Sentimen
Positif (99%)
22 Nov 2022 : 06.00
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Cimahi, Cianjur

Kepala Sekolah SMP Cimahi Kenalkan Cara Membatik Sederhana Gunakan Gutha Tamarin sebagai Perintang Warna

22 Nov 2022 : 06.00 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Kepala Sekolah SMP Cimahi Kenalkan Cara Membatik Sederhana Gunakan Gutha Tamarin sebagai Perintang Warna

PIKIRAN RAKYAT - Kecintaan terhadap batik membuat seorang guru di Kota Cimahi, Niken Apriani, terus menebar semangat membatik kepada para siswa. Gebrakannya dalam teknik pewarnaan batik menggunakan serbuk biji asam atau disebut gutha tamarin membuat proses membatik jadi lebih mudah, aman, dan ramah lingkungan.

Sejak 2011, Niken menggunakan serbuk biji asam tersebut sebagai perintang pengganti malam panas. Teknik itu dikenalkannya kepada para siswa tempat dia mengajar Seni Rupa di SMPN 3 Cimahi.

"Sudah sejak 2011 saya perkenalkan gutha tamarin untuk perintang pengganti malam panas. Penggunaannya lebih aman dan ramah lingkungan tanpa bahan kimia," ujarnya, Senin, 21 November 2022.

Baca Juga: Warga Cimahi Ikut Rasakan Guncangan Gempa Cianjur, BPBD: Belum Ada Laporan Kerusakan Bangunan

Kepala SMPN 13 Cimahi itu menjelaskan, gutha tamarin juga biasa digunakan pada proses membuat batik.

"Biasanya dipakai untuk pengental warna di pabrik garmen. Lalu saya coba sebagai perintang, cukup diganti mentega dan air akan mengental seperti gel. Hanya butuh plastik segitiga atau pipping bag sebagai pengganting canting," katanya.

Gutha Tamarin ditambah margarin untuk memberikan kandungan minyak, dimasukkan ke dalam plastik berbentuk kerucut serta bagian bawahnya diberi lubang kecil sehingga bisa digoreskan ke kain batik.

Niken yang menjadi guru sejak 1988 itu pernah mencoba berbagai bahan lain sebagai pengganti lilin panas. Mulai dari lem kayu hingga pengental warna atau manotex.

Baca Juga: PMI Konfirmasi 40 Anak Meninggal akibat Gempa Cianjur, Kemungkinan Bisa Bertambah

"Akhirnya pakai serbuk biji asam. Dapatnya mudah di toko-toko yang jual alat-alat membatik," katanya.

Menurut Niken, penggunaan gutha tamarin lebih aman karena tidak perlu digunakan dalam kondisi panas.

"Saya pernah ajarkan ke siswa membatik pakai malm atau lilin panas. Cukup berisiko karena wajan atau kompor panas bisa kena tangan, rawan tumpah, lebih ribet juga harus ada kompor dan perlengkapan lain. Setelah kain diberi warna, tinggal dicuci atau bilas di air mengalir, mudah dibersihkan dan bisa jadi pupuk tanaman. Jadi, tidak ada pencemaran karena dari bahan alami. Gutha tamarin juga bisa digunakan pada berbagai media lain hingga kayu," ucapnya.

Saat mengenalkan teknik tersebut ke peserta didik, Niken merasa mendapat respons positif.

"Anak-anak senang karena membatik tidak lagi ribet. Tinggal buat sketsa gambar dan dipertebal pakai gutha tamarin lalu diberi warna. Setelah itu cuci, keringkan, dan kain batik sudah jadi," ucapnya.

Tak hanya kepada peserta didik, keterampilan tersebut juga ditularkan Niken ke berbagai komunitas lewat kegiatan workshop, termasuk untuk anak-anak yang dibina di lapas khusus anak.

Atas idenya tersebut, Niken beberapa kali diundang ke luar negeri seperti Atase Pendidikan India, Filipina, hingga Jepang dan Swedia. Hasil karyanya juga terpampang di kantor kementrian, galeri Nasional, hingga pameran di berbagai daerah.

Baca Juga: Gempa di Cianjur, Seorang Anak Kecil Menangis saat Dibersihkan Darahnya

Meski sudah cukup lama mensosialisasikan penggunaan gutha tamarin, lanjut Niken, tetapi ia belum mendaftarkan hak paten atas inovasinya tersebut.

"Pernah sekitar 2015 mau daftarkan paten penggunaan gutha tamarin sebagai perintang warna pada batik, ternyata biayanya cukup mahal Rp30 juta untuk 5 tahun. Akhirnya saya patenkan karya saja, saya buat lukisan dengan beberapa layer kain, di mana seperti penggunaan sutra organdi yang warna polos putih seperti kain Gordin namun pada saat diwarna malah tembus pandang seperti kaca. Sehingga lukisan tampak depan dan samping berbeda, seperti 3 dimensi," ujarnya.

Menurut Niken, potensi penggunaan Gutha Tamarin pada batik cukup besar.

"Di Pulailu Komodo itu hanya ada pohon asem. Malah saya diminta mengajarkan membuat gutha tamarin dari biji asem itu, karena sejauh ini katanya Indonesia malah impor dari India," katanya.

Niken menyatakan, batik merupakan kearifan lokal Indonesia yang harus diwariskan kepada generasi penerus.

"Kreatifitas dan inovasi saya ini menjadi salah satu alternatif kriya tekstil yang bisa memperkaya khazanah budaya membatik. Bahkan, dengan anak-anak belajar membatik dengan sederhana hingga mencintai batik sejak dini juga bisa lahir inovasi lain yang bisa memperkaya batik Indonesia," tuturnya.***

Sentimen: positif (99.2%)