Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Sambas
Tokoh Terkait
Dokter Spesialis Ortopedi RS Murni Teguh Dilaporkan ke Polisi
Sumutpos.co Jenis Media: News
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Evarida Simamora, seorang bidan desa di Kabupaten Tapanulitengah (Tapteng) diduga mengalami malapraktik di Rumah Sakit (RS) Murni Teguh, Medan Timur, saat dilakukan tindakan operasi oleh dr Spesialis Ortopedi berinisial PS dan kawan-kawan, pada 21 Nopember 2022 lalu.
Korban beserta keluarganya pun melaporkan kesalahan tindakan medis itu ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), dengan LP Nomor: STTLP/B/2215/XII/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara, pada Selasa (13/12) kemarin.
Kakak Kandung korban, Reynold Simamora, warga Jalan Kakap, Sibolga Sambas, Kota Sibolga yang membuat laporan mengatakan, terkait kesalahan operasi (malapraktik) ini, sebenarnya yang seharusnya dioperasi dan sesuai diagnosa selama sebulan lebih adalah kaki kiri korban yang sakit serta sesuai rekam mediknya (rontgen) ankle sinistra kaki kiri, namun di ruang operasi pada 23 Nopember 2022, sekira pukul 17.00 WIB, malah kaki kanan yang dilakukan tindakan medis dan diperban. Sehingga korban beserta keluarga melaporkan mal praktik tersebut ke Polda Sumut.
“Ini kita meminta pertanggungjawaban dokternya dan RS Murni Teguh Medan selaku pemberi fasilitas atas kesalahan tindakan operasi ini,” ujarnya kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (14/12).
Sehingga, jelasnya, pasien tidak bisa berjalan hingga saat ini, padahal biasanya masih bisa berjalan dengan kaki kanan menggunakan tongkat. Akhirnya pada Minggu ketiga pascakejadian tersebut, tepatnya pada 13 Desember 2022, pihaknya melapor ke Polda Sumut. Posisi korban saat ini masih di RS Murni Teguh Medan, lantai 5 kamar 517.
“Saat diminta keterangan dari pihak RS mengakui ada kesalahan, mereka juga mengakui ada kesalahan prosedur. Tetapi itikad baik dari RS belum ada, sehingga kami melapor ke Polda Sumut,” ungkapnya.
Reynold berharap, agar seluruh dokter di Indonesia, khususnya di Sumut agar lebih profesional dalam bekerja dan lebih berhati-hati. “Ini menjadi pembelajaran,” tandasnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Kesehatan, Dian Wahyuni E SKM MM MH Kes didampingi rekannya, Agus Sahat Sitompul SKM MH menceritakan kronologinya, saat itu korban masih diinfus, lalu disodorkan surat yang harus ditandatangani, lalu pasien bertanya, mengapa dirinya yang tanda tangan, sebab suaminya juga ada di RS. Tetapi karena tangannya sakit dan ternyata hanya butuh paraf saja, sehingga ia pun melakukan paraf itu.
Setelah itu, lanjutnya, pascaoperasi, di ruang pemulihan, suami korban membuka selimut pasien, suaminya terkejut karena yang diperban malah kaki kanan, sehingga tidak terima.
“Lalu dokter langsung naik ke ruangan tempat pasien dirawat dan pasien protes, kenapa kaki kanan yang dioperasi. Dokternya hanya bisa tertunduk saja tanpa bisa berkata apapun,” bebernya.
Kemudian, sambung Dian, pihaknya dan keluarga korban melakukan pertemuan bersama pihak RS. Direktur RS menyebut, bahwa hal tersebut memang kesalahan dokter.
“Harapannya, semoga kedepannya lebih berhati-hati dan dipastikan lagi yang mana yang harus diberikan tindakan operasi. Korban merasa sangat kecewa menerima kondisi seperti itu dan merasa tidak nyaman karena tidak bisa beraktivitas,” katanya.
Apalagi, terang Dian, korban juga merupakan seorang bidan, yang sudah 30 tahun bertugas sebagai bidan desa, di Puskesmas Desa Aek Raisan, Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapteng.
“Saat ini korban benar-benar tidak bisa berjalan. Apalagi operasi tersebut bukan urgen tetapi suatu perencanaan yang akhirnya disepakati bersama. Pihak RS sudah menyampaikan permohonan maaf, tetapi tentunya maaf saja tidak cukup, harus ada pertanggungjawaban dari dokter yang mengoperasi dan pihak RS Murni Teguh,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi membenarkan adanya laporan tersebut ke SPKT Polda Sumut dan mengatakan, masih dalam proses. “Betul dan masih dalam proses,” ujarnya singkat.
Sedangkan, Humas RS Murni Teguh Medan, dr Herman Ramli saat dikonfirmasi belum memberikan jawaban perihal mal praktik itu. (dwi/azw)
Sentimen: negatif (98.5%)