Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Garuda Indonesia
Event: Pemilu 2019
Kab/Kota: Senayan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Kans Duet Prabowo-Ganjar, antara Ancaman Cak Imin dan Skandal Kardus Durian
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Soliditas koalisi besutan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tengah diuji. Isu penjodohan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, menjadi penyebabnya.
Diketahui, dalam pakta perjanjian koalisi yang deteken Prabowo dan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, pada pertengahan tahun ini disebutkan bahwa urusan capres-cawapres akan ditentukan keduanya.
Dalam perkembangannya, masing-masing parpol bersikukuh untuk mengusung masing-masing ketum sebagai parpol. Alasannya, hal itu merupakan amanah kader parpol, sebagaimana kerap disuarakan para elite Gerindra dan PKB, termasuk dalam hal ini Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin.
Baca juga: Cak Imin Ancam Bentuk Komposisi Baru, Gerindra Singgung soal Komitmen Koalisi dengan PKB
Bahkan, Cak Imin sempat mengancam partai berlambang kepala burung garuda itu akan membentuk "komposisi" baru, bila Prabowo dan Ganjar akhirnya berduet di kontestasi nasional mendatang.
"Saya bikin komposisi lain (jika Prabowo-Ganjar berduet)," ucap Cak Imin ditemui di kantor DPP PKB, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Namun, menurut Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, siapapun yang nanti akan berpasangan dengan Prabowo di Pilpres 2024, akan melihat perkembangan situasi yang ada.
Oleh karena itu, ia meminta, agar semua pihak dapat bersabar dan menunggu, dengan siapa nantinya Prabowo akan menghadapi kontestasi pilpres untuk keempat kalinya itu.
"Ya waktu tentu saja berjalan, nanti akan sama-sama kita ikuti dengan siapa Pak Prabowo akan menjadi presiden, dengan siapa nanti Pak Prabowo akan berpasangan dalam hal memilih wakil presiden," sebut Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin sore.
Baca juga: Gonjang-ganjing Koalisi Pilpres 2024: Setelah Nasdem-Demokrat-PKS, Kini Gerindra-PKB Memanas
Kecil kemungkinan hengkang
Di sisi lain, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi memprediksi, kecil kemungkinan PKB akan hengkang dari koalisi yang telah dibuat dengan Gerindra.
Alasannya, parpol saat ini tengah berhitung tentang skandal "kardus durian" yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, kasus ini muncul ketika Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada kurun 2011 silam.
“Nilai jual Cak Imin tengah ambrol sehubungan dengan semakin menguatnya komitmen KPK yang akan membuka kasus ‘kardus durian’ yang konon melibatkan Cak Imin,” ujar Ari pada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).
ANTARA FOTO/RENO ESNIR Deputi Penindakan dan Eksekusi Karyoto (kiri) menyampaikan penahanan atas tersangka mantan Dirjen Holtikultura pada Kementerian Pertanian (2012) Hasanuddin Ibrahim (tengah) saat menggelar konferensi pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (20/5/2022). Hasanuddin Ibrahim yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 2016, ditahan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Pupuk Hayati untuk pengendalaian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) di Kementerian Pertanian Tahun 2013 yang diduga merugikan negera mencapai Rp12,9 miliar dari nilai proyek Rp18,6 miliar.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto sebelumnya mengungkapkan bahwa ekspose atau gelar perkara skandal kardus durian yang dilakukan forum pimpinan KPK sudah sangat objektif dan transparan.
Meski demikian, hingga kini belum dapat mengambil keputusan paling mutakhir mengingat adanya kemungkinan informasi baru dari penyidik dan jaksa yang sebelumnya mengusut serta menyidangkan kasus itu.
Baca juga: Soal Koalisi dengan Gerindra, PKB: Selama Patuhi Kesepakatan, Akan Tetap Jalan
Ari berpandangan bahwa ancaman Cak Imin yang diberikan kepada Gerindra merupakan langkah Wakil Ketua DPR itu agar dirinya dipilih Prabowo sebagai cawapres.
“Saya melihat isu tersebut sengaja dimainkan Cak Imin dan PKB untuk menekan Prabowo dan Gerindra agar segera mendeklarasikan pasangan Prabowo-Muhaimin, dengan meminjam nama Ganjar,” paparnya.
Gerindra sulit capai kesepakatan dengan PDI-P
Dalam pandangan Ari wacana duet Prabowo-Ganjar sulit tercapai karena PDI-P enggan kadernya menjadi nomor dua.
Sikap itu dipandang realistis, karena jumlah perolehan suara partai berlambang banteng itu pada Pemilu 2019 lebih besar ketimbang Gerindra.
Kala itu PDI-P menjadi parpol dengan perolehan suara terbesar, mencapai 27,5 juta suara atau setara 19,33 persen dari total suara sah nasional.
Sedangkan Gerindra berada di urutan ketiga karena mendapatkan 17,5 juta suara atau 12,57 persen dari keseluruhan suara.
Baca juga: Hubungan PKB-Gerindra Goyah, PDI-P Sebut Muhaimin Selalu Dekat dengan Puan dan Mega
“Padahal dalam rumus koalisi yang mengedepankan partai, dan elektabilitas tertinggi, sangat rugi jika PDI-P menempatkan Ganjar sebagai pengantinnya Prabowo,” ungkap dia.
“Raihan suara PDI-P jauh lebih tinggi dari Gerindra, dan elektabilitas Ganjar juga di atas Prabowo,” sambungnya.
Sulitnya Gerindra bekerja sama dengan PDI-P untuk merealisasikan Prabowo-Ganjar juga nampak dari sikap kader elitnya.
Baca juga: Belum Paham Maksud Cak Imin soal Komposisi Baru, Jazilul: PKB Tetap Solid Bersama Gerindra
Sampai saat ini, tak ada kader elit atau pengurus DPP PDI-P yang menanggapi wacana tersebut.
Komunikasi politik Gerindra dengan PDI-P belum terjalin, karena bersifat satu arah.
“Terlaksananya sepasang pengantin Prabowo-Ganjar hanya disuarakan elit-elit Gerindra saja,” imbuhnya.
-. - "-", -. -
Sentimen: negatif (88.3%)