Haedar Nashir Berharap Pemimpin Indonesia ke Depan Kudu Miliki Karisma Nilai
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
KEPEMIMPINAN Indonesia yang dibutuhkan menyambut tahun politik 2024 diharapkan bukan karismatik tokoh, melainkan karisma nilai. Sosok yang terpilih, dari golongan manapun, harus menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
Pernyataan itu dilontarkan Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir jelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah-Aisyiyah di Surakarta, Jawa Tengah. Ia menjawab pertanyaan tentang kepempinan nasional menjelang tahun politik 2024.
Menurut Haedar, sosok yang dibutuhkan Indonesia, selain memiliki karisma dan nilai, yang terpilih melalui Pemilu 2024 itu, harus benar-benar menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
"Kita harus mengontrol itu. Kenapa? karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan perkauman," tegas Haedar.
Guru Besar Sosiologi ini menggarisbawahi bahwa pola tata kelola negara yang dilakukan setelah reformasi harus diakhiri. Tidak boleh ada coba-coba lagi dalam tata kelola Indonesia.
"Ke depan harus dimulai, siapapun, dari partai manapun, baik gabungan maupun perorangan, ajak mereka untuk menjadi pemimpin Indonesia," jelasnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Haedar, setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah adalah menciptakan Pemilu 2024 yang lebih baik dari sebelumnya, dengan menyuarakan hal-hal yang benar, baik dan positif dalam proses pesta demokrasi lima tahunan itu.
Dia menambahkan untuk menciptakan prakondisi menuju 2024 yang lebih baik, harus dibuka dengan ruang-ruang dialog. "Maka tugas kita lebih berat setelah muktamar, yakni mengawal proses itu agar satu tahun punya waktu menciptakan prakondisi."
Muktamar
Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan, bahwa konsep kepemimpinan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu kolektif kolegial. Di atas itu ada sistem yang kokoh untuk menjalankan organisasi.
Muhammadiyah disebut Haedar merupakan perpaduan dari orang-orang, para pemimpin, para kader yang berada di dalam kolektif kolegial. Jadi seperti kesebelasan sepak bola.
Merujuk pada filosofi strategi kesebelasan sepakbola, bahwa setiap Ketua PP Muhammadiyah memiliki peran masing-masing. Karena dalam mengarungi sebuah pertandingan, yang penting adalah irama permainannya.
Kolektif kolegial itu diatasnya ada sistem sebagai panglima yang mengatur permainan. Kedua, di atas yang kolegial itu ada sistem. Jadi Siapa pun dia ke depan sampai seterusnya itu kekuatannya pada sistem. "Insya Allah akan ada perpaduan dari semuanya ini," tandasnya.
Siapa saja nama nama yang masuk bursa calon di Muktamar ke-48? Haedar menjelaskan, hal itu merupakan kerahasiaan yang dimiliki oleh panitia pemilihan. Bahkan dirinya juga tidak tahu, namanya masuk atau tidak. Sebab hanya diberikan blanko kesediaan, tapi yang mengajukan nama-nama itu dari Wilayah.
"Prinsip di Muhammadiyah itu ketika amanat itu diberikan lewat muktamar, kita tidak boleh menolak, kita tunaikan dengan baik. Tapi jangan sekali-kali kita mengejar amanat, mengejar jabatan. Prinsip , itu sudah menjadi darah daging kami," tandasnya. (N-2)
Sentimen: positif (99.1%)