Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Ketahuan Minta Jatah Rp3,5 Miliar, KPK Tahan Kakanwil BPN Riau
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau, M Syahrir, terkait suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).
Syahrir diduga meminta uang sebesar Rp3,5 miliar untuk mengurusi HGU PT Adimulia Agrolestari.
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, untuk tersangka MS dilakukan penahanan oleh tim penyidik dengan waktu 20 hari pertama, terhitung 1 Desember 2022 hingga 20 Desember 2022," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/12/2022).
baca juga:Syahrir bakal mendekam di Rutan KPK pada Gedung C2 ACLC. KPK sebelumnya juga telah menahan dua tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni pemegang saham PT AA, Frank Wijaya, dan General Manager PT AA, Sudarso.
Perkara berawal saat Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU yang akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2024.
Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangan kepada Frank Wijaya.
Sudarso kemudian menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan Syahrir yang menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Riau dan membahas soal perpanjangan HGU PT AA.
Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Riau. Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya dan dalam pertemuan tersebut diduga ada permintaan uang oleh M Syahrir sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 hingga 60 persen sebagai uang muka. Syahrir pun menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.
Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan Syahrir kepada Frank Wijaya dan kemudian mengajukan permintaan uang sebesar SGD120 ribu atau setara Rp1,2 miliar ke kas PT AA dan disetujui oleh Frank Wijaya.
Sekitar September 2021, atas permintaan Syahrir, penyerahan uang SGD120 ribu dari Sudarso dilakukan di rumah dinas Syahrir dan Syahrir juga mensyaratkan agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi apapun.
Setelah menerima uang tersebut Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
"Atas rekomendasi MS tersebut, FW kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan," tutur Ghufron.
Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau Pasal 5 ayat 1 huruf (b) atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun, Syarir sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999.
Sentimen: negatif (99.2%)