Sentimen
Positif (100%)
25 Nov 2022 : 13.12
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Tesla

Institusi: Universitas Indonesia

Kasus: covid-19

Diplomasi Jokowi di Mata Dunia

Merahputih.com Merahputih.com Jenis Media: News

25 Nov 2022 : 13.12
Diplomasi Jokowi di Mata Dunia

MerahPutih.com - Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan di Bali, 15-16 November lalu, berhasil menghasilkan sebuah deklarasi bersama.

Tercapainya deklarasi menjadi hal yang cukup mengejutkan, sekaligus menggembirakan, mengingat konferensi tersebut dilaksanakan di tengah saat situasi geopolitik yang tidak kondusif dan meningkatnya tensi antara negara-negara besar yang juga menjadi anggota G20.

Baca Juga:

Jokowi Kembali Menyerukan Stop Perang Dihadapan Para Pemimpin G20

Negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), sempat mendesak adanya agenda pembahasan tentang konflik Rusia-Ukrania dalam KTT G20, termasuk mengusulkan mengeluarkan Rusia dari keanggotaan G20 dan menghadirkan Presiden Ukrania Volodymyr Zelenskyy dalam pertemuan KTT G20.

Negara-negara G7 juga mengancam melakukan walk out jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir dalam KTT G20.

Dalam hampir seluruh rangkaian pertemuan G20 di tingkat menteri atau Working Group, negara-negara G7 terus mengeluarkan pernyataan yang mengecam Putin atas invasi Rusia di Ukrania. Walhasil, seringkali pertemuan-pertemuan itu mengalami kebuntuan dan pada akhirnya hanya menghasilkan ringkasan pemimpin rapat (chair’s summary), bukan dokumen kesepakatan.

Tekanan dari negara-negara G7 membuat Indonesia sebagai tuan rumah G20 berada di posisi yang sulit. Padahal, di luar persoalan geopolitik, Indonesia sudah menetapkan tiga isu prioritas untuk dibahas, yakni tata kelola kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Ketiganya sangat relevan dengan upaya pemulihan ekonomi global yang terdampak pandemi COVID-19.

Berbagai upaya dilakukan Indonesia untuk merespon berbagai desakan, baik desakan kelompok yang pro atas usulan negara G7 maupun yang kontra.

Salah satu upaya yang terlihat adalah inisiatif Presiden Joko Widodo berkunjung langsung ke Rusia dan Ukraina untuk masing-masing menemui Putin dan Zelenskyy. Jokowi secara langsung mengundang mereka menghadiri KTT G20 di Bali.

Sayangnya, baik Putin maupun Zelenskyy tetap memilih tidak hadir secara tatap muka pada KTT G20. Rusia diwakili oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov, sementara Zelenskyy hadir secara virtual.

KTT G20 kali ini memberikan warna tersendiri dibandingkan konferensi G20 sebelum-sebelumnya. Tidak hanya sarat dengan segala kompleksitas terkait geopolitik, konferensi kali ini juga menghadapi tantangan besar karena berlangsung di tengah upaya pemulihan global pascapandemi.

Tema besar yang diusung Indonesia, “Recover Together, Recover Stronger”, mempunyai makna yang sangat dalam tentang pentingnya bangkit bersama, baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan. Prinsip inklusivitas dan leave no one behind dalam agenda pembangunan berkelanjutan telah didengungkan sedemikian rupa dalam berbagai forum.

Negara G20 diharapkan dalam mengimplementasikan kesepakatan utama secara konkrit, seperti pengumpulan dana pandemi (Pandemic Fund). Manfaat dari dana tersebut tidak hanya diarahkan untuk anggota G20, namun utamanya untuk negara-negara berkembang yang memiliki kerentanan atas tantangan dunia saat ini.

Presiden Joko Widodo di forum KTT G20. (Foto: Antara)

Mengawal implementasi hasil kesepakatan G20 ini menjadi penting mengingat forum G20 bukan forum yang mengikat. Di sinilah sesungguhnya kesuksesan Presidensi G20 Indonesia.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebutkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali menjadi bukti dunia mengapresiasi Indonesia.

"Ya diakui dan diapresiasi dunia," kata Hikmahanto seperti dikutip dari Antara.

Seperti diketahui, sebelum acara puncak KTT G20, Kota Istanbul, Turki diguncang bom dan menewaskan enam orang. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tetap datang ke Bali, tentu saja dengan pengamanan ketat seperti mobil antipeluru dan sebagainya.

Pengamanan di sekitar lokasi KTT G20 di Nusa Dua, Bali, juga diperketat selama penyelenggaraan. Bahkan, kepala negara yang hadir seperti Presiden AS Joe Biden, Presiden China Xi Jin Ping membawa serta kendaraan kepresidenan langsung dari negara masing-masing.

