Sentimen
Positif (96%)
20 Nov 2022 : 15.14

Kepala BRIN: Jadi Negara Maju Harus Miliki Riset yang Kuat

Republika.co.id Republika.co.id Jenis Media: Nasional

20 Nov 2022 : 15.14
Kepala BRIN: Jadi Negara Maju Harus Miliki Riset yang Kuat

Kepala BRIN sebut tidak mungkin jadi negara maju tanpa dukung riset yang kuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyebutkan, untuk dapat meningkatkan pendapatan perkapita, yang menjadi salah satu tolak ukur negara maju, maka perlu menghasilkan nilai tambah ekonomi dari berbagai komoditas. Karena itu, kata dia, riset harus menjadi bagian penting dari upaya pemerintah untuk menjadi negara maju.

"Untuk bisa memberikan nilai tambah itu, tentu kita perlu riset. Itu pula sebabnya negara maju risetnya kuat dan maju. Negara maju tidak mungkin tanpa riset yang kuat. Karena kalau tidak punya riset yang kuat, kita hanya bisa jualan bahan mentah saja. Nilai tambahnya rendah dan tidak signifikan," kata Handoko dilansir dari laman BRIN, Sabtu (19/11/2022).

Meski begitu, Handoko tidak menutup mata jika riset di Indonesia saat ini masih jalan di tempat. Menurut dia, hal itulah yang menjadi pemikiran dasar dari lahirnya keputusan politik yang besar dari presiden untuk membentuk BRIN.

"Kita harus akui ada sesuatu yang kurang. Selama 50 tahun ini dari tahun 70-an itu, Malaysia bergerak cepat, Thailand juga bergerak cepat. Tapi sayangnya kita itu seperti jalan di tempat," kata dia.

Handoko mengatakan, hal itu disebabkan oleh adanya permasalahan fundamental riset, yaitu rendahnya sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan anggaran.

Dia mengatakan, tiga komponen input riset tersebut di Indonesia rendah karena harus tercecer di berbagai lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Karena itu BRIN dibentuk untuk memecahkan permasalahan fundamental tersebut.

Dari tiga komponen tadi, kata Handoko, SDM berperan paling besar. Hanya saja saat ini, kata dia, jumlah SDM unggul masih sedikit. Padahal, Indonesia memiliki potensi dengan jumlah SDM yang besar. Dia melihat Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah dalam mencetak SDM unggul.

"Kita masih punya banyak PR dalam mencetak SDM unggul. Jadi kita harus memperbanyak percepatan juga untuk memperbaiki SDM Unggul yang memiliki kapasitas dan kompetensi," ujar dia.

Handoko megatakan, Indonesia tidak boleh lagi mengulangi kesalahan yang sama dengan hilangnya generasi periset unggul. Menurut dia, sejak Indonesia merdeka, bangsa ini pernah mengalami tiga kali kehilangan generasi periset.

Pertama, saat Indonesia merdeka dengan kehilangan periset yang mayoritas orang belanda dan orang pribumi masih belum siap. Kedua, saat setelah Gerakan 30S PKI, di mana banyak orang yang dikirim oleh Bung Karno ke berbagai negara, dan tidak bisa kembali karena situasi politik.

Ketiga, saat era Pak Habibie yang mengirimkan ribuan orang belajar ke berbagai negara. Bedanya, saat mereka kembali ke Indonesia, sistem pendukung belum siap sehingga praktis hanya 30 persen saja yang tersisa dari ribuan alumni.

Hal itu, kata Handoko, harus menjadi pembelajaran supaya tidak mengulangi hal yang sama. Itu sebabnya BRIN melakukan penguatan sistem pendukung untuk periset, penguatan ekosistem serta infrastrukturnya.

Di antaranya melalui dua program utama BRIN yang sudah dilansir sejak dua tahun lalu, yaitu mobilitas periset dengan delapan skema, dari mulai untuk mahasiswa tingkat akhir S1 sampai postdoct, sampai profesor. Kedua hibah riset yang memiliki sembilan skema.

"Itu sebenarnya dibuat untuk mencegah supaya mereka bisa bertahan. Kita sebenarnya juga menarik para diaspora dengan membuka 500 lowongan untuk lulusan PhD setiap tahun. Supaya mereka bisa bertahan, dan alhamdulillah dari sisi supporting system sudah komplet, karena kita sudah mengkonsolidasi sumber daya, anggaran dsb. Sehingga kita bisa menyediakan semuanya. Orang tidak lagi bingung enggak punya alat misalnya, ga bingung anggaran, hibah riset ada semua bidang," ujar dia.

Sentimen: positif (96.9%)