Sentimen
Positif (100%)
15 Nov 2022 : 04.11
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina

Kasus: kecelakaan

Implementasi Biomass Air to Methane sebagai Energi Terbarukan untuk Industri Skala Besar

15 Nov 2022 : 11.11 Views 1

RM.id RM.id Jenis Media: Nasional

Implementasi Biomass Air to Methane sebagai Energi Terbarukan untuk Industri Skala Besar

Penggunaan energi terbarukan dewasa ini semakin tidak dapat dihindari, hal ini sudah diyakini oleh sebagian besar umat manusia di seluruh belahan bumi, namun penggunaan energi terbarukan tidak jarang menemukan kesulitan pada implementasinya. Seperti mahalnya faktor investasi yang telah ditanamkan baik dari sektor swasta maupun pemerintah melalui eksplorasi energi konvensional, hingga peraturan di pemerintahan yang saling terkait. Memang, jika kita tarik benang merah dari hal tersebut, hubungan antara investasi (uang) dengan peraturan di pemerintahan akan saling mendukung satu sama lain, karenanya penggunaan energi konvensional berbasis fosil masih belum bisa dengan cepat untuk digantikan dengan energi terbarukan. Rantai bisnis yang begitu panjang seolah dapat memberikan penghasilan untuk banyak orang, namun hal ini tidak berlaku untuk jangka waktu yang sangat panjang karena climate change saat ini sudah kita rasakan.

Pada essay ini, saya mencoba untuk mengingatkan pentingnya penggunaan energi terbarukan untuk skala industri. Karena mungkin energi terbarukan untuk skala yang lebih kecil sudah cukup banyak referensinya dan dapat kita aplikasikan sendiri. Tetapi skala industri berarti skala yang lebih besar daripada itu. Kita ketahui bahwa kebutuhan energi untuk pabrik skala menengah hingga besar dalam perhitungan rata-rata gas membutuhkan 2,5 million metric british thermal unit (MMBTU) gas fossil per hari. Selain gas fosil tidak dapat diperbarui, harganya juga cenderung semakin tinggi, ditambah dengan adanya system kontrak Take or Pay (ToP) yang mengakibatkan banyak perusahaan end user yang menggunakan gas fossil sebagai bahan bakar sering merugi jika penyerapannya tidak maksimal atau tidak sesuai kontrak yang disepakati (Fajrian, Happy. 2022). Hal ini menjadi sebuah belenggu yang tidak dapat dihindari oleh end user dan hanya waktu yang bisa menjawabnya dengan dapat diterapkannya energi terbarukan seperti Air to Methane di tengah kita. 

Selain itu, berdasarkan paparan Sr Specialist II Production URTI Pertamina, Debby Halinda, M.T. pada saat acara webinar tentang Net Zero Emission, penyumbang emisi terbesar masih dihasilkan oleh Power Plant, diikuti dengan transportasi, dan sektor industri.

Foto: Debby Halinda, M.T’s presentation. 

Data tersebut diatas membuktikan bahwa selain kita harus memperkecil emisi karena adanya urgensi climate change, penerapan renewable energi sangat penting untuk dilakukan. Dapat dibayangkan jika besarnya emisi dari penggunaan peralatan industri tidak diimbangi dengan penggunaan green energy, masalah yang akan dihadapi oleh bumi kita tidak akan pernah berkurang dan dapat semakin memperparah keadaan. 

Berita Terkait : Antisipasi Dinamika Di Lapangan, Polri Telah Siapkan Kontijensi Plan

Teknologi energi terbarukan berbasis biomass “air to methane” sebenarnya sebuah teknologi sederhana. Teknologi ini sudah digunakan sejak tahun 1960an. Untuk membuat gas sintesis ini memerlukan bahan baku yang sudah ada di sekitar kita, yaitu dengan menggabungkan karbon monoksida dan hydrogen (CO + H2) (Falbe. 1977), dibantu dengan beberapa peralatan seperti kompresor, evaporator, methane reactor, purifier, dan lainnya menjadikan hal sederhana ini dapat mensuplai gas untuk keperluan industri menengah hingga skala besar.

Gambar 1: Skema biomass air to methane untuk volume produksi gas sintesis (Sumber: PT Pilar Energi Indonesia/2020) 

Gambar 2: Installed inside 2 units of 40 feet container (Sumber: PT Pilar Energi Indonesia/2020)

Jika dilihat dari gambar tersebut, mekanisme terkesan akan sangat simple jika dibandingkan dengan penggunaan gas fossil yang membutuhkan pemasangan pipa beserta prosesnya dari hulu hingga hilir (gasification). Apabila desain instalasi dipikirkan dengan baik peralatan tersebut akan membutuhkan tidak lebih dari ukuran dua unit container berukuran 40 feet. Dengan begitu, pengaplikasiannya akan sangat mobile, praktis, dan menghemat tempat. Diketahui bahwa dengan ukuran instalasi tersebut air to methane dapat menghasilkan gas sebesar 2,5 MMBTU per hari, bahkan dengan beberapa penyesuaian, instalasi itu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan gas end user dengan >2,5 MMBTU atau <2,5 MMBTU.

