Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Kelangkaan Migor Diduga Akibat Kebijakan HET yang Tak Didukung Sistem
Jawapos.com Jenis Media: Nasional
JawaPos.com – Saksi ahli birokrat dan ekonom Lukita Tuwo menyatakan, kelangkaan minyak goreng disebabkan oleh kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Terlebih, tidak ada lembaga yang mengontrol produksi sampai ke konsumen.
“Kelangkaan tidak disebabkan oleh tindakan produsen kelapa sawit ekspor, ini lebih kepada penetapan kebijakan HET yang tidak disertai oleh kelengkapan persyaratan agar kebijakan HET bisa jalan,” kata Lukita saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/12).
Lukita mengungkapkan, kebijakan penetapan HET yang dikeluarkan Pemerintah dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng bisa berhasil. Dia memandang, Pemerintah seharusnya mempunyai lembaga seperti PT Pertamina (Persero), untuk mengakomodir minyak goreng.
“Kelangkaan lebih terkait kebijakan HET yang tidak dilengkapi prasyarat lainnya, antaralain keberadaan lembaga seperti Pertamina yang memproduksi dan mengontrol distribusi sampai ke tingkat konsumen,” papar Lukita.
Dalam kesempatan yang sama, tim asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Malarangeng mengungkapkan, kebijakan kontrol harga (price control) dapat menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
“Menurunkan harga jauh di bawah harga produksi tanpa penguasaan ekosistem distribusinya kalau itu di negara komunis price control mendatangkan kelangkaan barang,” ucap Rizal.
Menurut Rizal, kebijakan kontrol harga bisa efektif apabila terdapat ekosistem yang memadai. Menurutnya, sampai saat ini tidak ada ekosistem yang baik dalam penerapan kebijakan kontrol harga minyak goreng di Indonesia.
“Yang saya lihat di migor, tidak ada ekosistem yang dipersiapkan dengan baik, sehingga price control yang ditetapkan dibawah harga produksi yang normal, membuat kelangkaan sebagai sebuah theoritical possibility yang nyata,” tegas Rizal.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan keuangan negara berjumlah Rp 18.359.698.998.925 atau Rp 18,3 triliun.
Kelima terdakwa itu ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Muhammad Ridwan
Sentimen: negatif (99.8%)