Sentimen
Positif (100%)
27 Nov 2022 : 10.59
Informasi Tambahan

BUMN: PLN

Institusi: Universitas Hasanuddin

Tokoh Terkait

Salah Kaprah Pak Menkes, Orang Kaya Harusnya Tetap Pakai BPJS

27 Nov 2022 : 17.59 Views 1

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Salah Kaprah Pak Menkes, Orang Kaya Harusnya Tetap Pakai BPJS

FAJAR.CO.ID, JAKARTA--BPJS Kesehatan mestinya menjadi hak semua warga negara. Kaya atau pun miskin.

Apalagi, kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan kewajiban semua warga negara. Bahkan, warga asing yang telah lama tiggal di RI, juga wajib.

Sikap Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang menyoroti orang kaya menggunakan BPJS Kesehatan, memantik reaksi. Tidak sepatutnya ada pembedaan klaim, sebab orang kaya dan miskin sama-sama berhak menggunakan layanan itu, sepanjang telah menjadi peserta.

"Kalau saya pribadi lebih bagus jika orang kaya pakai BPJS, justru menurut saya membantu," urai Dr dr Nurhidayat SKM MKes, pakar kesehatan Sulsel, Jumat, 25 November.

Konsep awal yang dibangun BPJS Kesehatan adalah saling membantu. Gotong royong. Keseluruhannya kemudian menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kalau dirimu mampu, maka bantu yang tidak mampu. Dalam hal ini banyak masyarakat kita yang tidak mampu bayar, apalagi saat pandemi, krisis ekonomi, orang miskin tambah banyak. Penduduk Indonesia yang sebanyak ini tidak mungkin negara subsidi semua, maka BPJS hadir," papar dosen STIKES Yapika, Makassar, itu.

Berbeda dengan Menkes, Nurhidayat justru berpendapat, akan sangat keliru jika orang kaya diarahkan tidak memakai BPJS. Langkah itu tidak membantu kalangan bawah. Sebab, orang kaya bisa saja pakai asuransi kesehatan lain yang lebih bagus.

Dahulu sebelum BPJS Kesehatan muncul, pegawai sudah menggunakan Asuransi Kesehatan (Askes). Saat pegawai negeri sakit atau tidak sakit, gaji mereka tetap dipotong.

"Kami percaya bahwa dengan gaji kami yang dipotong ini, ada saudara sakit yang butuh. Gaji kami yang dipotong untuk bayar Askes secara tidak langsung untuk bantu saudara. Begitupula BPJS. Ini harusnya yang ditanamkan," imbuhnya.

Mesti Pakai

Idealnya, orang kaya mesti menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kenyataannya, mereka justru lebih banyak tidak punya BPJS karena menggunakan asuransi non-pemerintah, atau asuransi komersil yang lebih bagus. Asuransi jenis itu bahkan bisa dipakai berobat keluar negeri.

Asuransi komersil ini menkover semua penyakit, tidak seperti BPJS mengecualikan beberapa tindakan dan pengobatan. Justru jika ada pernyataan Menkes bahwa orang kaya sebaiknya memakai asuransi kesehatan swasta, itu tidak bagus.

"Semua orang beda pendapat, kalau justru orang kaya diarahkan untuk tidak daftar BPJS dan beralih ke swasta, justru negara yang rugi di sini," jelas Nur.

Keterlibatan orang kaya dalam program BPJS Kesehatan merupakan salah satu cara tidak langsung membantu menkover kelompok yang tidak mampu. Apalagi, penduduk Indonesia masih banyak yang miskin dan tidak mampu bayar.

"Uangnya dari mana, siapa yang mau bayar, justru jika orang kaya tidak berpartisipasi daftar BPJS, negara yang akan rugi. Kalau orang kaya pakai, rata-rata berdasarkan pengamatan saya justru orang kaya lebih suka pakai asuransi, nanti terdesak baru pakai BPJS," ujar Nur.

Nur bahkan menegaskan, andai dirinya pengusaha kaya raya, pasti sudah menutup akun BPJS Kesehatan. "Ngapain bayar perbulan, tapi tidak kover semua, lebih bagus asuransi swasta, ada yang bisa dipakai di luar negeri," ujar perempuan yang juga Kepala Humas RS Ibnu Sina, Makassar ini.

Dengan demikian, orang kaya yang memakai BPJS Kesehatan justru membantu pemerintah. Batasan orang kaya juga belum jelas dalam JKN. Banyak orang kaya, tetapi utangnya juah lebih banyak.
Hanya kelihatan kaya saja, punya rumah mewah dan mobil mahal, tetapi sertifikatnya sudah ada di bank.

"Jadi orang kaya pakai BPJS tidak usah dipermasalahkan lagi. Ini haknya. Dia bayar dan palingan juga tidak pakai. Kalau isu ini dilempar keluar yang menyarankan orang kaya tidak usah pakai BPJS ini berbahaya bagi BPJS sendiri," kuncinya.

UU Mewajibkan

Senada, Marketing and Communication Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, Rian Puspitasari menuturkan warga wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan karena ada UU yang mengatur. Regulasi itu mengamanatkan bahwa setiap WNI wajib mengikuti program BPJS.

"BPJS, kan, wajib untuk semua warga negara. Ini hak mereka pakai BPJS, tidak bisa diganggu lagi," ujar Rian.

Ada pun bila orang kaya memakai BPJS, akan bagus. Apalagi, ada klasterisasi di dalamnya. Ada kelas atau tingkatan dalam BPJS, tergantung kekayaan. Orang yang tingkat kekayaannya lebih tinggi, juga membayar lebih mahal.

"Orang kaya yang mana dulu. Justru menurut saya kebanyakan orang kaya itu berobatnya langsung ke luar negeri, yang lebih bagus dan lengkap alat kesehatannya," kata Rian, sapaan akrabnya.

Butuh Kajian Mendalam

Humas BPJS Kesehatan Wilayah Sulawesi, Bobby Andrean, mengatakan sebagai penyelenggara, pihaknya hanya melaksanakan apa yang dikeluarkan pemerintah. Sebab, aturannya BPJS wajib bagi warga negara.

Bila terjadi perubahan aturan dari pemerintah, maka penyelanggara hanya mengikuti ketetapan yang berlaku.

"Tapi, isu Pak Menkes yang mengeluarkan pernyataan bahwa orang kaya sebaiknya tidak menggunakan BPJS, perlu di-follow up lagi. Apa benar Pak Menkes berkata demikian? Siapa tahu hanya salah kaprah," ujarnya.

Bila pun akan ada aturan baru orang kaya tidak boleh pakai BPJS Kesehatan, pasti akan melewati proses diskusi panjang dan kajian mendalam, sebelum akhirnya berlaku.

Sebelumnya, pada rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu, 23 November, Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan BPJS Kesehatan terbebani pengobatan orang kaya. Sebagian malah merupakan kaya raya atau konglomerat.

Untuk mendeteksi kelompok kaya raya, caranya gampang. Bisa dari nomor induk kependudukan (NIK), sudah bisa diketahui pengeluaran dan kapasitas listrik di rumahnya. Mereka yang menggunakan kWH di atas 6.600, masuk dalam kelompok orang kaya.

"Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA (kilovolt ampere), kalau kVA-nya udah di atas 6.600, ya, pasti itu adalah orang yang salah (tidak seharusnya ditanggung BPJS Kesehatan),” ujar Budi. (mia/zuk-dir/fajar)

Sentimen: positif (100%)