Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Piala Dunia 2022
Institusi: Dewan Pers
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Selangkah Lagi RKUHP Disahkan Jadi Undang-Undang, Protes Rakyat Tak Didengarkan
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hanya tinggal selangkah lagi menuju pengesahan, meski masih menuai banyak pertentangan.
Meski teriakan ketidaksetujuan banyak digaungkan rakyat, Pemerintah tampaknya abai dan terus bergerak maju memproses agar RKUHP segera disahkan menjadi Undang-Undang.
Hal itu terlihat saat Komisi III DPR bersama pemerintah yang diwakili Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyetujui RKUHP pada Kamis, 24 November 2022 kemarin.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan selanjutnya untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna DPR RI terdekat.
“Hadirin yang kami hormati kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah, apakah naskah RUU tentang KUHP dapat dilanjutkan pada pembahasan tingkat kedua, yaitu pengambilan keputusan atas RUU tentang KUHP yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat. Apakah dapat disetujui?,” tutur Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir yang memimpin jalannya rapat kerja di Jakarta.
Pertanyaan itu kemudian dijawab setuju oleh seluruh anggota Komisi III DPR yang hadir.
Untuk lebih mempertegas persetujuan mengenai pengesahan RKUHP tingkat I, Adies Kadir pun meminta seluruh perwakilan fraksi dan Wamenkumham menandatangani naskah RKUHP yang disepakati tersebut.
Baca Juga: Subdit PJR Polda Metro Jaya Tangkap Buronan Bareskrim Polri
Sebelum kesepakatan dibuat, seluruh fraksi di Komisi III DPR juga menyampaikan pandangan mini-fraksinya terlebih dahulu.
"Dari sembilan fraksi, tiga fraksi setuju dengan catatan, yaitu Fraksi PPP, Fraksi NasDem, dan Fraksi Partai Golkar. Kemudian yang lainnya setuju dan satu Fraksi PKS ikut keputusan forum,” ujar Adies kadir.
Dia mengatakan bahwa dalam pembahasan sejumlah pasal krusial RKUHP, pemerintah mengakomodasi sebagian besar keinginan dan masukan-masukan, baik dari masyarakat, akademisi maupun Komisi III DPR.
"Jadi, ada beberapa yang didrop, ada beberapa yang dihilangkan, ada beberapa yang disempurnakan," ucap Adies Kadir.
"Jadi, mungkin masih ada beberapa masyarakat yang belum terpuaskan tapi kami sadar bahwa untuk menuju kesempurnaan itu sangat susah, menurut kami inilah RUU KUHP yang terbaik, yang ditunggu-tunggu dan tidak membuat susah masyarakat daripada RUU kita yang lama," katanya.
"Paling tidak kolonialisasinya sudah dihilangkan atau dihapus,” ujarnya menambahkan.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyebut dengan pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang, maka diharapkan dapat menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia serta sebagai perwujudan dari keinginan untuk mewujudkan misi dekolonisasi RKUHP maupun peninggalan warisan kolonial.
"Demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat perkembangan di bidang hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai standar serta norma yang hidup, perkembangan dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia dan sebagai refleksi kedaulatan nasional yang bertanggung jawab," tuturnya.
Baca Juga: Sempat Dihantui Cedera, Harry Kane Dipastikan Tampil di Laga Kedua Piala Dunia 2022
Sebelum keputusan dibuat, Komisi III DPR RI bersama pemerintah juga terlebih dahulu membahas 23 daftar inventaris masalah (DIM) yang diajukan oleh fraksi-fraksi terkait sejumlah pasal krusial dalam RKUHP.
"Mengapa pembahasan bisa begitu cepat hari ini? karena pada hakikatnya apa yang diusulkan oleh dewan, kita setujui, pemerintah setujui sehingga pembahasan tadi sangat cepat dan bisa masuk pada persetujuan tingkat pertama," kata Edward Omar Sharif Hiariej.
