Usul ke DPR, ICJR Harap Ancaman Pidana dalam Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Diganti Kerja Sosial
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Abraham Todo Napitupulu mengusulkan agar ancaman pidana kurungan penjara terhadap pihak-pihak yang melakukan penghinaan pada presiden dan wakil presiden ditiadakan.
Ia kemudian menyarankan ancaman hukuman digantikan dengan pidana kerja sosial di draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang terbaru.
"Untuk penghinaan presiden dan wakil presiden, kami berharap semua ancaman untuk penghinaan itu dilekatkan dengan tujuan pemerintah dan DPR untuk mengefektifkan pidana kerja sosial," kata Erasmus dalam rapat di Komisi III DPR, Senin (14/11/2022).
Erasmus menjelaskan bahwa verbal crime semestinya tidak punya konsekuensi pembatasan pidana terhadap ruang gerak dan tubuh.
Baca juga: Anggota DPR Sebut RKUHP Ada Kelemahan, tetapi Itu Produk Hukum Terbaik
Oleh karena itu, pihaknya berharap ancaman pidana disesuaikan dengan ketentuan buku satu, yaitu pidana kerja sosial.
"Jadi ancaman pidananya untuk penghinaan kami berharap diancam 6 bulan. Supaya kerja sosial bisa langsung digunakan," ujarnya.
Lebih lanjut, Erasmus menekankan bahwa pasal penghinaan presiden dalam RKUHP pada dasarnya tidak untuk memenjarakan seseorang.
"Karena dalam konteks harkat martabat yang paling penting pengadilan mengatakan yang disampaikan itu salah, sehingga harkat martabat itu terpulihkan," katanya.
Baca juga: Arteria Dahlan: RKUHP, Saya Pastikan Tidak Ada Politik PDI-P di Sini
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menyerahkan draf terbaru RKUHP pada Komisi III DPR.
Terdapat perubahan pada draf RKUHP tertanggal 9 November 2022 dibandingkan draf yang diserahkan 6 Juli 2022.
Salah satunya soal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 218.
Berdasarkan draf RKUHP terbaru yang diterima Kompas.com, Kemenkumham menambahkan penjelasan soal hal-hal yang dikategorikan sebagai tindakan penyerangan kehormatan presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Serahkan Draft RKUHP Terbaru, Wamenkumham: Unjuk Rasa Tak Jadi Persoalan
Dalam penjelasan disebutkan penyerangan harkat, dan martabat termasuk menista dan memfitnah.
“Yang dimaksud dengan ‘menyerang kehormatan atau harkat martabat diri’ merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah,” bunyi penjelasan itu.
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 218 RKUHP, maka tindakan memfitnah dan menista presiden dan wakil presiden terancam dipidana 3 tahun penjara.
Ancaman pidana ini berkurang dari yang tertera dalam draf terdahulu yakni 3,5 tahun penjara.
Dalam draf terbaru, pasal ini juga merupakan delik aduan dengan ketentuan harus Presiden atau Wakil Presiden langsung yang melaporkannya kepada penegak hukum.
Baca juga: Draf Terbaru RKUHP: Protes Presiden-Wapres saat Demo Bukan Penghinaan
-. - "-", -. -
Sentimen: negatif (100%)