Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Bebek
Kasus: HAM, korupsi
Tokoh Terkait
Pemerintah Ungkap 4 Visi-Misi KUHP Baru
Republika.co.id Jenis Media: Nasional
KUHP tak bisa dibandingkan dengan hukum pidana negara lainnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, ada empat visi dan misi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR menjadi undang-undang. Pertama adalah konsolidasi.
"Konsolidasi KUHP ini dalam pengertian bahwa KUHP ini mencoba menghimpun kembali berbagai ketentuan hukum pidana yang di luar KUHP untuk kemudian dimasukkan ke dalam KUHP," ujar Eddy dalam diskusi daring yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dikutip Senin (12/12/2022).
Jauh sebelum hari ini ia menjelaskan, pascaperang dunia kedua itu banyak sekali kejahatan dimensi baru yang kemudian dianggap tidak bisa ditanggulangi oleh KUHP. Sehingga hadirlah dekodifikasi, yakni mengeluarkan beberapa ketentuan di dalam KUHP dan kemudian menjadi undang-undang tersendiri.
Beberapa contohnya adalah kejahatan jabatan dijadikan Undang-Undang tentang Korupsi dan terkait obat-obat terlarang dijadikan Undang-Undang tentang Narkotika. Selanjutnya yang terjadi di Indonesia saat ini dalam pembentukan RKUHP adalah rekodifikasi, yakni menghimpun kembali ketentuan-ketentuan yang berserakan di luar KUHP itu ke dalam satu kitab undang-undang.
"Tetapi kemudian dia tidak menegasikan undang-undang yang bersifat khusus. Jadi itu dibangun hanya semacam bridging articles untuk menjembatani dengan undang-undang yang eksisting," ujar Eddi.
Visi dan misi kedua adalah modernisasi. Ia menjelaskan bahwa KUHP yang lama sudah berusia lebih dari 200 tahun dan memiliki paradigma sebagai hukum pidana pembalasan. Artinya saat pembuatannya dulu, hukum pidana dijadikan sebagai lex talionis atau sarana balas dendam.
"Sementara di dalam KUHP baru ini kita merujuk pada hukum pidana modern, yaitu keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif," ujar Eddy.
Ketiga adalah harmonisasi. Pemerintah dan DPR mencoba untuk melihat berbagai ketentuan pidana di luar KUHP, yang kemudian diharmonisasi dan disinkronisasi dengan model pemidanaan yang ada dalam KUHP.
"Itu mengapa lalu kemudian KUHP ini mencabut Pasal 27, (Pasal) 28 UU ITE yang selama ini menjadi momok karena undang-undang ini sangat mudah dipakai untuk menangkap dan menahan seseorang," ujar Eddy.
"Ancaman pidana dalam UU ITE itu enam tahun, kita memasukkan berbagai ketentuan dalam UU ITE khususnya penghinaan dan pencemaran nama baik itu ke dalam KUHP, tetapi ancaman pidana itu jauh dikurangi," sambungnya.
Baca juga : Pj Heru akan Resmikan Slogan Baru 'Sukses Jakarta untuk Indonesia', Gantikan +Jakarta
Terakhir adalah KUHP yang baru berorientasi kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD), dan juga latar belakang kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Sehingga ditegaskannya bahwa KUHP tak bisa dibandingkan dengan hukum pidana negara lainnya.
"Dengan kata lain saya ingin mengatakan, sebetulnya saya tidak perlu risau, saya tidak begitu risau, saya cuek bebek dengan apa namanya yang dikatakan oleh pers asing soal perzinahan. Saya nggak ada urusan, karena memang tak bisa dibanding-bandingkan," ujar Eddy.
"Saya katakan kemarin dalam perwakilan di Amerika, bilang saya katakan 'Mengapa Anda tidak memprotes hukum pidana Rusia yang secara tegas-tegas melarang LGBT? Mengapa Anda tidak memprotes hukum Irlandia Utara yang secara tegas-tegas melarang LGBT? Mengapa soal kohabitasi kok Anda repot di Indonesia?'," sambungnya menegaskan.
Baca juga : Anies Safari Politik Pakai Jet Pribadi, Bawaslu Didorong Usut Sumber Dananya
Sentimen: negatif (100%)