Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cikini, Roma, Tokyo, Amsterdam
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Profil Guruh Soekarnoputra, Anak Bungsu Soekarno yang Jatuh Cinta pada Seni
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Mohammad Guruh Irianto Soekarnoputra atau lebih dikenal sebagai Guruh Soekarnoputra merupakan seniman sekaligus politikus ternama Indonesia.
Anak bungsu dari Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno tersebut lahir di Istana Merdeka, Jakarta, pada 13 Januari 1953.
Dikenal sebagai seniman dan politikus, darah seninya sudah terlihat sejak kecil. Ia banyak belajar tarian tradisional Jawa, Sunda, Bali, Minang, dan beberapa tarian daerah lainnya.
Guruh Soekarnoputra juga pernah tampil di stasiun TV nasional Indonesia TVRI untuk bermain musik bersama dengan kelompok musiknya.
Guruh Soekarnoputra membangun kelompok musik itu di Sekolah Rakyat Perguruan Cikini. Berkat penampilannya, ia mulai banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Ia juga sempat berguru dengan beberapa seniman terkemuka seperti I Wayan Diya, I Wayan Rindi, Anak Agung Ayu Oka, Ni Ketut Reneng, I Nyoman Kakul (tari Bali), I Gusti Kompyang Raka, Anak Agung Gde Ngurah Mandera, I Made Gerindem (gamelan Bali), dan Serimpi-Bedoyo bersama Raden Ayu Laksminto Rukmi dari tahun 1969-1972.
Selain tari, Guruh juga sempat belajar bermusik dengan komponis terkemuka seperti Mochtar Embut dan Ismail Marzuki.
Saat remaja, Guruh pernah tertarik bermain band dan mengarang lagu. Pada tahun 1965, ia mendirikan sebuah band dengan nama The Beat-G.
Baca Juga: Profil Marcus Aurelius, Kaisar Roma yang Paling Dihormati
Usai band The Beat-G, ia kembali membentuk band dengan nama The Flower Poetman pada tahun 1970.
Guruh juga bertugas sebagai pengorganisir kelompok angklung dan gamelan yang ada di Jawa.
Selain memperdalam seni tari dan musik, Guruh juga mempelajari seni teater. Ia bergabung dalam Teater Kecil yang dipimpin oleh Arifin C. Noer.
Sekolah di Belanda
Tidak hanya berbakat dalam seni, Guruh juga sangat berprestasi di bidang akademis. Hal tersebut dibuktikan dengan nilainya yang mendekati sempurna saat SD hingga SMA.
Pada tahun 1965, ia berhasil mendapat predikat Bintang Pelajar dan prestasinya diberitakan oleh Kantor Berita Antara.
Begitu lulus SMA, Guruh melanjutkan studinya di Universitas Amsterdam, Belanda, selama tiga tahun.
Ketika menempuh pendidikan di Belanda, Guruh tergabung ke dalam kelompok grup gamelan Jawa dan Bali di Tropen Museum. Ia mengajar gamelan dan tari Bali sambil berkuliah.
Begitu lulus dan pulang ke Indonesia, ia melakukan eksperimen musik perpaduan antara gamelan Bali dan musik Barat yang kemudian melahirkan album baru bertajuk Guruh Gipsy.
Album yang dirilis pada tahun 1976 itu menjadi tonggak musik pop di Indonesia. Guruh Gipsy menghabiskan biaya produksi yang besar dan hanya dicetak sejumlah 5.000 keping kaset.
Baca Juga: Profil Jair Bolsonaro, Presiden Brasil yang Dukung Kembalinya Pemerintahan Militer
Guruh Gipsy merupakan album bertemakan kritik sosial dan banyak mengeksplorasi bunyi.
Lagu ciptaannya yang berjudul Renjana memenangi Festival Nasional Cipta Lagu Populer Indonesia bersamaan dengan perilisan album tersebut.
Renjana menjadi perwakilan Indonesia di Festival Internasional World Popular Song Festival di Tokyo, Jepang.
Tidak hanya prestasi di bidang musik, Guruh juga meraih berbagai prestasi di bidang perfilman, salah satunya ia meraih penghargaan ilustrator musik terbaik lewat film layar lebar bertajuk Ali Topan Anak Jalanan pada 1977.
Dalam dunia seni peran, Guruh pernah berperan sebagai Sunan Muria dalam film Wali Songo pada 1985.
Dua tahun kemudian, ia kembali menarik perhatian dengan lagu terbarunya yang berjudul Kembalikan Bali Padaku pada 1987. Dalam lagu tersebut, ia memadukan seni tradisional Bali dengan disko dan rok.
Kecintaannya terhadap budaya Bali begitu tercermin dalam karya-karyanya. Ia sadar bahwa dirinya merupakan pewaris tradisi budaya Bali dari leluhurnya.
Pada tahun 1977, ia mewujudkan impiannya dengan mendirikan sebuah organisasi pemuda dengan nama Swara Maharddhika yang berarti suara dari yang perkasa, hebat, dan merdeka.
Awalnya, organisasi tersebut hanya berisi sekumpulan pemuda yang membentuk sebuah grup band tanpa nama yang dilatih oleh Jhony Lantang.
Swara Maharddhika bertujuan untuk menampung kreativitas para remaja yang tertarik pada seni sekaligus menjadi wadah bagi mereka yang ingin melakukan eksperimen seni modern dan tradisional.
Sepuluh tahun berdiri, organisasi tersebut berubah menjadi sebuah yayasan dengan nama yang sama. Setelah itu, ia mendirikan sebuah bisnis komersial di bidang seni pertunjukkan dengan nama PT. Gencar Semarak Perkasa (GSP) Productions.
Sepanjang kariernya sebagai seniman, ia telah beberapa kali meraih penghargaan baik dari dari dalam hingga luar negeri.
Selain menggeluti bidang seni, Guruh juga aktif mengikuti kegiatan di bidang kemasyarakatan. Pada tahun 1989, ia bergabung dalam Majelis Pemuda Indonesia yang saat itu digagas oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Pada tahun 1990, Guruh mendirikan Yayasan Karya Cipta Indonesia yang bergerak dalam hal Hak Cipta Indonesia.
Dua tahun kemudian, ia terjun ke dalam dunia politik dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga saat ini. (Dewi Andryani)***
Sentimen: positif (100%)