Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Sriwijaya
Tokoh Terkait
Komentari Polemik KUHP, Prof Jimly Asshiddiqie: Itu Bikin Malu
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Polemik tentang KUHP yang baru di tengah masyarakat ikut menuai respons Pakar Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie.
Dia mengakui, usul pengubahan KUHP yang lahir sejak zaman Belanda itu sudah ada sejak 1963 lalu. Namun, pemerintah dan pihak terkait lainnya tidak kunjung melakukan perubahan.
Karenanya, Prof Jimly Asshiddiqie menyebut Indonesia patut berbangga bisa membuat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri menggantikan KUHP zaman Belanda.
"Masa sejak diusulkan, diubah pada 1963, sampai hari ini sudah abad ke 21, KUHP bikinan Belanda tidak berhasil digantikan oleh bangsa Indonesia yang merdeka. Itu bikin malu," kata Prof Jimly dalam keterangan di Jakarta Senin (12/12).
Oleh karena itu, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut berharap masyarakat menerima RKUHP dan mendukung pengesahannya menjadi UU.
Jimly juga tidak melarang masyarakat tetap kritis. Namun, kritikan itu bisa disalurkan melalui gugatan ke MK.
"Terima saja dahulu sambil kritisisme jangan berhenti. Kalau ada pasal-pasal tidak adil, ya, diajukan saja kepada Mahkamah Konstitusi," ucap anggota DPD RI itu.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Sriwijaya Dedeng Zawawi mengatakan mekanisme untuk memperbaiki KUHP adalah melalui uji materi ke MK.
Dia pun berharap MK sebagai lembaga tinggi objektif untuk memberi jalan tengah bagi pro kontra pasal-pasal di KUHP baru.
Dedeng menilai masih ada waktu selama tiga tahun menyosialisasikan KUHP baru sebelum diberlakukan.
Pemerintah harus menyosialisasikan KUHP baru kepada semua kalangan agar masyarakat bisa memahami maksud dan tujuan UU tersebut.
"Sebagai negara hukum, semestinya cukup menghargai karya bangsa Indonesia, KUHP sudah disahkan. Harus berpikir positif, semua kekurangan yang ada diperbaiki sesuai mekanisme yang sudah ditentukan," ucapnya.(ant/jpnn/fajar)
Sentimen: negatif (50%)