Sentimen
Negatif (99%)
10 Nov 2022 : 05.56
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Kasus: HAM

Pasal Penghinaan Presiden Diubah, Ancaman Pidana Berkurang

10 Nov 2022 : 12.56 Views 1

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

Pasal Penghinaan Presiden Diubah, Ancaman Pidana Berkurang

AKURAT.CO, Pemerintah mengubah keterangan Pasal 218 tentang penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di dalam draf RKUHP terbaru pada 9 November 2022. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O. S Hiariej dalam rapat kerja di Komisi III DPR.

Awalnya, Prof. Edward menyebut perubahan penjelasan Pasal 218 masuk pada poin pasal yang dilakukan reformulasi.

"Jadi kami memberikan penjelasan supaya tidak terjadi multi interpretasi. Ini betul-betul berdasarkan masukan dari hasil dialog publik," kata Edward dalam Raker di Ruang Komisi III, Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (9/11/2022).

baca juga:

Sementara itu, dalam draf matriks penyempurnaan RKUHP berdasarkan hasil dialog publik 2022, perubahan sejumlah pasal termasuk Pasal 218 dijelaskan lebih detail. 

Apabila ditinjau pada draf matriks, diketahui perubahan terjadi di Pasal 218 tentang bagian ancaman pidana penjara. 

Jika pada draf sebelumnya ancaman pidana penjara tertulis 3 tahun 6 bulan, di draf terbaru ancaman pidana berkurang menjadi 3 tahun kurungan pidana.

"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," demikian isi keterangan di draf matriks. 

Selain itu ada reformulasi pada ayat 1 dan ayat 2 Pasal 218. Reformulasi itu merupakan tindak lanjut masukan ICJR (Institute for Criminal Justice) dan hasil dialog publik.

"Misalnya tambahan penjelasan itu bahwa penyerangan harkat dan martabat itu yang dimaksudkan adalah menista atau memfitnah. Kemudian di situ dikatakan juga bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan berekspresi yang diwujudkan antara lain dalam unjuk rasa," tutur Edward.

Lebih lanjut, Edward menjelaskan kata unjuk rasa untuk memastikan bahwa pemerintah tidak membatasi kebebasan menyuarakan pendapat di muka umum.

"Jadi pemerintah ingin menyatakan dalam penjelasan itu bahwa sebetulnya unjuk rasa itu tidak menjadi persoalan, tidak menjadi masalah. Makanya mengapa kami bunyikan, kalau dia menyampaikan ekspresi atau pendapatnya dalam bentuk unjuk rasa sebagai sesuatu yang tidak ada masalah," ucap dia.

Berikut bunyi Pasal 218 RKUHP berdasarkam draf akhir 9 November 2022:

Pasal 218

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Penjelasan Pasal 218:

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pada dasarnya, kritik dalam Pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. []

Sentimen: negatif (99.9%)