ICW Ungkap Celah Kecurangan di Sipol KPU
Rilis.id Jenis Media: Nasional
RILISID, Jakarta — Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat kritik karena dinilai tak terbuka. Ada peluang terjadinya kecurangan di situ.
Hal tersebut diungkap Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam diskusi bertanjuk 'Jelang Pengumuman Verifikasi Faktual Partai Politik: Tolak Pemilu Curang!' di YouTube Sahabat ICW, Minggu (9/12/2022).
“Kami melihat di sana, karena ada ruang gelap di situ, ada potensi kecurangan yang mungkin akan terjadi,” kata Kurnia.
Kurnia menyadari bahwa memang tidak semua data dalam Sipol dapat disampaikan ke publik. Sebab, ada undang-undang yang mengatur soal perlindungan data pribadi.
Namun, ia meminta agar KPU dapat memberikan informasi ke publik terkait proses perkembangan terkait verifikasi faktual partai politik jelang pemilu 2024.
“Kami pasti memahami itu ada undang-undang tersendiri, ada Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, tapi bagaimana proses perkembangannya itu yang tidak bisa diakses masyarakat,” ungkapnya.
Kurnia menilai, soal perkembangan proses verifikasi faktual partai politik diperbolehkan disampaikan ke publik. Hal itu mengacu pada Pasal 3 huruf f dan i dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang berkaitan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabel dalam penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU.
“Dalam peraturan BKPP Nomor 2 tahun 2017, ada poin-poin tentang akuntabel, ada poin-poin tentang terbuka dan kepentingan umum yang semestinya bisa dikedepankan oleh KPU dalam konteks platform Sipol tersebut,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia berpandangan ketika ada ruang tertutup dalam proses verifikasi partai politik, maka dapat membuka celah terjadinya praktek kecurangan.
Ia mencontohkan, praktek kecurangan yang dapat terjadi adalah tindakan suap terhadap penyelenggara pemilu agar partai politik yang tak memenuhi syarat dapat diloloskan.
Contoh lainnya, hal itu dapat membuat adanya kecurangan berupa intervensi dari struktural penyelenggara pemilu. Misalnya, intervensi dari Komisioner KPU Pusat kepada jajaran struktural KPU Daerah dengan memberikan ancaman seperti rotasi pegawai KPU di daerah hingga pengurangan anggaran.
“Misalnya kepada KPU Pusat, KPU Daerah untuk meloloskan partai-partai politik tertentu yang sebelumnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat,” kata Kurnia.
Sentimen: negatif (87.7%)