Sentimen
Negatif (66%)
2 Des 2022 : 04.01
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, kasus suap, korupsi

Kakanwil BPN Riau Diduga Terima Gratifikasi Hingga Rp9 Miliar

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

2 Des 2022 : 04.01
Kakanwil BPN Riau Diduga Terima Gratifikasi Hingga Rp9 Miliar

AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penahanan terhadap Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau, M Syahrir, terkait kasus suap dan gratifikasi pengurusan Hak Guna Usaha (HGU).

Syahrir diduga menerima gratifikasi hingga mencapai miliaran rupiah.

"MS diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi," ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/12/2022).

baca juga:

Dia menuturkan, gratifikasi yang diterima Syahrir berlangsung selama kurun waktu 2017 hingga 2021. Meski begitu, jumlahnya dapat bertambah lantaran saat ini penyidik masih terus melakukan pendalaman.

"Akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," kata Ghufron.

Tak hanya itu, Syahrir juga diduga menggunakan sejumlah rekening bank dengan nama kepemilikan para pegawai Kanwil BPN Riau dan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.

Suap yang diterima Syahrir bermula ketika Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT Adimulia Agrolestari memerintahkan Sudarso selaku General Manager PT AA untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU yang akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangan kepada Frank Wijaya.

Sudarso kemudian menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan Syahrir yang menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Riau dan membahas soal perpanjangan HGU PT AA. 

Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Riau. Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya dan dalam pertemuan tersebut diduga ada permintaan uang oleh M Syahrir sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 hingga 60 persen sebagai uang muka. Syahrir pun menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.

Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan Syahrir kepada Frank Wijaya dan kemudian mengajukan permintaan uang sebesar SGD120 ribu atau setara Rp1,2 miliar ke kas PT AA dan disetujui oleh Frank Wijaya.

Sekitar September 2021, atas permintaan Syahrir, penyerahan uang SGD120 ribu dari Sudarso dilakukan di rumah dinas Syahrir dan Syahrir juga mensyaratkan agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.

"Atas rekomendasi MS tersebut, FW kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan," tutur Ghufron.

Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau Pasal 5 ayat 1 huruf (b) atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun, Syarir sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999.

Sentimen: negatif (66.3%)