tetapi bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan, termasuk pengambilan keputusan yang memang dipandang sudah tepat, yang agak berbeda dengan WHO,” sambungnya.
Terlebih, Muhadjir menilai dalam praktiknya warga Indonesia sudah tidak lagi menerapkan PPKM. Meski begitu Muhadjir meminta semua pihak tetap waspada. “Sehingga kita tentu saja tetap harus waspada karena ternyata kan juga varian-varian baru terus bermunculan kan walaupun varian baru itu sudah terbukti tidak seganas dan tidak semematikan dari varian yang awal-awal ya, tetapi juga bukan berarti kita lengah. Jadi sebetulnya praktik sehari-hari kita ini kan juga sudah, sudah, sudah tidak ada PPKM ya kan gitu. Jadi saya dukung, dukung arahan Pak Presiden,” imbuhnya.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati pun menyambut baik sinyal Presiden Jokowi yang menyebut pandemi segera berakhir. Menurut Menkeu, hal itu akan memberikan sentimen positif bagi ekonomi domestik. Jika PPKM dan PSBB dihentikan maka masyarakat bakal nyaman melakukan aktivitas ekonomi. “Dari sisi ekonomi, lebih confident lagi untuk masyarakat melakukan aktivitas normal, dan memperlakukan covid-19 sama seperti virus lain,” jelas dia.
Ani memandang, dihapusnya PPKM dan PSBB mampu mendorong ketahanan ekonomi di tengah masyarakat. Dengan begitu, ekonomi nasional di awal tahun bakal lebih baik lagi. “Saya harap ini memberikan dorongan, terutama pada awal tahun sesudah masyarakat melihat ini adalah sebagai situasi yang aman,” jelasnya.
Apalagi, ketahanan ekonomi domestik amat diandalkan ketika ekonomi global sedang bergejolak. Khususnya pada tahun depan dimana isu resesi global akan menghantui. Sejalan dengan wacana PPKM yang berakhir di akhir 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah melakukan exit strategy dengan pemetaan restrukturisasi targeted. Khususnya kepada sektor, industri, dan daerah tertentu yang masih terdampak scarring effect pandemi Covid-19.
Meski kredit tumbuh melebihi sebelum pandemi, masih ada scarring effect di sektor tertentu, terutama yang berkaitan dengan ekspor. Seperti UMKM, pariwisata, industri yang berorientasi ekspor. “Beberapa ekspor kita mengalami situasi pelemahan pasar di luar negeri. Seperti manufaktur, tekstil, dan alas kaki itu diberikan ruang untuk kemungkinan perpanjangan restrukturisasi sampe satu tahun lagi,” ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.
Kinerja sektor jasa keuangan, lanjut dia, memang sudah melebihi seperti sebelum pandemi. Kredit perbankan per Oktober 2022 tumbuh 11,95 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp 6.333 triliun. Sedangkan, pertumbuhan industri pembiayaan mencapai 12,7 persen YoY dengan nilai outstanding piutang sebesar Rp 402,6 triliun.
Meski demikian, Mahendra mengimbau acara tetap waspada terhadap perkembangan ekonomi global. Meliputi, pelemahan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi. Mengingat, harga energi dan pangan masih tinggi. Pasokan dan distribusi barang masih tersendat. Risiko stagflasi, bahkan resflasi (resesi ekonomi dan inflasi tinggi).
Makanya, penting bagi industri sektor jasa keuangan untuk melakukan pencadangan ke level yang lebih memadai. Dengan tujuan bersiap menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit atau pembiayaan dan risiko likuiditas. “Jadi race antara soft landing, crash landing, atau perfect storm. Jangan terlalu euforia dengan profit banyak buru-buru bagi dividen. Ini mesti dijaga,” tegas mantan wakil Menteri Luar Negeri itu. (dee/han/lyn/jpg/adz)
Sentimen: positif (99.8%)