Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Jabodetabek
Partai Terkait
Tokoh Terkait
PB IDI akan Gelar Aksi Damai Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law Hari Ini 28 November 2022
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akan menggelar aksi damai terkait adanya agenda penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law oleh badan Legislasi DPR.
Mereka akan menggelar aksi damai yang melibatkan lima organisasi profesi (IDI, PDGI IBI, PPN, IAI) beserta Organisasi kesehatan lainnya di depan Gedung DPR, Senin, 28 November 2022 ini.
Berdasarkan surat imbauan yang ditandatangani Sekretaris Jenderal PB IDI, Dr. Ulul Albab, SpOG, disebutkan bahwa aksi damai akan digelar mulai pukul 8.00 sampai 12.00 WIB.
Aksi damai PB IDI akan dilakukan di depan Gedung DPR RI di Jalan Gatot Subroto Nomor 1, RT1/RW3, Jakarta Pusat.
"Melalui surat ini, kami menyampaikan imbauan kepada seluruh ketua IDI Wilayah, IDI Cabang, dan Perhimpunan di seluruh Indonesia untuk serentak melaksanakan aksi damai di gedung DPRD di wilayah masing-masing," tutur Ulul Albab dalam surat yang diterima Pikiran-Rakyat.com pada Minggu, 27 November 2022 malam.
Baca Juga: Ridwan Kamil Unggah Foto Berambut Putih, Warganet Kaitkan dengan Pernyataan Jokowi
Ajakan aksi damai yang akan dilakukan PB IDI ini pun dilakukan dengan sejumlah ketentuan, yakni:
1. Aksi di tingkat nasional di Jakarta dihadiri oleh anggota IDI perwakilan dari PB IDI, perwakilan IDI Cabang, IDI wilayah dan perhimpunan yang berada di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.
Aksi juga diharapkan dapat dilakukan di tempat masing-masing dengan berkoordinasi sesuai dengan tingkatan Organisasi. Namun, jika ada anggota pengurus dari daerah yang akan mengikuti aksi damai di tingkat nasional, dapat berkoordinasi dengan koordinator.
2. Di dalam melakukan aksi agar tetap mengedepankan pelayanan. Pelayanan yang tidak boleh ditinggalkan adalah: UGD, ICU/ICCU, Ruang operasi, Ruang Persalinan, Ruang Perawatan, Pelayanan Primer (yang memerlukan tindakan gawat darurat).
3. Bentuk kegiatan penyampaian pendapat (orasi) dengan membentangkan spanduk dengan tulisan sesuai dengan ketentuan yang akan kami sampaikan kemudian.
4. Koordinator Aksi Damai di tingkat nasional adalah Ketua Umum PB IDI, sedangkan di tingkat Daerah adalah Ketua IDI wilayah atau ketua IDI Cabang.
8 imbauan kepada seluruh anggota untuk meramaikan tagar #TOlakRUUKesehatanOmnibusLaw di sosial media masing-masing.
Baca Juga: Ridwan Kamil Akui Lagi Dekat Dengan Partai Golkar, Tunggu Imsak Sudah Dekat
Seruan aksi damai itu disampaikan seiring dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan (Omnibus Law) terus berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sebelumnya, Wilayah Indonesia Timur yang dimulai dari Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan penolakannya terhadap penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan.
Dalam Jumpa Pers yang diadakan Sabtu, 5 November 2022 lalu, lima Organisasi profesi medis dan Kesehatan Wilayah NTB yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyampaikan bahwa ada banyak kondisi kesehatan di NTB yang umumnya dialami oleh wilayah indonesia timur yang lebih membutuhan perhatian segera oleh pemerintah pusat ketimbang RUU kesehatan ini.
Selama puluhan tahun koordinasi antara OP dan pemerintah kesehatan setempat berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi untuk mengatasi minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi tersebut.
“Kami mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU tersebut, terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah. Saat ini hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah. Namun sayangnya sektor kesehatan swasta belum dikembangkan sepenuhnya," ujar Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. dr Rohadi, SpBS(K).
"Meski demikian, kewenangan UU profesi tidak bisa dihilangkan, karena hal ini sudah berjalan dengan baik dan tertib. Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” ucapnya menambahkan.
Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Ditambahkan oleh Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah NTB, drg. Bagio Ariyogo Murdjani, Mengapa UU Profesi tidak boleh dihilangkan dan harus diatur dan dilindungi oleh undang-undang tersendiri.
Karena profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, bidan ini menyangkut hak pasien, banyak risiko, berkaitan dengan penerapan teknologi, dan menyangkut kepastian hukum, keadilan, serta keselamatan pasien.
UU di bidang kesehatan yang ada saat ini boleh dikatakan sudah berjalan dengan selaras seperti UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan, UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan RUU tentang Kefarmasian. Sebab semua UU tersebut merujuk kepada UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan (hasil revisi dari UU No 23/1992), dan semuanya dibuat oleh institusi yang sama, yakni DPR dan Pemerintah.
Baca Juga: Indonesia ‘Tak Diajak', Singapura dan 3 Negara Lain Daftarkan Kebaya sebagai Warisan Budaya ke UNESCO
Selain itu, semua UU tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu: memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi serta tenaga medis lainnya, memberikan kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi dan tenaga medis Kesehatan lainnya seperti Bidan, perawat, dan Apoteker, dan terutama perlindungan pelayanan kepada masyarakat.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi NTB H. Muhir, S,Kep, Ners dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi NTB Ni Wayan Mujuningsih, S.St., S.Sos mengatakan bahwa hal-hal lain yang perlu dijadikan perhatian, tenaga kesehatan juga merupakan warga negara yang memiliki hak-hak konstitusi yang sama, di antara hak-haknya adalah mendapat perlindungan hukum, perlindungan diri, harkat dan martabat, serta berhak memperoleh pekerjaan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.
Biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran.
Kemudian, pajak alat kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan biaya tinggi.
Selain itu, remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar lebih banyak yang mengabdi.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi NTB apt. Drs. Agus Supriyanto juga menyatakan bahwa OP Kesehatan tidak pernah memperoleh informasi ataupun diajak terlibat dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan ini.
Demikian juga dengan Pemerintah daerah dan Dinkes Setempat juga tidak mengetahui hal ini.
Padahal keberadaan OP kesehatan membantu tugas pemerintah dan dinkes daerah terutama dalam pemeriksaan latar belakang anggota, penanganan etik, dan lain-lain.
Sejalan dengan pernyataan Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan Nasional yang digaungkan beberapa pekan lalu, Kelima OP Kesehatan di NTB ini juga menyatakan siap mendukung perbaikan Sistem Kesehatan Nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional, namun tidak dengan menghilangkan UU Profesi yang sudah ada.***
Sentimen: positif (100%)