Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, kasus suap, korupsi
KPK Usut Penggunaan Uang Yang Diterima Kakanwil BPN Riau
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut adanya penggunaan uang yang diterima Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Riau, M Syahrir, dalam kasus suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, penelusuran tersebut dilakukan penyidik dengan memeriksa dua saksi yakni ibu rumah tangga atas nama Eva Rusnati dan ART di Rumah Dinas Kakanwil BPN Riau, Okta Mayasari. Keduanya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (12/12/2022).
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan aliran penggunaan sejumlah uang yang diterima tersangka MS," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (13/12/2022).
baca juga:Ali tidak menjelaskan pendalaman lainnya yang dilakukan penyidik terhadap para saksi tersebut. Namun dia mengatakan, pihaknya bakal terus berupaya mengumpulkan informasi dan alat bukti lewat pemeriksaan saksi maupun upaya paksa lainnya.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau, yakni Kakanwil BPN Riau, M. Syahrir; pemegang saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya; dan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso.
Perkara berawal saat Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU yang akan berakhir masa berlakunya tahun 2024.
Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangan kepada Frank Wijaya.
Sudarso kemudian menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan Syahrir yang menjabat sebagai Kakanwil BPN Riau dan membahas soal perpanjangan HGU PT AA.
Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Riau. Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya dan dalam pertemuan tersebut diduga ada permintaan uang oleh Syahrir sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 hingga 60 persen sebagai uang muka. Syahrir pun menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.
Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan Syahrir kepada Frank Wijaya dan kemudian mengajukan permintaan uang sebesar SGD120 ribu atau setara Rp1,2 miliar ke kas PT AA dan disetujui.
Sekitar September 2021, atas permintaan Syahrir, penyerahan uang SGD120 ribu dari Sudarso dilakukan di rumah dinas Syahrir dan Syahrir juga mensyaratkan agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi apapun.
Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau Pasal 5 ayat 1 huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun, M Syarir dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999.
Sentimen: negatif (95.5%)