Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Samarinda
Kasus: pembunuhan, korupsi
Tokoh Terkait
Hendra Kurniawan
Brigadir Yosua Hutabarat
Ismail Bolong
Dugaan Upeti dan Modus Lama Polisi di Pusaran Tambang Ilegal
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Berawal dari video yang berisi pernyataan Ismail Bolong, dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik tambang ilegal kembali menyeruak.
Ismail yang merupakan mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial mengaku rutin menyetor uang sebesar Rp 6 miliar kepada seorang perwira tinggi Polri.
Dalam video itu, Ismail menyatakan dia bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.
Baca juga: Ramai Setoran Ismail Bolong ke Kabareskrim, Anggota Komisi III DPR Dorong Kapolri Bertindak Tegas
Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya.
Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali.
Yaitu bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Perwira tinggi Polri yang disebut-sebut menerima kucuran uang tambang ilegal itu adalah Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Dicabut
Akan tetapi, Ismail langsung mencabut pernyataan setelah video itu beredar luas.
Menurut Ismail dalam sebuah video pengakuan baru, dia menyampaikan mengaku menyetor uang karena ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan.
Hendra merupakan mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Div Propam) Polri, yang juga mantan anak buah Ferdy Sambo.
Baik Hendra dan Sambo saat ini sama-sama berstatus terdakwa dan tengah menjalani persidangan dalam kasus dugaan merintangi penyidikan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Baca juga: Soal Perkara Ismail Bolong, Mahfud: Perang Bintang Terus Menyeruak
Dalam video itu, Ismail juga menyampaikan permintaan maaf kepada Agus.
"Perkenankan saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar dan saya pastikan berita itu, saya tidak pernah komunikasi sama Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang dan saya tidak kenal," kata Ismail, seperti dilansir dari YouTube Tribunnews.com, Senin (7/11/2022).
Ismail mengaku kaget video tersebut viral saat ini. Sebab, video testimoni soal Kabareskrim itu dibuat pada Februari lalu.
Saat itu, datang anggota Paminal Mabes Polri menemui dirinya di Balikpapan.
Dia kemudian diperiksa anggota Paminal di Polda Kaltim mulai pukul 22.00 hingga pukul 02.00 dini hari.
Baca juga: Soal Perkara Ismail Bolong, Mahfud Akan Koordinasi dengan KPK
Setelah itu, dia dibawa anggota Paminal ke salah satu hotel di Balikpapan. Ismail mengaku, dia ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan untuk memberikan testimoni soal Kabareskrim.
Brigjen Hendra menurutnya menghubunginya sebanyak 3 kali melalui ponsel salah satu anggota Paminal dan mengancam jika ia menolak memberikan testimoni, maka akan dibawa ke Jakarta.
"Harus melakukan testimoni itu, (kalau tidak) besok bawa ke Mabes Polri, ya pasti terintimidasi, saya enggak pernah kenal sama Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang," ujar dia.
Setelah kejadian itu, Ismail mengaku mempertimbangkan mengajukan pensiun dini pada April dan akhirnya disetujui pada 1 Juli 2022.
Baca juga: Pengakuan Ismail Bolong Setor Uang ke Petinggi Polisi, Polda Kaltim Sebut Sudah Ditangani Mabes Polri
"Sekali lagi saya mohon maaf ke Pak Kabareskrim atas kejadian viral di media sosial, tentu ini semua karena pemberitaan-pemberitaan tidak benar, saya dalam tekanan pada saat diperiksa Mabes Polri," ujar dia.
"Perang bintang"
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara terkait dugaan aliran dana tambang ilegal kepada perwira tinggi Polri.
Bahkan Mahfud menduga ada indikasi peristiwa ini sebagai sinyal sedang terjadi "Perang Bintang" atau pertikaian di antara para perwira tinggi Polri.
”Isu ’perang bintang’ terus menyeruak. Dalam ’perang’ ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengakar masalahnya,” kata Mahfud melalui Whatsapp, Minggu (6/11/2022), dikutip dari Kompas.id.
Baca juga: Sosok Ismail Bolong yang Mengaku Setor Rp 6 Miliar ke Petinggi Polri, Ternyata Mantan Anggota Polisi
Terkait dugaan pengakuan Ismail baru beredar saat Hendra dan Sambo tengah menjalani proses persidangan, maka hal itu harus dibuktikan.
Di sisi lain, Agus memang sempat ditugaskan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memimpin penyidikan tim khusus (Timsus) terkait kasus Yosua.
Mahfud menilai, terdapat keanehan dalam klarifikasi Ismail Bolong. Hal ini terjadi karena Ismail Bolong tiba-tiba meminta pensiun dini dari Polri, tepatnya tidak lama usai membuat video bersama Hendra.
Dalam pemberitaan Kompas.id, pensiun dini Ismail terkonfirmasi melalui surat Pemberhentian Dengan Hormat dari Dinas Polri Nomor kep/308/IV/2022 yang ditandatangani Kapolda Kalimantan Timur Irjen Imam Sugianto pada 29 April 2022.
Baca juga: Ismail Bolong Klarifikasi, Tidak Pernah Setor Uang Tambang Ilegal ke Kabareskrim, Mengaku Diancam Brigjen Hendra
”Katanya sih, waktu membuatnya Februari 2022 atas tekanan Hendra Kurniawan. Kemudian, Juni, dia minta pensiun dini dan dinyatakan pensiun per 1 Juli 2022. Aneh, ya. Namun, isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya,” imbuh Mahfud.
Mahfud juga mengatakan dia bakal berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelaah dugaan korupsi di sektor pertambangan yang diduga melibatkan aparat keamanan.
“Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain,” ucap Mahfud.
Seperti kentut
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar mengatakan, dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam kasus tambang ilegal sudah sejak lama tercium.
Baca juga: Viral, Video Ismail Bolong Soal Upeti Uang Jin Dimakan Setan
"Modusnya pun beragam, mulai dari memberikan modal, menampung dan menjual hasil produksi komoditas tambang, hingga penegakan hukum yang tebang pilih," kata Melky saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/11/2022).
Melky menilai memang tidak mudah membongkar keterlibatan aparat kepolisian dalam praktik tambang ilegal.
"Jika ada yang menganggap seperti kentut, baunya tercium tapi tidak ketahuan bentuknya, ya, tentu saja. Sebab, gimana bisa dilakukan penegakan hukum kalau pemainnya adalah aparat penegak hukum itu sendiri?" ujar Melky.
Melky mengatakan, aparat kepolisian pun diduga melakukan tebang pilih jika melakukan penegakan hukum terhadap tambang-tambang ilegal.
Baca juga: Warga Kirim Pesan ke Kapolda Kaltim Soal Tambang Ilegal, Polisi Langsung Bertindak
Polisi, kata Melky, biasanya hanya memberantas pelaku tambang ilegal yang diduga tidak menyetor "uang keamanan" bagi aparat.
"Di Kaltim, misalnya, dari 151 titik aktivitas tambang ilegal, hanya ada 3 kasus yang sedang dalam proses hukum hingga saat ini," ucap Melky.
(Penulis : Achmad Nasrudin Yahya | Editor : Bagus Santosa, Robertus Belarminus)
-. - "-", -. -Sentimen: negatif (100%)