Berita Terkait : Kemendagri Minta Pemda Anggarkan Pembiayaan Energi Terbarukan di RAPBD 2023

Perkembangan teknologi membuat energi terbarukan juga ikut berevolusi, dari proses yang sederhana menjadikan sebuah solusi yang praktis dan menawarkan banyak hal di luar perkiraan kita sebelumnya. Misalnya dalam hal maintenance, air to methane memiliki waktu maintenance yang sangat singkat, apabila terjadi kerusakan sparepart akan sangat mudah dan cepat diganti. Hal ini dapat direpresentasikan dengan ukurannya yang sangat compact sehingga setiap trouble akan sangat mudah diatasi jika dibandingkan dengan peralatan konvensional yang sangat besar dan kompleks.

Salah satu perusahaan swasta di Indonesia telah menerapkan air to methane, dan juga telah diuji kandungan pada gas sintesis yang terbukti tidak kalah baik dengan gas fosil.

Gambar 3: Hasil uji kandungan gas sintesis (Sumber: PT Pilar Energi Indonesia/2010)

Lalu bagaimana dengan nilai investasi? Teknologi ini hanya membutuhkan beberapa komponen kecil jika dibandingkan dengan teknologi gas fosil secara keseluruhan proses gasification dari hulu hingga hilir, sehingga harga akan terpaut sangat jauh lebih murah. Sebagai perbandingan, jika biaya investasi gasification dari hulu hingga hilir diasumsikan membutuhkan 10 juta dolar AS untuk gas sebesar 2,5 MMBTUD, maka untuk investasi air to methane hanya 1/10 dari biaya investasi gas fossil atau hanya sebesar 1 juta dolar AS untuk volume gas yang sama, karena tidak membutuhkan biaya penanaman pipa yang jauhnya bisa berkilo-kilo meter dari tengah laut dan tentu hal ini memperkecil risiko kecelakaan kerja.

Karena lebih murahnya biaya investasi itulah yang membuat harga gas sintesis dapat disepakati jauh lebih murah daripada gas fossil. Namun dari sinilah sejumlah konflik muncul ke permukaan. Secara psikologi pasar, apabila terdapat produk yang lebih murah di pasaran dengan kualitas yang tidak jauh berbeda, maka banyak perusahaan yang merasa terancam, sedangkan tidak sedikit produsen produk tersebut memiliki relasi yang kuat dengan pemerintah dan para regulator, sehingga pergerakan barang murah tersebut akan dibatasi dengan regulasi-regulasi hingga dicari-cari kesalahannya sampai tidak dapat eksis kembali. Namun, karena pada topik energi terbarukan ini memiliki urgensi, maka setidaknya untuk sementara waktu ini pemerintah dan para regulator hanya memberikan ruang diskusi seluas-luasnya untuk mematangkan strategi jika nantinya energi terbarukan dapat digunakan secara beriringan dengan energi konvensional penerapannya akan terjamin secara mutu dan dapat diandalkan sebagai terobosan baru sebelum nantinya akan digunakan secara menyeluruh.

Berita Terkait : Pemerintah Naikkan Cukai Tembakau Untuk Edukasi Masyarakat Bahaya Rokok

Conlusions

Teknologi yang menghasilkan energi terbarukan berbasis biomass yang dapat mengubah udara menjadi gas sintesis sejatinya dapat diterapkan minimal berdampingan dengan gas konvensional. Sebagai manusia yang peduli terhadap lingkungan harus tetap memperjuangkan penggunaan renewable energi terutama pada sektor yang lebih besar atau sektor industri. Tidak ada salahnya jika kita sebagai warga negara di seluruh dunia untuk tetap tunduk pada peraturan yang berlaku di negara masing-masing, namun terkadang kita butuh melakukan effort lebih untuk terus mengingatkan pemerintah dan para regulator terkait urgensi climate change dalam penggunaan renewable energi.

Selain itu, peran kita di perusahaan juga penting untuk mempertimbangkan subtitusi energi terbarukan sebagai bahan bakar produksi. Secara perhitungan ekonomi tekologi gas sintesis telah terbukti jauh lebih murah dan memberikan banyak kemudahan. Tidak perlu takut merugi untuk saat ini jika kita dapat memperpanjang usia bumi dengan menggunakan energi terbarukan demi masa depan dan anak cucu kita.■

Rahmana Putera Agung Bagaswara, Mahasiswa Manajemen Universitas Muhammadiyah Gresik 

Powered by Froala Editor

Sentimen: positif (100%)