Sentimen
Tokoh Terkait
Presidensi G20 di Bali Bentuk Pengakuan Negara Besar Dunia kepada Indonesia
Okezone.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA - Penunjukan Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 (Group of Twenty) atau forum kerja sama multilateral 19 negara utama dan Uni Eropa, sejatinya merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan negara-negara besar di dunia bagi Indonesia.
"Terpilihnya Indonesia sekaligus menandakan torehan sejarah baru karena untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20 sejak forum G20 ini dibentuk pada tahun 1999," kata pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati dalam keterangannya, Kamis (10/11/2022).
G20 sebagai forum yang beranggotakan 19 negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia, ditambah dengan Uni Eropa. Dari Asia Tenggara sendiri, sejatinya telah merepresentasikan 85 persen perekonomian global, 80 persen investasi global, 75 persen perdagangan internasional, dan 66 persen penduduk dunia.
Menurut dia, terpilihnya Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20, memiliki nilai strategis bagi pemulihan ekonomi dan pencapaian Indonesia Maju apabila kita mampu mengkapitalisasi peluang dan tantangan dengan kemanfaatan optimal bagi kepentingan Indonesia.
Baca juga: Ada KTT G20, Masyarakat Cek Lagi Jadwal Penerbangan ke Bali
Momentum tersebut harus dapat dimanfaatkan bagi pemulihan ekonomi dan untuk mencapai Indonesia Maju, dengan memainkan peranan strategis Indonesia dalam mendorong upaya bersama untuk pemulihan ekonomi dunia. Dengan tema G20 tahun 2022 yaitu “Recover Together, Recover Stronger”, bermakna dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang inklusif, people centered, serta ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Baca juga: Menparekraf Ajak Generasi Pesona Indonesia Sukseskan KTT G20 di Bali
"Secara lebih spesifik Presidensi G20 Indonesia akan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kontribusi dalam mendukung pemulihan ekonomi domestik, dengan adanya rangkaian pertemuan yang kumulatif menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional, terhitung mulai 1 Desember 2021 sampai 30 November 2022 mendatang," ujar Nuning, sapaan akrabnya.
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber menambahkan bahwa mobilitas para delegasi dan pendukungnya akan meningkat karena akan ada 150 kegiatan, berupa rapat yang terbagi dalam 2 kelompok kegiatan berbeda yakni, Sherpa Track dan Finance Track yang berlangsung secara marathon, mulai dari ministerial meeting, engagement group meeting hingga rapat-rapat setingkat eselon I, dan mencapai puncaknya pada event Presidensi G20 Leader Summit.
"Melalui rangkaian kegiatan panjang tersebut, dengan kehadiran para delegasi akan berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi," kata Nuning.
Nuning menjelaskan, melalui Presidensi G20 menjadi ajang pembuktian Indonesia bahwa di tengah pandemi dunia internasional tetap memiliki persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis.
Baca juga: Berbicara Lewat Telepon, Jokowi Sebut Putin dan Zelensky Bakal Hadir di KTT G20 Bali
Oleh karena itu, sambungnya, momentum G20 di Bali yang hanya terjadi satu kali setiap generasi (kurang lebih dua puluh tahun sekali) harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia, baik dari sisi aktivitas ekonomi, maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
Baca juga: Cek Venue, Jokowi Nyatakan Indonesia Siap Terima Tamu KTT G20
"Presidensi G20 akan dapat menjadikan Indonesia menjadi salah satu fokus perhatian dunia, khususnya bagi para pelaku ekonomi dan keuangan. Kesempatan ini harus dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan (showcasing) berbagai kemajuan yang telah dicapai Indonesia kepada dunia, dan menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," jelasnya.
"Di bidang pertahanan dan militer, kita memang patut waspada dengan perkembangan AUKUS tetapi pengaruhnya belum tentu menyebabkan perlombaan senjata. Masih banyak faktor dan peluang yang dapat ditawarkan untuk AUKUS agar bisa berperan meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan," imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa pasca-AUKUS, tentunya peluang bagi banyak negara untuk bisa berperan meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan, termasuk Prancis. Sebab, Indonesia selalu siap bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki niat bersama menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.
"Meskipun Presiden Putin tidak hadir dan diwakili menlunya, tapi kita masih bisa berharap ada perkembangan baik untuk langkah perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Krisis moneter dan pangan yang melanda dunia akibat perang dapat menemukan kesepakatan yang menguntungkan bagi dunia," tuturnya.
Baca juga: Jelang KTT G20 Bali, Menko Luhut Minta TNI-Polri Tidak Arogan
Sentimen: positif (100%)