Hikmahanto menilai kondisi tersebut tidak menghilangkan poin-poin strategis dari KTT G20. Menurut dia, dunia melihat bahwa Indonesia banyak memunculkan inovasi untuk membuat perekonomian tumbuh. Di sisi lain, Indonesia sangat paham bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi apabila perang terus berlangsung.

"Di sini diplomasi Pak Jokowi sangat diapresiasi dunia. Mulai dari mengundang Ukraina sampai dengan bertemu langsung di Jerman dengan pemimpin G7, lalu ke Ukraina dan Rusia. Bahkan menit-menit akhir masih angkat telepon untuk pastikan semua hadir," tutur Hikmahanto.

Selain itu, Hikmahanto mengatakan, forum G20 juga mendatangkan manfaat langsung bagi masyarakat Bali. Selama pelaksanaan KTT G20 perputaran uang di Pulau Dewata pasti meningkat.

"Manfaat langsung di Bali adalah peningkatan perputaran uang. Masyarakat di seluruh Indonesia bangga karena banyak kepala pemerintahan terkenal datang ke Indonesia," ujarnya.

Baca Juga:

Jokowi Sebut Semangat Demokrasi Indonesia Harus Tecermin di KTT G20

Analis militer dan pertahanan internasional, Stanislaus Riyanta mengatakan, KTT G20 sukses dan mengangkat Indonesia terutama citra Jokowi di kancah internasional.

Stanislaus melihat, pesan yang disampaikan Jokowi dalam G20 terutama soal penghentian perang sangat tepat. Karena dilakukan pada momentum besar yang diikuti oleh negara-negara berpengaruh.

"Indonesia akan dipandang menjadi negara yang sangat berpengaruh di kancah internasional," ungkap Stanislaus.

Ia pun menilai, tak tepat membandingkan politik luar negeri Jokowi dengan Presiden sebelumnya.

"Karena konteks dan situasinya berbeda, setiap presiden mempunyai kelebihan masing-masing," tutur dia.

Namun, dia yakin Jokowi tetap memiliki daya tarik di dunia internasional. Ini dibuktikan dengan kedatangan mayoritas Presiden di negara maju dunia dan pujian akan kuatnya peran Indonesia sebagai presidensi KTT G20.

Hal berbeda diungkapkan oleh Pengamat hubungan Internasional dari Political and Public Policy Studies, Jerry Massie yang menilai diplomasi Jokowi masih belum berhasil mempertemukan langsung dua negara yang tengah berseteru, dalam hal ini Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke forum pemimpin dunia itu.

Ketidakberhasilan Jokowi mengajak keduanya hadir langsung menandakan diplomasinya yang belum maksimal. Padahal, beberapa waktu lalu Jokowi sudah mendatangi mereka satu per satu untuk menyampaikan undangan.

"Legacy Jokowi masih lemah. Khususnya Putin juga terlihat tak menghiraukan imbauan Jokowi soal stop perang," kata Jerry kepada Merahputih.com di Jakarta, Kamis (17/11).

Jerry juga mencontohkan adanya rudal yang nyasar ke Polandia saat KTT G20 berlangsung. Hal itu dianggap bahwa upaya perdamaian dunia yang diungkap Jokowi tak dihiraukan.

"Kurangnya sikap tegas untuk menghentikan perang. Penyampaian pesan Jokowi tak sampai dan hanya sebatas imbauan saja," kata peneliti dari American Global University ini.

Selain itu, bos Tesla Elon Musk yang sempat ditemui Jokowi di Amerika beberapa waktu lalu tak hadir secara fisik.

"Apalagi saat sesi zoom, Elon tampak mematikan lampu di belakangnya. Saya melihat Indonesia sebagai penyelenggara KTT tak punya power untuk membuat disegani," ucap Jerry.

Menurut Jerry, Jokowi harusnya lebih memberikan pesan yang konkret dengan memperingatkan Rusia secara langsung dan lebih tegas. Bukan hanya sekedar imbauan.

"Jangan sampai Putin tak menganggap posisi Indonesia. Seolah negara lain merasa Indonesia belum jadi salah satu kekuatan yang disegani," kata dia.

Ia juga melihat, pemimpin di era sebelum Jokowi tampak lebih baik dalam melakukan diplomasi ke luar negeri. Presiden sebelumnya dinilai Jerry selalu aktif dalam mengusahakan perdamaian dunia dengan turun langsung dan melakukan dialog dengan negara lain, dalam sejumlah kesempatan. Meski saat itu Indonesia tak punya jabatan khusus di forum global.

"Kalau Jokowi saya melihat mulai aktif saat Indonesia jadi Presidensi G20 saja," katanya. (*)

Baca Juga:

Saat Buka KTT G20 Jokowi Ingatkan Krisis Dapat Semakin Memburuk

Sentimen: positif (100%)