Sentimen
Positif (100%)
9 Nov 2022 : 23.32
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Ferrari

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Bogor, Yogyakarta, Sawahlunto, Palembang

Tokoh Terkait

Muhammad Yamin, Kisah Pahlawan Serbabisa Penyusun Teks Sumpah Pemuda

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

9 Nov 2022 : 23.32
Muhammad Yamin, Kisah Pahlawan Serbabisa Penyusun Teks Sumpah Pemuda

PIKIRAN RAKYAT – Muhammad Yamin dikenal sebagai seorang pujangga, sastrawan, dan sejarawan yang juga dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dia lahir pada 23 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat, dan meninggal pada 17 Oktober 1962 di Jakarta.

Muhammad Yamin merupakan putra dari pasangan Oesman Bagindo Khatib dan Siti Sadariah. Ayah Yamin itu ialah seorang mantri kopi sekaligus Kepala Adat di Minangkabau.

Saat itu, jabatan tersebut terhormat dan memiliki gaji yang besar, sehingga Oesman Bagindo Khatib mempunyai beberapa istri. Muhammad Yamin pun akhirnya memiliki saudara seayah yang berjumlah 15 orang.

Baca Juga: Chairil Anwar, Penyair Kondang yang Dijuluki Si Binatang Jalang

Istri Muhammad Yamin ialah R.A. Siti Sundari, yang merupakan putri seorang bangsawan dari Kadilangu, Jawa Tengah. Pasangan itu memiliki satu orang putra bernama Dang Rahadian Sinayangish Yamin.

Pendidikan

Muhammad Yamin memulai pendidikan di sekolah Melayu, kemudian dilanjutkan ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang terletak di Palembang, Sumatra Selatan. Lalu, dia melanjutkan ke sekolah guru di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Yamin juga pernah masuk Sekolah Pertanian dan Peternakan di Bogor pada tahun 1923, namun tidak sampai selesai. Kemudian, pada 1927 dia menyelesaikan pendidikannya di Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta.

Di sana, Yamin mulai tertarik mempelajari ilmu sejarah, budaya hingga bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei.

Baca Juga: Profil Michael Schumacher, Mantan Pembalap F1 yang Bersinar Bersama Ferrari

Seolah tak puas untuk terus belajar, Yamin menjalani kuliah di Recht Hogeschool (RHS yang kini menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Batavia dan selesai pada tahun 1923 dengan gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).

Kesusastraan

Pada tahun 1920-an, Muhammad Yamin memulai kariernya sebagai seorang penulis. Ciri khas karyanya ialah menggunakan bentuk soneta dan bahasa Melayu Klasik. Seperti puisi berjudul Tanah Air yang ditulisnya saat masih berusia 17 tahun. Puisi itu pun dimuat dalam jurnal Jong Sumatera.

Selain itu, dia juga menerbitkan puisi berjudul Tumpah Darahku yang ditulis pada 26 Oktober 1928. Karya itu menjadi bersejarah karena dibuat menjelang Kongres Pemuda yang kemudian mencetuskan Sumpah Pemuda.

Pengetahuannya yang luas merupakan hasil dari kegemarannya membaca. Koleksi bukunya pun melebihi 20 ribu buah.

Baca Juga: Mengenal Asoka, Pemimpin Ganas yang Mengabdikan Diri pada Perdamaian

Selain pandai merangkai puisi, dia juga membuat beberapa drama terkenal di antaranya Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1932) serta Ken Arok dan Ken Dedes yang dipentaskan pada 27 Oktober 1928.

Tak hanya menjadi penulis dan penyair puisi, dia juga dikenal sebagai penerjemah. Beberapa karya terjemahannya seperti Menanti Surat dari Raja dan Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga.

Karyanya yang menyangkut sejarah dan kebudayaan umum antara lain Gadjah Mada (1946), Pangeran Dipanegara (1950), dan 6000 Tahun Sang Merah Putih (1964).

Politik

Pada sejarah pembentukkan bangsa, Muhammad Yamin merupakan penggagas bahasa persatuan. Pemikirannya itu disampaikan saat Kongres Pemuda I dan II yang berlangsung di Batavia.

Saat itu, Yamin mengusulkan agar bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa resmi yang digunakan dalam kesusasteraan Indonesia.

Tak hanya itu, dia juga pernah pernah menjadi sekretaris kongres pemuda II yang berperan dalam merumuskan putusan kongres yang disebut sebagai ikrar pemuda atau yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Setelah memperoleh gelar sarjana hukum tahun 1932, dia bekerja di bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Kemudian, dia melanjutkan kariernya sebagai anggota Partindo.

Setelah Partindo bubar, dia bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Syarifoeddin mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tak hanya itu, Yamin juga pernah menjadi anggota Volksraad.

Pada masa pemerintahan Jepang (1942-1945), Yamin bertugas sebagai penasihat penerangan dalam Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA).

Kemudian pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), perumus UUD 1945, serta pembuat piagam Jakarta.

Saat sidang BPUPKI, dia menjadi salah satu tokoh yang penting dalam menggagas wilayah Indonesia dan merumuskan Pancasila. Dia bahkan dipercaya sebagai orang yang menemukan istilah Pancasila.

Setelah kemerdekaan, Yamin memegang beberapa jabatan penting, di antaranya anggota DPR, Menteri Kehakiman, Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Urusan Sosial dan Budaya, Ketua Panitia Pemilihan Umum, Ketua Dewan Pengawas LKBN Antara, Ketua Dewan Perancang Nasional, hingga Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus.

Berkat jasa-jasanya yang besar dalam pembentukkan negara, pada tahun 1973 Pemerintah menganugerahkan Bintang Mahaputra dan gelar Pahlawan Nasional pada Muhammad Yamin melalui Surat Keputusan Presiden RI, 6 November 1973. (Fian Prahesti)***

Sentimen: positif (100%)