Sentimen
Positif (99%)
15 Nov 2022 : 22.55
Informasi Tambahan

Agama: Islam, Kristen

Event: Rezim Orde Baru

Grup Musik: APRIL

Hewan: Babi

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Bogor, Depok, Pancoran, Cirebon, Karanganyar, Srengseng

Kasus: covid-19

Asal Usul Nama dan Sejarah Kota Depok, Kota yang Punya Fenomena Unik

16 Nov 2022 : 05.55 Views 1

Bisnis.com Bisnis.com Jenis Media: Nasional

Asal Usul Nama dan Sejarah Kota Depok, Kota yang Punya Fenomena Unik

Bisnis.com, JAKARTA – Depok menjadi kota yang dikenal dengan adanya berbagai fenomena uniknya yang terjadi di luar nalar manusia. Belakangan ini, sebuah video mengenai kota ini viral di sosial media.

Sebuah unggahan video viral di Twitter karena menampilkan pengecoran jalan di depan SD Pondok Cina 1 yang dibuat lebih tinggi dari lingkungan sekolah.

Selain itu, ada pula gambar yang menampilkan timeline sejarah Kota Depok dari tahun 1992- 2021. Namun, timeline ini berisi deretan momen unik yang terjadi di kota ini

Netizen beranggapan bahwa di kota ini kerap terjadi peristiwa unik yang di dari luar nalar mereka. Adapun contoh peristiwa tersebut diantaranya seperti adanya kejadian babi ngepet, kolor ijo, hingga munculnya kasus Covid-19 pertama. Lantas bagaimana sejarah asli Kota Depok?

Asal Usul Nama Kota depok

Nama Depok diketahui merupakan suatu singkatan dari “De Eereste Protestantse Organisatie van Kristenen,” artinya jemaat Kristen yang yang pertama. Akronim ini muncul pada tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda.

Sejarah Kota Depok

Sejarah Depok sudah bermula sejak jaman Kerajaan Padjajaran tahun 1020-1579 M, berasal dari sebutan istilah pribumi asli (deprok) artinya duduk santai ala melayu.

Penamaan ini tidak terlepas dari perjalanan Prabu Siliwangi yang singgah di kawasan Beji. Keindahan dan keasrian daerah tersebut membuat Prabu Siliwangi ngedeprok di kawasan yang tidak jauh dari Sungai Ciliwung.

Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purba dari Kesultanan Banten saat melakukan perjalanan ke Cirebon menggunakan jalur yang melintasi kawasan Depok dan sempat menetap di Beji.

Pengikut Pangeran Purba, Embah Raden Wujud tidak melanjutkan perjalanan ke Cirebon, melainkan menetap dan mendirikan padepokan untuk menyebarkan agama Islam.  Padepokan ini yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan oleh Kesultanan Banten disebut Depok atau padepokan.  

Lalu, pejabat VOC Cornelis Chastelein membeli lahan di wilayah Mampang dan Depok Lama yang dipergunakan untuk perkebunan pada tahun 1696 silam. Cornelis juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya, lewat sebuah Padepokan Kristiani. 

Saat penyebaran agama Kristen, Cornelis menyebutkan daerah penyebarannya pakai bahasa Belanda yakni De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen (disingkat DEPOK) yang artinya organisasi kristen yang pertama.

Muncul banyak versi terkait sejarah Depok. Dikutip dari situs pemerintahan Kota Depok, kota ini bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kawedanan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor.

Kemudian di tahun 1976, perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.

Perkembangan Depok yang begitu cepat menjadi perhatian bagi Pemerintah Orde Baru. Menteri Dalam Negeri kala itu, Amir Machmud, mulai mengkaji peningkatan status Kecamatan Depok menjadi Kota Administratif pada 27 April 1999.

Simak tempat dan bangunan bersejarah di Depok

1. Jembatan Panus

Jembatan Panus didirikan oleh insinyur Andre Laurens pada tahun 1917 silam. Alasan Laurens didirikannya jembatan ini adalah untuk membantu para pribumi Depok yang pada saat itu kesulitan dalam membawa hasil taninya ke Bogor dan Jakarta. 

Selain itu pada masa perang, Jembatan Panus juga sering digunakan untuk tank dari pasukan belang.

2. Rumah Tua Pondok Cina

Rumah tua Pondok Cina adalah salah satu bukti peninggalan keberadaan orang-orang Tionghoa di kawasan yang sekarang disebut Kota Depok. Rumah ini dibangun pada abad ke-19 oleh seorang arsitektur Belanda.Bangunan ini berada di samping Mall Margo City.

3. Rumah Cimanggis

Keberadaan rumah Cimanggis menjadi saksi bisu adanya praktik kolonisasi yang dilakukan oleh kongsi dagang belanda (VOC). 

Rumah yang terletak di kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok ini merupakan rumah milik Albertus van Der Parra, yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-29 dan bertugas pada tahun 1761-1775.

Bangunan ini didirikan pada rentang waktu tahun 1771-1775 sebagai hadiah kepada istri Albertus, yakni Adrianna Johanna Bake yang merupakan pemilik dari Pasar Cimanggis dan kini dikenal sebagai Pasar Pal. 

Pada tahun 1964, rumah ini dijadikan sebagai bagian dari kompleks pemancar Radio Republik Indonesia (RRI). Kemudian era Orde Baru pada tahun 1978 dijadikan sebagai rumah dinas para karyawan RRI.

4. Gereja GPIB Immanuel Depok

Gereja ini berlokasi di jalan Pemuda, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Bangunan ini didirakan untuk dijadikan sebagai rumah peribadatan bagi para budak yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein.

Chastelein merupakan sosok tuan tanah yang kiprahnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kota Depok. Hidup sebagai pegawai tinggi VOC telah memberikan beliau hidup berkecukupan di tanah jajahan. 

Melalui kekayaan yang ia miliki, Chastelein membeli lahan untuk mengembangkan sektor agraria di wilayah selatan Batavia. Ia membeli tanah-tanah di kawasan Batavia dan sekitarnya, khususnya wilayah bagian selatan. Di antaranya Sringsing (Srengseng), Depok, Mampang, dan Karanganyar (Cinere).

5. Monumen Chastelein

Nama Cornelis Chastelein berasal dari orang Belanda yang tiba di tanah air Indonesia pada tahun 1674. Kemudian pada tahun 1914, Tugu Cornelis Chastelein dibangun sebagai perayaan kematian Chastelein yang ke-200 dan bentuk apresiasi masyarakat Depok kepadanya.

Akan tetapi, pada tahun 1960-an, monumen Cornelis Chastelein dirobohkan. Banyak asumsi soal perusakan tugu ini, ada yang mengatakan karena Chastelein anggota VOC sehingga membawa ingatan penjajahan.

Meskipun demikian, pada hari kematian Chastelein yang ke-300, yakni pada 28 Juni 2014, Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) kembali meresmikan Monumen Cornelis Chastelein.

Pembangunan kembali ini dilakukan dengan memenuhi syarat, menghapus prasasti yang berisikan harapan Cornelis yang sudah tidak sesuai dengan kelangsungan masyarakat Depok pada saat ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam Masuk / Daftar

Sentimen: positif (99.2%)