Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Politisasi Terhadap KPK Demi Memuluskan Pencapresan Anies Baswedan di Pilpres 2024
Jitunews.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, JITUNEWS.COM- Koordinasi Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menegaskan bahwa pandangan sejumlah pihak yang menilai tidak ada yang salah dengan penyelenggaraan Formula E di Jakarta merupakan pandangan yang subyektif untuk membela dan memuluskan pencapresan Anies Baswedan.
"Pandangan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva bahwa perhelatan Formula E, sangat sederhana, bisa iya, karena dugaan korupsi pada Formula E-pun dengan mudah dan sederhana dapat dibaca oleh publik, tanpa memerlukan metode yang rumit untuk menilai adanya tindak pidana korupsi," ujar Petrus di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Petrus mengatakan dilihat dari aspek UU Keuangan Negara, maka Gubernur DKI Anies Baswedan merupakan Kepala Pemerintahan Daerah yang diserahi tugas oleh Presiden untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan untuk mencapai tujuan bernegara (pasal 6 dan 7 UU Keuangan Negara).
LSAK: Penyelidikan Dugaan Korupsi Formula E Harus Segera Ditingkatkan ke Penyidikan
"Dengan posisi seperti itu, siapapun pejabat Pengelola Keuangan Daerah atau siapapun Kepala SKPD yang terbukti melakukan penyimpangan dalam penyelenggaraan proyek Formula E maka Anies Baswedan menjadi orang pertama yang dimintai pertanggung- jawaban pidana bahkan berpotensi menjadi tersangka," kata Petrus.
KPK Tidak Bergantung Pada BPK
Petrus Selestinus mengatakan pertanggungjawaban pidana bakal dimintai KPK terhadap Anies Baswedan.
Menurutnya hal itu dikarenakan adanya ketentuan pasal 34 UU Tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa : Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/ Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam UU APBN/Perda tentang APBD, diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai ketentuan UU.
Petrus juga menyoroti pandangan Ahli Keuangan Negara, Soemardjijo yang berpendapat bahwa pemeriksaan Anies Baswedan di KPK tidak sesuai dengan Hukum yang berlaku karena menurut Ilmu Keuangan Negara, penyusunan, pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara itu masuk dalam kewenangan BPK RI.
"Pandangan Soemardjijo adalah sesat dan cenderung membodohi atau mau pamer kebodohan di hadapan publik, karena menurut UU Keuangan Negara, bahwa yang bertanggung jawab dalam penyusunan, pengelolaan dan tanggung jawab atas Keuangan Negara adalah Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/ Bupati/Walikota bukan BPK RI," tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa BPK RI memiliki wewenang untuk melakukan "pemeriksaan" secara umum dan menyeluruh terhadap pengelolaan dan tangung jawab atas Keuangan Negara, yang dikelola oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati-Walikota, meliputi pemeriksaan kinerja, pemeriksaan keuangan maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Menurutnya KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, lembaga anti rasuah itu diberi tugas dan wewenang untuk mencegah dan memberantas korupsi dengan cara koordinasi, supervisi, minitor dengan meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan korupsi pada instansi terkait (BPK, BPKP, Inspektorat, Akuntan Publik dll.) dan melalukan penyidikan dan penuntutan terhadap tipikor.
"Oleh karena itu pandangan Soemardjijo bahwa pemeriksaan oleh KPK hanya dilakukan ketika BPK mengeluarkan SK kerugian negara, adalah menyesatkan, karena tugas KPK dalam penyidikan dan penuntutan tidak bergantung kepada BPK, karena masih ada BPKP, Akuntan Publik, Inspektorat bahkan ada Auditor intetnal di KPK," tuturnya.
Dalam hal ini, Petrus menyebut ada empat pandangan sesat dari ahli Keuangan Negara Soemaedjijo.
1. Pemeriksaan KPK hanya dilakukan ketika BPK mengeluarkan SK Kerugian Negara
2. Aparat Penegak Hukum tidak boleh melampaui masuk ke sana dan tidak boleh menentukan kalau belum ada statement dari BPK.
3. Selama laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tidak menunjukkan adanya kerugian negara, aparat penegak hukum tidak dapat melakukan pemeriksaan.
4. Setelah hasil LHP mengatakan perlu pemeriksaan dengan tujuan tertentu, baru BPK mengeluarkan SK dan membentuk tim. Itu baru diserahkan ke penyidik, ini silakan periksa," katanya.
Petrus menegaskan 4 pandangan Soemaedjijo itu dikatakan sesat karena sesuai dengan UU, KPK bekerja berdasarkan Laporan Masyarakat, Laporan BPK RI, Laporan BPKP, Inspektorat, Akuntan Publik, termasuk dari DPR dan DPRD, terkait dugaan tindak pidana korupsi, dengan tetap menjaga independensnya.
"Artinya LHP BPK itu nilainya setara dengan Laporan Masyarakat kepada KPK," kata Petrus.
Dalam kasus Formula E, KPK melalukan penyelidikan berdasarkan Laporan Masyarakat dan/atau laporan DPRD DKI sebagai representasi warga Jakarta, bahwa ada dugaan telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan APBD untuk proyek Formula E.
"Sementara pihak Jakpro mendeclare bahwa Formula E meraup untung sebesar Rp.6 miliar rupiah biarlah dijadikan bahan bagi Anies Baswedan untuk membela diri dan posisi KPK menunggu dan menilai kebenarannya," kata Petrus.
Anies Dipanggil KPK, Politikus PKS: Tetap Tegar dan Berbuat KebajikanSentimen: negatif (99.9%)