Nggenjot Sepeda 11 Kilometer ke Sekolah, Anak Desa Itu Kini Jadi Jenderal Bintang Dua
Krjogja.com Jenis Media: News
Mayen Dwi Wahyu mengunjungi almamaternya di SMAN 1 Purbalingga (foto: toto rusmanto)
Suara dering bel panjang pertanda jam pelajaran pertama dimulai. Suara nyaring itu juga terdengar hingga radius 50 meter. Bocah laki-laki bercelana abu-abu dan baju putih memacu sepedanya.
Terburu-buru memarkir sepeda dan lari kencang menuju kelasnya. Selamat! Guru yang hendak mengajar pada jam pertama itu belum masuk kelas.
"Jadi waktu itu saya masuk kelas dengan keringat gemrobyos," tutur Mayor Jenderal Dwi Wahyu Winarto, di hadapan ratusan siswa SMA Negeri 1 Purbalingga, Selasa siang (15/11/2022).
Bersama jajarannya, Dwi Wahyu yang kini menjabat Komandan Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad) TNI AD itu tengah menggelar pameran Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) di kompleks GOR Goentoer Darjono.
Di sela itulah, Dwi Wahyu meluangkan waktunya bernostalgia dengan mengunjungi almamaternya, SMAN 1 Purbalingga. Dwi Wahyu bersilaturahmi dengan guru, karyawan dan siswa sekolah itu.
Kepada siswa-siswi sekolah itu, Dwi berkisah tentang masa lalunya di Purbalingga. Bersepeda menempuh jarak sekitar 11 kilometer dari rumahnya di desa Bakulan kecamatan Kemangkon ke SMAN 1 Purbalingga pulang-pergi menjadi rutinitas hariannya.
"Pertama jelas silaturahmi, seperti yang diajarkan oleh agama, bahwa jalinlah silaturahmi. Apalagi ini sekolah almamater saja," katanya.
Dulu saya berangkat sekolah naik sepeda. Tempat tinggalnya di Desa Bakulan Kecamatan Kemangkon, sampai SMA 1 Purbalingga. Jarak tempuh sekitar 11 KM.
"Karena capek, saya tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran. Tapi bapak dan ibu guru bisa memaklumi, " ujarnya.
Dikisahkan pula pengalamannya dihukum guru karena melanggar peraturan sekolah. Tidak sekali dua kali kupingnya dijewer.
Beberapa nama guru yang pernah mengajar, juga dia sebutkan. Masih sangat diingat nama-nama tersebut. Bukti sangat terkesannya dia pada orang-orang yang berjasa dalam perjalanan hidupnya.
"Ada Pak Sunarto Wiryo, bu Endah, terus ada Pak Karman. Guru-guru dulu itu hebat, kalau nakal di jewer.
"Tapi itu pembinaan. Njewernya dengan kasih sayang. Untuk mengingatkan dan tidak membiarkan murid mengulangi kesalahan," ujarnya.
Tak sekedar bersilaturahmi, anak pasangan Gadi dan Parliyah itu memotivasi siswa agar serius dan giat dalam menuntut ilmu. Kendati berasal dari kota kecil, dengan ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, bisa menjadi tokoh besar.
"Siswa-siswa ini setelah diberi bekal, nantinya siap untuk berbakti pada nusa dan bangsa. Generasi muda harus punya harapan, yang tua kan akan pensiun maka mereka lah yang akan meneruskan. Ini bagian Peningkatan Wawasan Kebangsaan, Cinta Tanah Air, dan Bela Negara," ujarnya.
Seorang Guru SMAN 1 Purbalingga, Yuliani mengaku sudah mengenal Dwi Wahyu sejak sama-sama masih menjadi siswa di sekolah yang sama.
Menurutnya, Dwi Wahyu yang merupakan kakak kelasnya itu sudah aktif berorganisasi sejak SMA. Yuliani melihat jiwa kepemimpinannya sudah menonjol. Beliau juga peduli dengan lingkungan dan kawan.
Sebagai siswa SMA, lanjut yuliani, Dwi Wahyu tidak luput dari kenakalan remaja. Meski disiplin, bukan berati tidak pernah ada ulah nakalnya.
"Itu benar. Kalau lagi ada siaran TV yang menayangkan pertandingan tinju Mohammad Ali pada mlipir, kabur dari sekolah. Tidak cuma kakak kelas, adik kelas juga, saya termasuk yang ikut," ujar Bu guru Yuliani. (Toto Rusmanto)
Sentimen: positif (99.2%)