Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Gunung, Jember
Kasus: pencurian
Tokoh Terkait
Mirfano
Pemkab Jember Tertibkan Penambangan Batu Kapur di Gunung Sadeng
Beritajatim.com Jenis Media: Politik
Jember (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, menertibkan penambangan batu kapur di Gunung Sadeng. Sejumlah perusahaan tambang diketahui melanggar ketentuan dan akan dicabut hak pengelolaan lahannya.
Penertiban ini berawal dari keinginan Pemkab Jember memaksimalkan pendapatan asli daerah dari sektor pertambangan. Ada 19 perusahaan yang mengantongi hak pengelolaan lahan (HPL) yang merupakan barang milik daerah itu sejak 2015. Sertifikat hak pakai Pemkab Jember atas Gunung Sadeng seluas 190 hektare sendiri terbit pada 2013.
Selama bertahun-tahun, para pengusaha tambang itu tak maksimal dalam memberikan pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD). Dalam senuah kesempatan, Sekretaris Daerah Jember Mirfano pernah mengatakan, potensi pendapatan dari eksploitasi tambang bukit kapur di Gunung Sadeng mencapai Rp 300 miliar setiap tahun. Namun Pemerintah Kabupaten Jember hanya memperoleh pajak paling besar Rp 4,9 miliar pada 2021.
Pada 2019, PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari Gunung Sadeng hanya Rp 755 juta, pada 2020 hanya Rp 1,9 miliar, dan pada 2021 hanya Rp 4,9 miliar.
“Kami berupaya mengevaluasi kembali para pengusaha tambang yang bekerjasama dengan pemkab selama ini. Bayangkan, dari potensi Rp 300 miliar, pemkab hanya mendapatkan PAD maksimum Rp 4,9 miliar,” kata Mirfano.
Pemkab Jember kemudian melakukan inspeksi, evaluasi, dan verifikasi sementara terhadap perusahaan-perusahaan tambang itu. Hasilnya mengejutkan. Ada sejumlah persoalan yang muncul di Gunung Sadeng. Ada sejumlah perusahaan yang tidak memiliki kemampuan untuk mengelola, sehingga lahan justru dikuasakelolakan ke pihak lain.
“Pemegang HPL mendapatkan bagi hasil dan titipan kewajiban pendapatan asli daerah, tapi hanya dibayarkan sebagian kecil kepada Pemkab Jember,” kata Mirfano.
Menurut Mirfano, ada perusahaan yang tak memiliki peralatan tambang tapi bisa memberikan PAD hingga Rp 1 miliar ini yang memunculkan pertanyaan. “Jadi dia hanya memanfaatkan selembar kertas HPL, kemudian dikerjakan orang lain atau diperjualbelikan,” katanya.
Ketidakmampuan mengelola juga menyebabkan lahan dikuasai dan dikelola pihak lain tanpa seizin pemilik HPL dan Pemkab Jember. “Lahan dieksplorasi secara berlebihan, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan tanpa ada upaya reklamasi,” kata Mirfano.
Pemkab Jember menduga ada empat perusahaan yang memperjualbelikan hak pengelolaan lahan (HPL) seluas total 18,8 hektare. Mirfano mengatakan, pihaknya tengah mencari bukti-bukti kuat jual beli HPL tersebut. “Tapi dugaanya mengarah ke sana,” katanya.
Mirfano meminta jual beli HPL yang tidak prosedural juga harus dihentikan. HPL sepuluh perusahaan tambang yang beroperasi di Gunung Sadeng segera dicabut. “Kami minta kepada seluruh pengusaha untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan di barang milik daerah (Gunung Sadeng) Pemkab Jember, setelah surat pencabutan HPL diterbitkan,” kata Mirfano.
Selain itu, Pemkab Jember juga meminta agar penambangan ilegal oleh pengusaha yang tidak memiliki HPL agar dihentikan. “Ketika kami sidak seminggu lalu, memang penambangan berhenti. Tapi ketika kami pulang, besoknya kerja lagi melakukan penambangan ilegal. Kami minta dihentikan, karena itu pencurian barang milik daerah,” kata Mirfano.
Pemkab Jember akan memantau penambangan ilegal ini. “Kalau mereka masih bekerja, kami akan laporkan ke polisi,” kata Mirfano.
Pencabutan HPL ini bisa saja tak hanya dilakukan terhadap 10 perusahaan. Pemkab Jember masih terus memverifikasi beberapa perusahaan lain. “Bisa saja jumlah perusahaan yang akan dicabut HPL-nya bertambah,” kata Mirfano.
Pemkab Jember juga menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai status Gunung Sadeng sebagai barang milik daerah Pemkab Jember. “Saya khawatir Kementerian ESDM ini tidak tahu bahwa Pemkab Jember punya 190 hektare (lahan aset daerah Gunung Sadeng),” kata Mirfano.
Kementerian ESDM berwenang mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) bagi 19 perusahaan tambang yang mengeksplotasi Gunung Sadeng. “Banyak perusahaan yang merasa dengan memegang IUP sudah bisa mengerjakan. Dia tidak tahu bahwa lahan itu milik siapa,” kata Mirfano.
“Tapi kami sudah bersurat kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi, bahwa 190 hektare (lahan Gunung Sadeng) adalah sertifikat hak pakai milik Pemkab Jember. Kami berharap mereka mengevaluasi IUP yang diterbitkan,” kata Mirfano.
Selain melakukan penertiban, Pemkab Jember juga tengah meneliti beberapa perusahaan baru yang telah mengajukan proposal kerja sama. “Kami akan teliti sejauh mana kemampuannya, termasuk penyediaan peralatan yang memadai (untuk penambangan),” kata Mirfano.
Yang jelas, Pemkab Jember menginginkan adanya bagi hasil keuntungan dari perusahaan yang mengeksplotasi tambang batu kapur di Gunung Sadeng. “Perusahaan yang bermitra dengan kami harus memberikan kontribusi tetap dan berbagi keuntungan,” kata Mirfano.
Berapa nominal kontribusi dan persentase bagi hasil keuntungan itu? “Kami masih hitung supaya sama-sama win-win solution,” kata Mirfano. Semuanya akan dituangkan dalam peraturan bupati.
Selain itu, Pemkab Jember juga akan memperbarui peraturan daerah tentang pajak. “Rancangan peraturan daerah mengenai pajak masuk dalam pembahasan Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) tahun 2022, (ada perubahan) dari lima persen menjadi 25 persen,” kata Mirfano.
Menurut Mirfano, perubahan persentase pajak daerah ini menyesuaikan kondisi perkembangan zaman. “Angka pajak kita sudah kuno,” katanya. Perda pajak yang dimiliki Pemkab Jember saat ini adalah produk legislasi pada 2011.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat, naskah akademik dan naskah raperda akan kami kirim ke DPRD Jember dan perbupnya selesai difasilitasi di pemerintah provinsi,” kata Mirfano. [wir/ted]
Sentimen: positif (87.7%)