Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Samarinda
Kasus: Tipikor, korupsi
KPK Setor Rp 2,2 Miliar Cicilan Uang Pengganti Kasus Eks Bupati PPU Abdul Gafur
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang Rp 2,2 miliar ke kas negara.
Uang tersebut diterima KPK dari kasus dugaan suap paket pengerjaan proyek di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang menjerat mantan Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud.
"Jaksa Eksekutor Andry Prihandono melalui biro keuangan KPK, telah melakukan penyetoran ke kas negara uang sejumlah Rp 2,2 miliar dari pembayaran uang pengganti dan uang rampasan Terpidana Abdul Gafur Mas'ud dan kawan-kawan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (24/11/2022).
Uang Rp 2,2 miliar itu terdiri pembayaran dari Abdul Gafur terkait uang pengganti sejumlah Rp 1,5 miliar. Dengan pembayaran Rp 1,5 miliar ini maka sisa kewajiban uang pengganti Abdul Gafur senilai Rp 4,1 miliar.
Kemudian uang pengganti senilai Rp 111 juta dari Plt Sekda PPU Muliadi. Dengan demikian, sisa kewajiban uang pengganti Muliadi sebesar Rp 410 juta. Kemudian Rp 55 juta dari Kepala Dinas PUTR PPU, dan Rp 60 juta hasil rampasan yang jadi barang bukti.
"KPK tetap terus melakukan penagihan atas kewajiban uang pengganti dari para terpidana korupsi tersebut sebagai upaya untuk memaksimalkan asset recovery," kata Ali.
Diberitakan, KPK mengeksekusi mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Balikpapan.
Eksekusi dilakukan menindaklanjuti putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Samarinda terhadap Abdul Gafur yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
"Jaksa eksekutor Eva Yustisiana pada Rabu (19/10) telah selesai melaksanakan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Samarinda dengan terpidana Abdul Gafur Mas’ud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Kamis (20/10/2022).
Abdul Gafur akan menjalani pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 5,7 miliar.
"Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama 3 tahun dan 6 bulan dihitung sejak selesai menjalani pidana pokok," kata Ipi.
Sentimen: negatif (99.9%)