Langkah pemerintah tancap gas mengurus pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang ini dilakukan di tengah banyaknya kritik dan permintaan untuk dilakukannya penundaan.
Salah satunya datang dari Dewan Pers yang mengirimkan surat ke Presiden Jokowi pada 17 November 2022 lalu, guna meminta agar pengesahan RKUHP ditunda.
Dewan Pers menilai ada sejumlah pasal dalam RKUHP tersebut yang dianggap dapat mengikis kemerdekaan pers. Tak hanya itu, masukan dari Dewan Pers masih belum diakomodasi.
“Pemerintah dalam tanggapannya bulan Oktober melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengakomodasi usulan reformulasi Dewan Pers terhadap pasal-pasal krusial dalam rumusan RKUHP. Hal ini sebagaimana respons pemerintah yang disampaikan pada saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 3 Oktober 2022,” kata Pelaksana Tugas (plt) Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya, Minggu, 20 November 2022 di Jakarta.
Pemerintah juga dianggap belum memberikan tanggapan soal pasal-pasal yang diajukan oleh Dewan Pers sebagai masukan.
Tidak ada pula penjelasan dari pemerintah, apa saja pasal masukan yang diakomodasi dan mana pula yang tidak diakomodasi beserta argumentasinya.
“Secara substansi RUU KUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers dan berpotensi mengkriminalisasikan karya jurnalistik. Secara prosedural Dewan Pers juga belum menerima respon balik yang resmi dari pemerintah atas usulan yang telah Dewan Pers sampaikan pada pemerintah pada 20 Juli 2022,” ujar Agung.
Dia mengutarakan, Dewan Pers telah menyampaikan usulan reformulasi RKUHP kepada DPR RI melalui Komisi III dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 23 Agustus 2022.
Baca Juga: Kontur Tanah Labil, Dua Rumah Warga di Pangandaran Rusak Diterjang Longsor
DPR pun menyambut baik usulan reformulasi tersebut dan kemudian menyerahkan usulan reformulasi kepada pemerintah.
Atas dasar itulah, Dewan Pers menyarankan –selain penundaan rencana pengesahan RKUHP— supaya terlebih dulu dilakukan simulasi kasus terhadap beberapa pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers.
Dewan Pers pun meminta transparansi draf RKUHP dari pemerintah yang dikirim ke DPR sehingga bisa dengan mudah diakses masyarakat luas.
Dewan Pers, tutur Agung, mendukung upaya pembaharuan KUHP sebagaimana telah dituangkan dalam naskah akademik RKUHP bahwa tujuan dari hukum pidana dan pemidanaan adalah untuk perlindungan masyarakat, kesejahteraan masyarakat, dan keamanan masyarakat. Selain itu di RKUHP juga tertuang misi pembaruan hukum pidana di dalam naskah akademik (konsolidasi, dekolonisasi, demokrasi, harmonisasi, dan aktualisasi).
Gaung penolakan juga datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), yang meminta agar Pasal-Pasal yang bermasalah dikeluarkan dari RKUHP sebelum diundangkan.
LBH Makassar mendesak agar DPR dapat mengeluarkan Pasal tindak pidana berat terhadap HAM yang diatur dalam Pasal 601 dan 602 RKUHP berdasarkan draf 9 November 2022 lalu.
"Pengaturan pasal ini sangat berbahaya bagi agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan upaya menghadirkan keadilan bagi korban. Pasal ini merupakan bentuk degradasi kekhususan tindak pidana pelanggaran HAM berat dan akan mengesampingkan asas-asas khusus dalam UU Pengadilan HAM," katanya.
"Ketimbang memasukan pasal tersebut, pemerintah RI seharusnya dapat fokus untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu lewat jalur yudisial sebagaimana dimandatkan UU No. 26 Tahun 2000 dan sesuai dengan standar internasional dengan menjamin hak atas kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, dan jaminan ketidak-berulangan," tutur LBH Makassar menambahkan.***
Sentimen: positif (97%)