Sentimen
Positif (33%)
11 Nov 2022 : 10.42
Informasi Tambahan

Institusi: UNCEN

Kab/Kota: Senayan, Intan Jaya

Mendagri Lantik Pj Gubernur Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan

11 Nov 2022 : 17.42 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Mendagri Lantik Pj Gubernur Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melantik penjabat gubernur 3 provinsi baru di Papua, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, Jumat (11/11/2022), di Kantor Kemendagri, Jakarta.

Para pj gubernur itu adalah Apolo Safanpo untuk Pj Gubernur Papua Selatan, Ribka Haluk untuk Pj Gubernur Papua Tengah, serta Nikolaus Kondomo untuk Pj Gubernur Papua Pegunungan.

"Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, pada hari ini, Jumat, 11 November, saya Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia dengan resmi melantik Saudara Apolo Safanpo sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan, Saudari Ribka Haluk sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah, dan Saudara Nikolaus Kondomo sebagaj Penjabat Gubernur Papua Pegunungan," ujar Tito dari atas podium.

Baca juga: Mendagri Resmikan 3 Provinsi Baru di Papua

Pelantikan ketiganya berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 115/P Tahun 2022 yang diteken Joko Widodo pada Kamis (10/11/2022).

Dalam Keppres tersebut, Jokowi menunjuk Apolo, Ribka, dan Nikolaus untuk menjadi pj gubernur masing-masing provinsi untuk masa jabatan 1 tahun.

"Saya percaya Saudara-saudari akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya sesuai tanggung jawab yang diberikan," kata eks Kapolda Papua tersebut.

Apolo merupakan Rektor Universitas Cendrawasih Papua dan Nikolaus merupakan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.

Sementara itu, Ribka menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Papua.

Berdasarkan undang-undang pembentukan masing-masing DOB itu, penjabat gubernur akan mengemban banyak tugas.

Baca juga: Jokowi Bertemu Tito Karnavian, Bahas DOB Papua

Mereka memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah serta pembentukan dan pengisian perangkat daerah sesuai ketentuan.

Mereka juga wajib memfasilitasi pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) provinsi serta memfasilitasi pemilihan gubernur-wakil gubernur definitif sesuai perundang-undangan.

Para penjabat gubernur juga wajib mengelola keuangan daerah sesuai peraturan perundangan.

Peresmian 3 provinsi baru Papua

Dalam kesempatan yang sama, sebelum seremonial pelantikan penjabat gubernur, Tito meresmikan 3 provinsi baru Papua tersebut.

Peresmian pun dilakukan secara simbolis dengan penabuhan tifa yang merupakan alat musik khas Papua serta penandatanganan prasasti.

Baca juga: Mendagri: Pemekaran di Papua Punya Tujuan Mulia

Tiga provinsi baru tersebut merupakan pemekaran dari Provinsi Papua.

Undang-undang yang mengatur pembentukan tiga provinsi tersebut disahkan oleh DPR RI pada 30 Juni 2022 dan ditetapkan pada 25 Juli 2022 lewat Undang-Undang Nomor 14, 15, dan 16.

Ide pemekaran Papua menuai penolakan yang cukup masif di Bumi Cenderawasih.

Berulang kali aksi unjuk rasa digelar, baik oleh mahasiswa maupun warga lokal guna menolak DOB yang dianggap akan jadi pintu masuk bagi eksploitasi yang lebih besar di Papua.

Secara formil, proses pemekaran Papua pun dianggap tidak partisipatif karena dilakukan sepihak oleh Jakarta.

Hal ini berkaitan dengan perpanjangan otonomi khusus (Otsus) bagi Papua. Adapun Papua dan Papua Barat memperoleh otsus melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus.

Dalam peraturan itu, pemekaran wilayah di Papua hanya dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).

Dalam perjalanannya, UU Otsus itu direvisi pada 2008. Lalu, pada 2021, bertepatan dengan usainya Otsus, evaluasi pun dilakukan.

Hasil evaluasi oleh Jakarta, UU Otsus dinilai perlu direvisi lagi oleh DPR RI, menghasilkan sejumlah perubahan baru terkait pelaksanaan otsus di Papua.

Beleid tentang pemekaran wilayah, misalnya, dimodifikasi. Selain atas persetujuan MRP, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.

Evaluasi dan revisi ini disebut tanpa melibatkan orang Papua, dalam hal ini melalui MRP.

Kemudian, MRP menggugat UU Otsus ini ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: KPU di 3 Provinsi Baru Papua Diharapkan Terbentuk Oktober 2022

Kalangan pemerhati Papua dan pegiat hak asasi manusia menilai, idealnya pemerintah dan DPR menunda pembahasan pemekaran Papua hingga putusan Mahkamah Konstitusi diketuk.

MRP justru baru dilibatkan belakangan, ketika mereka menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat di Kompleks Parlemen Senayan, 22 Juni 2022.

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Ginsang mengeklaim MRP setuju atas pemekaran ini. Namun, MRP justru menyatakan sebaliknya.

“Terkait pemekaran di Papua terjadi pro dan kontra saat ini, namun sesuai fakta di lapangan di beberapa wilayah di Papua kita tahu sendiri mayoritas rakyat Papua tegas menolak pemekaran DOB (daerah otonomi baru), dibanding mereka yang dukung,” kata Ketua MRP Timotius Murib, dikutip situs resmi MRP.

“Pemekaran merupakan produk buru-buru akibat perubahan Otsus jilid 2 yang sepihak di lakukan oleh DPR RI, tanpa kajian ilmiah terkait pembentukan DOB. Proses DOB ini harus di pending sampai harus ada putusan Mahkamah Konstitusi,” kata dia.

Di sisi lain, pemekaran ini justru dikhawatirkan akan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di sana.

Hal yang paling kasat mata, pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih bakal bertambah secara besar-besaran sebagai konsekuensi langsung dari pembentukan 3 provinsi baru.

Baca juga: Kemendagri Paparkan Kesiapan Penyelenggaraan Pemerintahan di Tiga DOB Papua

Dilihat dari kacamata Jakarta, masuknya aparat keamanan dalam jumlah besar selaras dengan keperluan untuk mengamankan investasi dan bisnis serta meredam aspirasi kemerdekaan Papua.

Provinsi-provinsi baru itu akan memiliki kodam dan polda baru, beserta satuan-satuan di bawahnya yang berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang kian masif.

Mengutip data Amnesty International, tanpa pemekaran saja, Kabupaten Intan Jaya yang kerap jadi pusat konflik antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengalami lonjakan pos militer dari 2 pada 2019 menjadi 17 pos pada 2021 karena alasan keamanan.

Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik dan kemanusiaan di Papua.

-. - "-", -. -

Sentimen: positif (33.3%)