Pengamat Dukung Capres Non-Jawa Maju Pilpres 2024: Demi Patahkan Omongan Luhut Soal Presiden Selanjutnya Masih Orang Jawa Selasa, 15/11/2022, 03:11 WIB
Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News
Warta Ekonomi, Jakarta -
Founder lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi, dalam sebuah diskusi pada Senin (14/11/2022), membahas pernyataan 'Presiden selanjutnya masih orang Jawa' yang sempat diutarakan oleh Menko Bidang Kemaritiman Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia mematahkan dugaan tersebut. Menurut Konsultan Politik itu, pemikiran politik Jawa memang ada. Namun, tidak menjadi dasar teori Presiden RI harus orang Jawa. "Pemikiran politik jawa itu ada. Menurut saya ini hanyalah sebuah istilah. Tidak bisa di klasifikasikan sebagai teori. Walaupun kenyataannya masih berlaku," ujar Hasan.
Baca Juga: Ajak Anak dan Mantu Temui Presiden UEA, Jokowi Dapat Komentar Begini
Meskipun memang benar pada Pilpres belakangan ini selalu dimenangkan suku Jawa, hal tersebut perlu diukur dari beberapa penyajian konteks, seperti lembaga survei. "Pemilu kita kan baru 4 kali. Kalau bicara dalam konteks Jawa, mungkin kita harus memasangi dalam beberapa penyajian. Kalau jawa dalam konteks sebuah pulau, itu soal lembaga survei. Memang kalau membagi komposisi survei," lanjutnya.
Hasan menambahkan, hampir 60 persen penduduk indonesia terdiam di Pulau Jawa, 20 persen Sumatra, dan pulau-pulau lainnya, dan 20 persen lagi digabungkan Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Bali dan Papua itu semua hanya 20 persen. Jadi jika digabung Jawa Barat plus Jakarta, itu lebih besar daripada Indonesia timur.
Dalam konteks tersebut, peneliti Pusat Kajian Politik UI itu mengatakan bicara politik elektoral, Jawa sebagai pulau seperti dalam satu kolam yang ikannya banyak. "Dalam konteks itu, orang pertama kali berpikir pada politik elektoral itu, memancing ikan di kolam. Karena kepadatan dan populasi orang di sana (Jawa)," jelasnya.
Sementara, jika dilihat dalam konteks teknis dan kultur, The Iron Law Of Indonesia Politics justru berbeda.
"Nah kalau kita berbicara dalam konteks teknis dan kultur itu hal yang berbeda. Jadi memang kita melalui 4 kali pemilu tidak bisa menjadikan data statistik. Bahwa ini adalah the iron law of Indonesia politics. Jadi tidak bisa dikatakan dengan rumus itu. Karena bukan Jawa kemudian tidak menang," tandasnya.
Baca Juga: Beri Dukungan ke Sejumlah Tokoh Politik Jelang Pilpres 2024, Sebenarnya Cara Presiden Jokowi Mengendorse Diri Sendiri
Menurut Hasan Nasbi, dugaan The Iron Law Of Indonesia Politics terlalu cepat disimpulkan. Apalagi, kata dia masalah di dalam politik adalah orang berpikir praktis jangka pendek.
"Menurut saya terlalu cepat dikatakan begitu. Masalah di dalam politik adalah orang berpikir praktis jangka pendek. Daripada kita habis tenaga, habis uang, jadi kita menyerah saja dengan faktor ini. Kalaupun maju kita jadi nomor dua saja," lanjutnya.
Lebih lanjut, founder lembaga survei Cyrus Network itu mengungkapkan dugaan ini, bisa dipatahkan jika ada orang non-Jawa maju dalam Capres 2024 mendatang. "Menurut saya ke depan, kalau ini ingin ditumbangkan teori itu, harus ada yang berani coba. Karena kalau tidak ada yang berani coba, teori ini akan betulan terjadi. Karena kita tidak berani mematahkan itu," pungkas dia.
Baca Juga: Ibu Negara Jatuh di Tangga Pesawat, Natalius Pigai Minta Pihak-pihak Ini Diperiksa: Kasihan, Ibu Ini Orang Baik Tidak Seperti Suaminya
Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama Warta Ekonomi dengan Fajar.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Fajar.co.id.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Sentimen: positif (99.8%)